Menuju konten utama

Pemerintah Ungkap Alasan di Balik Pengenaan Pajak Kripto

Pemerintah merujuk pada ketentuan di Bappebti yang mengatur kripto sebagai komoditas sehingga diberlakukan dengan UU PPN.

Pemerintah Ungkap Alasan di Balik Pengenaan Pajak Kripto
Ilustrasi blockchain. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan buka-bukaan terkait pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) atas transaksi aset kripto di Indonesia. Kebijakan itu sendiri berlaku efektif pada 1 Mei 2022.

Kepala Subdit Peraturan PPN Perdagangan, Jasa, dan Pajak Tidak Langsung Lainnya DJP, Bonarsius Sipayung mengatakan, pengenaan pajak atas transaksi kripto ini sudah sesuai dengan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

"Kenapa kripto ini dikenakan? Pertama tentunya adalah berdasarkan UU PPN atas seluruh penyerahan barang kena pajak dan jasa kena pajak terutang PPN. Itu prinsipnya," kata dia dalam media briefing dalam video conference di Jakarta, Rabu (6/4/2022).

Bonar mengklaim, sebelum menimbang pengenaan PPN pemerintah lebih dulu mendefinisikan aset kripto. Pertama, meski ada terminologi criptocurrency namun sudah jelas bahwa Bank Indonesia (BI) sudah melarang kripto sebagai alat pembayaran yang sah di Indonesia.

"Kita lihat aturan dari otoritas yaitu BI menyatakan bahwa kripto itu bukan alat tukar. Karena bukan alat tukar, clear, dia adalah barang tertentu yang bisa digunakan sebagai alat tukar tapi bukan alat tukar resmi yang diakui otoritas," jelas dia.

Dia menambahkan, aset kripto juga tidak bisa digolongkan sebagai surat berharga. Untuk itu pemerintah merujuk pada ketentuan di Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) yang mengatur kripto sebagai komoditas.

"Kita lihat ini yang mengatur Bappebti. Bappebti mengatur bahwa kripto ini komoditas. Nah begitu (kripto) ini komoditas berarti kita kaitkan dengan UU PPN, di UU PPN disebutkan atas penyerahan barang kena pajak terutang PPN, ini dasarnya," ungkap dia.

Selanjutnya mengenai mekanisme pemungutan pajaknya, maka pemerintah menunjuk pihak lain untuk melakukan pemungutan. Dalam hal ini, pihak yang memfasilitasi transaksi aset kripto akan menjadi pemungut PPN dari setiap penyerahan barang tersebut.

"Artinya siapapun yang mau masuk, saya enggak mau tahu, masuk saja di situ bertransaksi," jelasnya.

Pemerintah bakal menarik Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) atas transaksi perdagangan aset kripto mulai 1 Mei 2022.

Hal itu diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68/PMK.03/2022 tentang PPN dan PPh atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto.

"Bahwa untuk memberikan kepastian hukum, kesederhanaan, dan kemudahan administrasi pemungutan, penyetoran, dan pelaporan pajak atas perdagangan aset kripto, perlu mengatur ketentuan mengenai pajak pertambahan nilai dan pajak penghasilan atas transaksi perdagangan aset kripto," tulis PMK tersebut yang dikutip pada Rabu (6/4/2022).

Beleid itu mengatur pengenaan PPN berlaku atas penyerahan aset kripto oleh penjual, jasa penyediaan sarana elektronik untuk transaksi perdagangan aset kripto, serta jasa verifikasi transaksi aset kripto dan/atau jasa manajemen kelompok penambang aset crypto (mining pool).

Baca juga artikel terkait KRIPTO atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Bisnis
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Restu Diantina Putri