Menuju konten utama

Pemerintah Klaim Mencari Pendanaan untuk PLTU Kian Sulit

Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan industri batu bara tengah menghadapi tekanan yang hebat.

Pemerintah Klaim Mencari Pendanaan untuk PLTU Kian Sulit
Menteri ESDM Arifin Tasrif menyampaikan pendapat akhir pemerintah dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (11/5/2020). ANTARA FOTO/Didik Setiawan/wpa/hp.

tirto.id - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan industri batu bara tengah menghadapi tekanan yang hebat. Ia bilang industri batu bara harus beralih ke program hilirisasi. Alasannya pendanaan bagi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara kini semakin minim.

“Tidak ada lagi lembaga pendanaan dunia yang mau mendanai power plant maka kita harus mengalikannya ke program hilirisasi. Gimana batu bara bisa menghasilkan sintesis gas, jadi petrokimia, pupuk,” ucap Arifin dalam rapat kerja virtual bersama Komisi VII DPR RI, Senin (11/5/2020).

Pernyataan ini diucapkan Arifin saat mewakili pemerintah pusat dalam pembahasan Revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (RUU Minerba). Arifin dihujani pertanyaan terkait alasan pemerintah pusat menolak kalimat dalam pasal 112 RUU Minerba “wajib melakukan divestasi saham secara langsung sebesar 51 persen” yang ditujukan kepada badan usaha pemegang izin usaha pertambangan asing.

Dalam kesempatan itu, Arifin membacakan sikap pemerintah yang meminta agar ketentuan itu tidak harus dicantumkan dalam RUU Minerba. Sebagai gantinya pemerintah akan mengaturnya dalam peraturan pemerintah (pp) sebagai aturan turunan.

Menurut Arifin penambahan diksi itu bakal membuat investasi di sektor minerba akan sulit masuk. Selain karena ditutupnya pintu pendanaan lembaga keuangan dunia, ia juga menilai pandemi Corona atau COVID-19 cukup memukul sektor minerba.

Akan tetapi, usai berupaya melakukan lobi, pemerintah pusat dan DPR akhirnya mencapai titik tengah. Pemerintah pusat memutuskan melunak dengan menyetujui masuknya ketentuan wajib divestasi 51 persen pada pasal 112, tetapi perusahaan asing boleh melakukannya bertahap alias tidak harus melakukannya secara langsung.

“Kalau kita liat 51 persen itu harus langsung dan investasi hilirisasi jauh lebih besar dari power plant. Jadi kami ingin ini dilakukan berjenjang,” ucap Arifin.

Arifin bilang saat ini ia tidak tahu kapan atau berapa lama sampai divestasi ini akhirnya wajib dilakukan. Yang pasti ia meminta pemahaman terkait kekhawatiran investor yang ingin mendapat return cepat dan IRR yang layak.

“Kita harus realistis,” ucap Arifin.

Hasil kesepakatan pemerintah dan panja Komisi VII DPR ini sempat mendapat penolakan dari Fraksi PKS yang meminta ketentuan divestasi langsung itu dipertahankan. Namun, Ketua Panja RUU Minerba Bambang Wuryanto menyatakan hal ini bisa dipahami. Ia bilang Menteri Koordinator Bidang Perekonomian juga sudah meminta hal serupa kepadanya terkait ketentuan wajib divestasi langsung.

“Itu akan diambil proses hilirisasi enggak mungkin dibakar langsung sebagaimana energi primer. Masuk hilirisasi investasi akan besar. Kalau tiba-tiba dijual 51 persen mereka ngeri,” ucap Bambang dalam rapat kerja virtual bersama Komisi VII DPR RI, Senin (11/5/2020).

“Tadi pemerintah menyampaikan itu lewat pak Menteri. Ada contoh do Cina mau bakar batu bara sudah banyak musuh,” tambahnya.

Baca juga artikel terkait RUU MINERBA atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Gilang Ramadhan