Menuju konten utama

Pemerintah Didesak Selesaikan Serbuan Impor Sampah Plastik Ilegal

Masuknya sampah plastik yang diselundupkan bersama impor sampah kertas telah menyebabkan Indonesia mengalami pencemaran lingkungan.

Pemerintah Didesak Selesaikan Serbuan Impor Sampah Plastik Ilegal
Petugas memeriksa sampah plastik yang diduga mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) saat melakukan pemeriksaan lanjutan di Pelabuhan Batu Ampar, Batam, Kepulauan Riau, Rabu (19/6/2019). ANTARA FOTO/Andaru/Mnk/pras.

tirto.id - Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI) mendesak pemerintah secara serius menyelesaikan kasus impor sampah plastik dari berbagai negara. Pasalnya, kata AZWI, saat ini impor sampah yang masuk ke Indonesia mulai tidak terkendali.

Anggota AZWI dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Nur Hidayati mengatakan, hal itu bisa dilihat dari sampah plastik ilegal yang masuk dalam kontainer-kontainer besar tetapi lolos dari pengawasan aparat penegak hukum.

Di sisi lain, kata perempuan yang akrab disapa Yaya ini, membludaknya impor sampah plastik ilegal ini justru terjadi saat Indonesia tidak memiliki kemampuan mengolahnya. Sehingga, ia khawatir hal tersebut dapat memperburuk rekam jejak Indonesia sebagai salah satu negara penghasil sampah plastik terburuk di dunia.

“Indonesia jangan jadi negara penadah sampah impor dan ilegal. Sampah seperti ini seharusnya ada recycle di negaranya masing-masing. Kita kan dikenal negara kedua di dunia yang lepas sampah plastik ke laut. Itu aja enggak bisa ditangani ini kok berani-beraninya terima sampah impor yang enggak jelas,” ucap Yaya dalam konferensi pers di Eksekutif Nasional Walhi pada Selasa (25/6).

Menurut Yaya, pemerintah harus bertanggung jawab menyelesaikan ini, mulai dari membuat peraturan perundang-undangan. Sebab, dari kajian Indonesia Center for Enviromental Law, kerangka hukum perdagangan Indonesia memiliki banyak celah sehingga dapat dimanfaatkan oleh para eksportir untuk memasukkan sampahnya ke Indonesia.

Misalnya, terdapat ketidakjelasan definisi jenis sampah dan limbah plastik seperti apa yang bisa diimpor dalam Permendag No. 31 Tahun 2016. Padahal, seharusnya ada jaminan bahwa sampah yang diimpor tidak boleh tercemar limbah dan B3.

Di samping itu, batas kontaminannya perlu diatur agar tidak mudah ditafsirkan terlalu renggang. Lalu pada kajian Ecoton, ada pentingnya agar impor sampah plastik masuk dalam kategori merah pada sistem Bea dan Cukai agar selalu diperiksa terutama untuk menghindari jenis sampah yang nyatanya tidak bisa didaur ulang atau sama sekali tidak bernilai ekonomi.

“Banyak ketidakpastian di hukum kita dan kompleks jadi sulit di-monitoring. Aparatnya aja belum tentu paham,” ucap Yaya.

Selanjutnya, Yaya menilai perusahaan yang melakukan importasi juga perlu bertanggung jawab. Ia menuturkan, masuknya sampah ini baik disengaja maupun tidak disengaja (diselundupkan bersama impor bahan baku sampah kertas) telah menyebabkan Indonesia mengalami pencemaran lingkungan.

Menurutnya, jika terbukti ada permainan antara importir sampah Indonesia dengan industri di negara asal sampah itu, maka pemerintah perlu menindak tegas, bila perlu melakukan pencabutan terhadap Persetujuan Impor (PI).

“Perusahaan-perusahaan ayng tidak melakukan impor sesuai aturan ditindak. Bisa cabut PI-nya. Masa di Tangerang ada sampah yang diimpor dikasi begitu aja sama masyarakat katanya gratis bisa dijual lagi,” ucap Yaya.

Baca juga artikel terkait SAMPAH PLASTIK atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Alexander Haryanto