Menuju konten utama

Pemerintah Dinilai Abai Hak Pegiat Anti Korupsi yang Kerap Diteror

ICW mencatat 92 kasus teror menimpa pegiat anti korupsi sejak tahun 1996 hingga Desember 2019.

Pemerintah Dinilai Abai Hak Pegiat Anti Korupsi yang Kerap Diteror
Aktivis yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi Yogya melakukan aksi damai di depan Gedung Agung, Yogyakarta, Kamis (11/4/2019). ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko/aww.

tirto.id - Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat 92 kasus teror menimpa pegiat anti korupsi sejak tahun 1996 hingga Desember 2019.

92 kasus teror yang menimpa pegiat antikorupsi bahkan memakan korban mencapai 118 orang.

"Sayangnya hampir keseluruhan kasusnya tidak dapat dituntaskan oleh kepolisian. Presiden Joko Widodo sebagai kepala negara abai dalam melindungi hak-hak pegiat antikorupsi," ucap Peneliti ICW Wana Alamsyah, di kantornya, Minggu (29/12/2019).

Tiga kasus teror yang tak dituntaskan penanganannya, salah satunya adalah penyerangan terhadap penyidik KPK Novel Baswedan.

Berdasarkan catatan ICW, Novel sempat mengalami empat kali teror sebelum insiden penyiraman air keras pada 11 April 2017. "Hingga saat ini negara tidak hadir dalam upaya penuntasan kasus Novel," kata Wana.

Kedua, pembiaran kasus ancaman bom terhadap pimpinan KPK. 9 Januari 2019, rumah pribadi dua pimpinan KPK yaitu Agus Rahardjo dan Laode M Syarif dilempar bom. Hingga saat ini kasusnya tidak ada perkembangannya sama sekali. Bahkan, lanjut Wana, sketsa wajah terduga peneror bom saja tidak kelar hingga kini.

ICW mencatat ada 15 orang yang bekerja di KPK, baik sebagai karyawan maupun komisioner, yang telah diteror. Jenis teror seperti kriminalisasi hingga kekerasan.

Ketiga, peretasan sebagai cara baru koruptor menyerang pegiat antikorupsi. Saat ini serangan yang ditujukan kepada pegiat antikorupsi bermetamorfosa ke bentuk lain, yaitu peretasan alat komunikasi.

"Serangan digital yang dialami oleh para pegiat antikorupsi merupakan bentuk baru dari upaya untuk melemahkan gerakan antikorupsi," tutur Wana.

Tujuan pelaku diduga ingin mendapatkan informasi mengenai strategi advokasi yang sedang dan akan dilakukan oleh para pegiat antikorupsi. Selain itu juga untuk memberikan informasi yang keliru ketika alat komunikasi telah diambil alih oleh pelaku kejahatan.

Berdasar catatan ICW, ada tiga korban yang mengalami serangan digital pada saat melakukan advokasi tolak revisi UU KPK. Dua dari tiga orang tersebut merupakan akademisi yang rutin menyuarakan sikapnya terhadap pelemahan KPK melalui revisi UU KPK.

Baca juga artikel terkait KPK atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Hendra Friana