Menuju konten utama

Pemerintah Matangkan Pola Hidup New Normal dan Pelonggaran PSBB

Pemerintah akan melonggarkan PSBB dan menerapkan kriteria yang harus dipenuhi daerah agar dapat memberlakukan pola hidup new normal.

Pemerintah Matangkan Pola Hidup New Normal dan Pelonggaran PSBB
Petugas meminta penumpang mobil berpindah ke kursi bagian belakang saat pemeriksaan kepatuhan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di kawasan Jl. Proklamasi , Jakarta, Kamis (16/4/2020). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Pemerintah semakin mematangkan kebijakan pelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Pemerintah kini tengah mengkaji formula untuk new normal serta tahapan yang harus dipenuhi daerah dalam hidup berdampingan dengan penyakit COVID-19. Hal ini menyusul pernyataan WHO bahwa COVID-19 belum tentu bisa hilang dari muka bumi.

Menko Pemberdayaan Masyarakat dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan, pemerintah membahas tentang pelonggaran PSBB dan kemungkinan pelaksanan new normal, yakni dengan hidup berdampingan bersama virus C0VID-19.

"Kali ini adalah difokuskan kepada upaya kita untuk mengurangi pembatasan sosial. Jadi mengurangi pembatasan sosial berskala besar atau PSBB dalam rangka untuk meningkatkan atau memulihkan produktivitas, di satu sisi dan di satu sisi juga wabah COVID-19 tetap bisa dikendalikan, tetap ditekan hingga nanti sampai pada antiklimaksnya akan selesai, terutama ketika telah ditemukannya vaksin," kata Muhadjir usai rapat bersama Presiden Jokowi dan jajaran secara daring, Senin (18/5/2020).

Muhadjir mengaku, Presiden meminta ada kajian serius dalam penerapan new normal dalam penanganan COVID-19. Presiden meminta penanganan ekonomi diarahkan kepada Menko Perekonomian sementara penanggulangan COVID-19 diarahkan kepada Gugus Tugas.

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengakui Presiden Jokowi memerintahkannya untuk menginisiasi ulang atau "restart" ekonomi Indonesia. Sebab, pertumbuhan ekonomi Indonesia merosot tajam di berbagai sektor seperti kinerja investasi, konsumsi pemerintah, ekspor, dan impor hingga membuat pertumbuhan ekonomi nasional hanya 2,97 persen di kuartal pertama.

"Presiden arahkan bahwa sesuai target pertumbuhan ekonomi dalam APBNP 2020 diharapkan kita bisa menjaga pertumbuhan di 0,5 persen agar di 2021 bisa didorong sekitar mendekati 5 persen," kata Airlangga.

Gagasan pelonggaran juga diikuti dengan fakta sektor informal menjadi penopang ekonomi Indonesia. Ia mengatakan, sekitar 55 persen atau sekitar 70 juta orang adalah pekerja informal. Dari 70 juta orang tersebut, sekitar 30,5 juta pekerja informal tinggal di kota sementara di perdesaan mencapai 40 juta sehingga perlu restart ekonomi diikuti dengan persiapan sektor ekonomi Indonesia dalam penerapan new normal.

"Arahan presiden dibuatkan kriteria apa yang bisa mendorong dan mengeveluasi kesiapan dari setiap daerah (untuk dilonggarkan) dari unit terkecil, kabupaten kota," jelas Airlangga.

Airlngga mengklaim pemerintah tetap meggunakan pendekatan epidemologi dalam melakukan pelonggaran. Caranya dengan mempertimbangkan kesiapan daerah dalam menekan laju penambahan kasus positif COVID-19, kapasitas fasilitas kesehatan, kesiapan sektor publik, dan kedisiplinan masyarakat.

Airlangga pun menyebut pemerintah menerapkan parameter sebagai basis penghitungan. Ia mencontohkan parameter R0 yang mewakili angka reproduksi dasar bagi infeksi virus. Besaran R0 memberikan interpretasi mengenai seberapa parah proses penularan suatu penyakit. Saat ini, Bappenas tengah menyusun formulasi yang tepat untuk pelaksanaan kebijakan new normal.

"Formulasi ini akan disiapkan Bappenas di mana apabila R0 lebih besar dari 1 maka infection rate-nya masih tinggi dan apabila R0 kurang dari 1 maka itu sudah bisa dibuka untuk normal baru," jelas Airlangga.

Selain itu, pemerintah akan menerapkan sistem penilaian. Ia mengatakan, ada 5 tahap penilaian sebagai parameter daerah layak pelonggaran PSBB serta menjalani new normal. Level pertama adalah level krisis yang artinya daerah tersebut belum siap memasuki normal baru. Level kedua, level parah yang juga menunjukkan daerah belum siap memasuki normal baru.

Level ketiga, bernama level substansial. Keempat, level moderat saat daerah dianggap mulai siap untuk standar normal baru. Level kelima, level rendah (penularan Covid-19) dengan status daerah siap memasuki normal baru. Saat ini, pemerintah sedang menyiapkan parameter dan tata cara pelaksanaan new normal tersebut.

"Beberapa sektor sedang siapkan scope-nya, standar operasi dan prosedur," jelas Airlangga.

Baca juga artikel terkait POLA HIDUP NEW NORMAL PANDEMI atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Restu Diantina Putri