Menuju konten utama

Pemerintah Ogah Disalahkan Sendirian saat IPK RI Merosot

Mahfud MD mengklaim pemerintah sudah habis-habisan memberantas korupsi, sehingga tak mau disalahkan sepihak bila Indeks Persepsi Korupsi turun.

Pemerintah Ogah Disalahkan Sendirian saat IPK RI Merosot
Menko Polhukam Mahfud MD menyampaikan catatan akhir tahun di Jakarta, Kamis (15/12/2022). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/foc.

tirto.id - Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengakui adanya penurunan indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia 2022 sebagaimana dirilis oleh Transparency Internasional Indonesia (TII) dari 38 ke 34.

Mahfud mengatakan dirinya tidak memungkiri kalau korupsi semakin banyak akibat peningkatan jumlah tersangka. Akan tetapi, Mahfud mengingatkan bahwa masalah IPK bukan hanya di ranah pemerintah saja.

"Apakah korupsi makin banyak? Bisa iya, karena kita menangkap orang, OTT. Tetapi sebenarnya peningkatan korupsi itu sendiri ya itu normal, seperti itu terus sejak dulu," kata Mahfud dalam keterangan yang diunggah akun Kemenko Polhukam, Jumat (3/2/2023).

"Yang sekarang menjadi masalah itu bukan karena penegakan hukumnya di bidang korupsi, karena penegakan hukum itu naik. Penegakan hukum itu naik satu. Yang ini secara umum turun 4. Karena yang dinilai itu bukan hanya korupsi," lanjut Mahfud.

Mahfud mengatakan, penilaian IPK melihat di luar aspek korupsi seperti masalah perizinan berusaha. Ia menduga, publik beranggapan bahwa keinginan untuk investasi sulit di Indonesia. Ia mencontohkan, orang sudah punya izin di satu tempat, lalu diberikan izin ke orang lain.

Mahfud lantas menyinggung bagaimana upaya pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Ia mencontohkan penanganan kasus lewat Kejaksaan Agung seperti Asuransi Jiwasraya, Asabri, satelit Kemhan. Pemerintah juga membiarkan dua orang menteri ditangkap, gubernurnya digelandang, bupati-bupati ditangkap pada OTT KPK.

"Pemerintah sudah bersungguh-sungguh memberantas kalau dalam arti tindakan, Tapi kalau dalam arti administrasi birokrasi kita ini sedang merintis kuat-kuatan," kata Mahfud.

Mahfud lantas mengatakan bahwa pemerintah mengeluarkan sejumlah langkah. Pertama, pemerintah melaksanakan sistem pemerintahan berbasis elektronik. Ia mengatakan sistem tersebut akan segera disahkan oleh presiden, agar korupsi, kolusi, pembayaran di bawah meja itu bisa ditangkal.

Kedua, pemerintah akan menata perizinan daerah pertambangan, kehutanan, dan sebagainya. Kemudian, ia mengklaim Omnibus Law Cipta Kerja juga sebagai upaya untuk menyelesaikan masalah investasi.

"Itu maksudnya agar tidak bertele-tele dalam proses perizinan, tidak dikerjakan oleh beberapa meja tapi ada satu pintu," Kata Mahfud.

Di saat yang sama, Mahfud meminta publik paham bahwa penurunan IPK tidak hanya kesalahan pada pemerintah, tetapi juga legislatif, eksekutif dan yudikatif.

Oleh karena itu, ia menilai ada salah pandang jika pemerintah sebagai eksekutif disalahkan sepenuhnya dalam penurunan IPK. Ia mengklaim pemerintah sudah habis-habisan dalam penegakan hukum, tetapi masih ada korupsi di sektor lain seperti korupsi pembuatan undang-undang, korupsi ketika proses peradilan, dan sebagainya.

"Jadi kita akan terus bersungguh-sungguh, dan pemerintah telah melakukan itu secara sungguh-sungguh seperti terberitakan setiap hari, siapapun ditangkap, siapapun diproses. Oleh presiden dikatakan pokoknya jangan pandang bulu. Presiden sudah mengatakan saya akan gigit sendiri kalau saya tahu itu," pungkas Mahfud.

Baca juga artikel terkait INDEKS PERSEPSI KORUPSI atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Bayu Septianto