Menuju konten utama

Pemerintah Jawab Tuduhan AS soal Pelanggaran HAM PeduliLindungi

Mahfud MD menegaskan keberadaan aplikasi PeduliLindungi justru untuk melindungi HAM secara komunal, bukan individual.

Pemerintah Jawab Tuduhan AS soal Pelanggaran HAM PeduliLindungi
Pengunjung memindai kode batang (QR Code) melalui aplikasi PeduliLindungi sebelum memasuki bioskop di salah Satu Mall Kota Palembang, Sumatra Selatan, Selasa (21/9/2021). ANTARA FOTO/Feny Selly/aww.

tirto.id - Pemerintah menjawab laporan Amerika Serikat soal Praktik HAM tahun 2021. Pemerintah juga menjawab tuduhan menyoal penggunaan aplikasi PeduliLindungi yang dinilai melanggar HAM.

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah enggan berbicara tentang aplikasi PeduliLindungi karena hal tersebut merupakan ranah Kementerian Kesehatan. Namun ia menekankan bahwa tidak ada negara yang bebas dari masalah HAM.

"Tidak ada negara yang sempurna dalam isu HAM dan tidak juga AS," kata Faiza kepada Tirto, Jumat (15/4/2022).

Ia lantas menyinggung kejadian penganiayaan yang dilakukan polisi AS kepada George Floyd.

"Masih segar dalam ingatan kita tindak kekerasan polisi AS terhadap George Flyod," kata Faiza.

"Terbunuh GF menyebabkan maraknya gerakan black lives matter (BLM) yang menuntut dihentikannya aksi kekerasan terhadap kelompok minoritas dan rentan di AS," tutur Faiza.

Sementara itu, Menko Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD menegaskan bahwa keberadaan aplikasi PeduliLindungi adalah alat untuk melindungi masyarakat. Ia pun menegaskan keberadaan PeduliLindungi justru untuk melindungi HAM secara komunal, bukan individual.

"Kita membuat program PeduliLindungi justru untuk melindungi rakyat. Nyatanya kita berhasil mengatasi Covid-19 lebih baik dari Amerika Serikat (AS). Melindungi HAM itu bukan hanya HAM individual tetapi juga HAM komunal-sosial dan dalam konteks ini negara harus berperan aktif mengatur," tegas Mahfud dalam keterangan, Jumat.

"Itulah sebabnya kita membuat program PeduliLindungi yang sangat efektif menurunkan penularan infeksi Covid-19 sampai ke Delta dan Omicron," tegas Mahfud.

Mahfud menyebut keluhan masyarakat Indonesia kepada Amerika justru lebih banyak. Ia menceritakan Amerika lebih banyak mencatat kasus pelanggaran HAM daripada Indonesia berdasarkan laporan Special Procedures Mandate Holders (SPMH).

"Kalau soal keluhan dari masyarakat kita punya catatan AS justru lebih banyak dilaporkan oleh SPMH. Pada sekitar kurun waktu 2018-2021 misalnya, berdasarkan Special Procedures Mandate Holders (SPMH), Indonesia dilaporkan melanggar HAM 19 kali oleh beberapa elemen masyarakat sedangkan AS pada kurun waktu yang sama dilaporkan sebanyak 76 kali, ada juga India yang juga banyak dilaporkan," kata Mahfud.

"Laporan-laporan itu ya biasa saja dan bagus sebagai bentuk penguatan peran civil society. Tapi laporan seperti itu belum tentu benar," tegas Mahfud.

Biro Demokrasi, HAM dan Tenaga Kerja Departemen Luar Negeri Amerika Serikat merilis laporan Praktik HAM tahun 2021. Dalam salah satu laporan yang berjudul 2021 Country Reports on Human Rights Practices: Indonesia, mereka menyoroti soal kinerja pelaksanaan HAM di Indonesia.

Setidaknya ada sejumlah isu yang disorot dalam laporan tersebut. Salah satu poin yang disorot adalah adanya gangguan sewenang-wenang atau melanggar hukum terkait privasi, keluarga, rumah atau korespondensi. Laporan tersebut menyebut aparat kadangkala melakukan pengawasan tanpa surat perintah. Dalam laporan tersebut mereka menggunakan PeduliLindungi sebagai salah satu contoh.

---------------

Catatan: Artikel ini mengalami perubahan diksi di judul berita per Minggu, 17 April 2022 dari kata "Istana" menjadi "pemerintah."

Baca juga artikel terkait PELANGGARAN HAM atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Restu Diantina Putri