Menuju konten utama

Pemerintah Dinilai Perlu Pertimbangkan EBT Cina di KTT BRI

Pemerintah Indonesia tengah menawarkan sejumlah proyek infrastruktur untuk memperoleh pembiayaan pada gelaran Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Belt and Road Initiative (BRI) di Cina.

Pemerintah Dinilai Perlu Pertimbangkan EBT Cina di KTT BRI
Michel Temer, Vladimir Putin, Xi Jinping, Jacob Zuma dan Narendra Modi berpose untuk foto dalam KTT BRICS di Xiamen International Conference and Exhibition Center di Xiamen, tenggara provinsi Fujian, China, Senin (4/9). ANTARA FOTO/REUTERS/Kenzaburo Fukuhara.

tirto.id - Pemerintah Indonesia tengah menawarkan sejumlah proyek infrastruktur untuk memperoleh pembiayaan pada gelaran Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Belt and Road Initiative (BRI) di Cina.

Dari sisi energi, pemerintah dipastikan membawa empat proyek PLTU bagi pemerintah Cina yang terdiri dari PLTU Tanah Kuning-Mangkupadi di Kalimantan Utara, dua PLTU Mulut Tambang di Kalimantan Selatan dan Tenggara, dan PLTU Ekspansi Celukan Bawang Bali 2.

Direktur Eksekutif Insitute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa menilai pemerintah RI seharusnya menawarkan kerja sama proyek Energi Baru Terbarukan (EBT) saat menghadiri KTT BRI di Cina.

Menurutnya, Cina memiliki teknologi yang sudah cukup maju dalam pengembangan EBT, berupa tenaga angin (bayu), matahari (solar), dan air (hidro).

“Kalau mau pemerintah Indonesia dapat keluar dengan inisiatif kerja sama pembangunan EBT. Seperti tenaga bayu lalu solar. Di Cina, hidro-nya juga bagus,” ucap Fabby saat dihubungi reporter Tirto pada Jumat (26/4/2019).

“Tapi usulan Menko Perekonomian ada 2 PLTU malah. Kenapa pemerintah enggak dorong pengembangan EBT dengan teknologi yang lebih kompetitif,” tambah Fabby.

Fabby mengatakan salah satu potensi negara Cina dalam EBT dapat dilihat dari posisi sebagai produsen solar panel terbesar di dunia. Dengan potensi itu, ia yakin bila pemerintah dapat memperoleh perangkat untuk membangun PLTS di Indonesia dengan harga yang cukup kompetitif.

Hal ini pun masih dapat didukung dengan fasilitas tingkat suku bunga yang dapat dinegosiasikan agar tetap menguntungkan kedua belah pihak.

Nantinya, pada tiap pembangkit listrik bertenaga solar, bayu maupun hidro itu dapat dibangun dalam skala yang besar. Ia memperkirakan dengan skema Business to Business (B to B), pemerintah seharusnya dapat memperoleh pembangkit EBT dengan skala hingga 20 giga watt.

“Kalau saya melihat ada keuntungan dengan kemajuan Cina dalam EBT. Untuk solar, dia produsen terbesar. Secara finansial mereka bisa memberikan suku bunga yang kompetitif sepanjang risikonya bisa dikelola dengan baik,” ucap Fabby.

Fabby juga mengingatkan walaupun Cina saat ini masih akan memberi investasi pada PLTU, hal itu tak seharusnya menutup peluang Indonesia untuk menarik investasi EBT. Bila perlu, katanya, Indonesia juga membuka investasi EBT ke berbagai negara lain yang juga memiliki keunggulan produk pembangkit listrik itu seperti Cina.

“Memang Cina itu investasi di PLTU masih besar. Tapi di beberapa negara juga untuk EBT ada kok. Jadi gak semua PLTU,” ucap Fabby.

Baca juga artikel terkait PROYEK INFRASTRUKTUR atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Maya Saputri