Menuju konten utama
Ekonom INDEF:

Pemerintah Perlu Berhati-hati Sebelum Paksakan Kenaikan Upah

Pemerintah diminta tak sembarangan menaikkan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebab alih-alih menaikkan daya beli, malah berujung pada PHK massal.

Pemerintah Perlu Berhati-hati Sebelum Paksakan Kenaikan Upah
Sejumlah buruh dari berbagai elemen berunjuk rasa di depan Gedung DPRD Jawa Timur, Jalan Indrapura, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (2/10/2019). ANTARA FOTO/Didik Suhartono.

tirto.id - Ekonom senior Institute for Devopment of Economics and Finance (INDEF), Aviliani mengingatkan agar pemerintah tak sembarang menaikkan Upah Minimum Provinsi (UMP).

Menurutnya, kenaikan upah saat ini perlu dilakukan dengan hati-hati agar jangan sampai niat pemerintah mengerek daya beli malah berujung pada pemutusan hubungan kerja (PHK) yang berdampak sebaliknya.

“Jangan memaksakan diri. Jadi kan inflasi rendah kenapa harus memaksakan diri ya. Kalau kita lihat tingkat pengeluaran masyarakat turun, apa dengan menaikkan bisa naik [daya beli] atau malah makin turun karena banyak kena PHK,” ucap Aviliani kepada wartawan saat ditemui di Hotel Westin, Kamis (17/10/2019).

Aviliani menyebutkan saat ini kenaikan upah masih menjadi isu yang cukup sensitif bagi industri. Sebab upah memiliki kaitan dengan biaya yang nantinya berpengaruh pada daya saing industri.

Ia khawatir bila pemerintah tidak hati-hati, nantinya industri itu sendiri yang akan berkurang dan pada akhirnya meningkatkan jumlah pekerja informal.

“Kalau UMP naik terus apakah kita akan semakin kompetitif. Jangan-jangan makin tidak kompetitif. Akhirnya industri makin habis dan masuk ke sektor informal,” ucap Aviliani.

Di sisi lain, sektor informal memang tengah menjadi pilihan generasi muda terutama milenial. ia menyebutkan tidak sedikit mereka yang akhirnya mendulang pundi uang dari sektor informal. Namun, Aviliani melihat ada celah aturan yang belum ditutup pemerintah yaitu tenaga outsourcing yang seharusnya diatur guna menghindari permasalahan pekerja di masa mendatang.

Melihat berbagai pertimbangan ini, Aviliani menyarankan pemerintah mengembalikan mekanisme penentuan upah antara pengusaha dan karyawan. Peran pemerintah, menurutnya, jangan terlalu besar sampai-sampai bisa terlalu dalam ikut campur dalam menentukan upah karena bisa berdampak pada daya saing industri dan menjadi bumerang bagi pekerja yang ingin disenangkan.

“Menurut saya, arahnya pengusaha dan karyawan didahulukan dibandingkan pemerintah yang terlalu ikut campur menentukan UMP,” ucap Aviliani.

Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) resmi mengirim surat edaran kepada kepala daerah untuk menaikkan UMP sebanyak 8,51 persen. Keputusan ini wajib diumumkan kepala daerah per 1 November dan mulai berlaku 1 Januari 2020.

Rencana kenaikan UMP itu tertuang di dalam surat Kementerian Ketenagakerjaan nomor B-M/308/HI.01.00/X/2019 pada 15 Oktober 2019 yang ditandatangani Menteri Tenaga Kerja M. Hanif Dhakiri.

Baca juga artikel terkait KENAIKAN UPAH atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Maya Saputri