Menuju konten utama

Pemerintah Mengorbankan Warga Coret Abu Batu Bara dari Limbah B3

Abu batu bara dikeluarkan dari jenis limbah berbahaya. Perintah disebut mengabaikan lingkungan dan keselamatan warga

Pemerintah Mengorbankan Warga Coret Abu Batu Bara dari Limbah B3
Warga mengumpulkan batu bara yang tercecer di sekitar pantai Sekembu, Mulyoharjo, Jepara, Jawa Tengah, Kamis (21/1/2021). ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho/hp.

tirto.id - Usia Edi kini 42 tahun. Ia sudah 37 tahun hidup berdampingan dengan PLTU Suralaya, Cilegon, Banten. Ia kecewa dengan pemerintah Indonesia ketika menetapkan fly ash and bottom ash (FABA) atau abu batu bara sebagai bukan limbah bahan berbahaya beracun (B3).

Penetapan tersebut diteken Presiden Joko Widodo melalui Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup tertanggal 2 Februari 2021.

“Pengalaman kami di sini, salah satunya, adik ipar saya menjadi korban pada 2010. Saat itu meninggal dan paru-parunya gosong,” ujar Edi dalam sebuah diskusi publik secara daring, Jumat (12/3/2021).

Tahun lalu anak bontot Edi mengalami sakit paru-paru, menurutnya juga dampak dari FABA. “Dengan kejadian seperti sangat mustahil limbah FABA tidak mengandung racun,” imbuhnya.

Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Merah Johansyah menyebut partikel FABA mudah terbang mencemari udara. Di permukiman yang dekat dengan PLTU seperti Desa Santan Ilir, Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur FABA merasuk ke rumah warga. “Dan kalau musim panas makin menghebat lagi FABA. Warga keluhkan berbagai penyakit, batuk, sesak nafas, sakit kepala,” ujarnya dalam kesempatan yang sama.

Pengusaha Mujur

Deputi Direktur Indonesian Center for Enviromental Law (ICEL) Grita Anindarini meminta pemerintah memasukkan kembali FABA sebagai limbah B3. Ia khawatir dengan regulasi tersebut pengelolaan dan pemanfaatan FABA menjadi sembarang dan berdampak terhadap pencemaran lingkungan.

Aturan tersebut juga dinilai ICEL akan menghilangkan tanggung jawab tanggap darurat PLTU dalam pengelolaan FABA apabila terjadi pencemaran lingkungan tidak ada sistem yang menangungi. ICEL khawatir sebab masih banyak PLTU yang berada di kawasan rawan bencana.

Adanya aturan tersebut akan mengendurkan penegakan hukum: jika FABA tidak terkelola dengan baik maka pengusaha bandel akan bebas dari hukum perdata maupun pidana. Dalam UU 32/2009 Pasal 103 hal tersebut dapat dikenakan sanksi penjara 3 tahun dan denda Rp 1 miliar.

"Kondisi ini tidak sejalan dengan prinsip kehati-hatian yang menghendaki tindakan pencegahan potensi pencemaran lingkungan hidup berdasarkan pada informasi besaran dan potensi terjadinya pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup dari suatu kegiatan," ujar Grita dalam keterangan tertulis, Jumat.

Inisiator Sumatera Terang untuk Energi Bersih (STuEB) Ali Akbar menilai pengelolaan limbah FABA sejauh ini awut-awutan. Ia mencontohkan pertambangan batu bara di Sawahlunto, Sumatera Barat yang tidak memiliki filter dan FABA. “Bottom ash-nya mereka karungin dan taro di pinggir jalan. Harapannya akan ada yang ngangkut,” ujar Ali dalam sebuah diskusi publik secara daring, Jumat.

Hal yang sama juga terjadi di PLTU Teluk Sepang dan PLTU Pangkalan Susu di Langkat Sumatera Utara.

“Kita melihat bagaimana carut marut model pengelolaan limbah FABA, mulai Aceh sampai Lampung enggak ada yang enggak berantakan,” imbuhnya.

Menurut Koordinator Bidang Politik Wahana Lingkungan Hidup Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Khalisah Khalid, PP 21/2021 sebagai turunan UU Cipta Kerja telah menunjukkan lemahnya komitmen pemerintah dalam perlindungan lingkungan. Ia tak mengindahkan nasib masyarakat yang “detik per detik harus menghirup udara kotor dari hasil PLTU.”

“Ini juga dialami oleh ekosistem lain seperti biota pesisir, sungai, yang itu juga akan balik dikonsumsi warga. Jadi lapis-lapis dari dampak kesehatan semakin tinggi,” ujar Khalisah dalam kesempatan yang sama.

Respons Pemerintah

Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah, dan B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (PSLB3 KLHL) Vivien Ratnawati menyangkal semua jenis FABA ditetapkan sebagai non-limbah B3. Menurutnya terdapat fly ash yang masih ditetapkan sebagai limbah B3, yaitu dengan kode B409 dan bottom ash berkode BB410.

Jenis FABA yang ditetapkan sebagai non-limbah B3 ialah hasil sistem pembakaran dengan sistem pulverized coal (PC) boiler—bejana pembakaran tertutup.

“Kalau industri yang menggunakan fasilitas stoker boiler dan atau tungku industri, limbah batu baranya atau fly ash dan bottom ash masih menjadi limbah B3,” ujar Rosa dalam konferensi daring, Jumat.

Menurut Rosa, di sejumlah negara seperti Jepang, beberapa negara Eropa, dan Amerika Serikat “FABA PLTU juga dikategorikan sebagai limbah non B3 namun tata cara dan standar pengelolaannya sama dengan tata cara dan standar pengelolaan yang diterapkan di Indonesia.”

Baca juga artikel terkait LIMBAH B3 atau tulisan lainnya dari Alfian Putra Abdi & Haris Prabowo

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Alfian Putra Abdi & Haris Prabowo
Penulis: Alfian Putra Abdi & Haris Prabowo
Editor: Rio Apinino