Menuju konten utama

Pemerintah Aceh Minta Google Perbaiki Sistem Terjemahan

Kesalahan Google translate yang menerjemahkan "frasa" Aceh tersebut ke dalam bahasa Melayu dianggap mencederai kebhinekaan.

Pemerintah Aceh Minta Google Perbaiki Sistem Terjemahan
Pemeritah Aceh bersama elemen sipil Aceh mendatangi Perwakilan Google Indonesia untuk membicarakan solusi terbaik terkait kesalahan terjemahan Google dari bahasa Aceh ke Bahasa Indonesia. Foto/Saifullah S/ BPPA

tirto.id - Pemerintah Aceh menyambangi kantor Perwakilan Google Indonesia di Pacific Century Place Tower, SCBD, Sudirman, Jakarta Selatan, memperbaiki terjemahan Google dari bahasa bahsa Aceh ke Melayu dan Indonesia.

Dalam keterangan resmi yang diterima Tirto, Kepala Badan Penghubung Pemerintah Aceh (BPPA), Almuniza Kamal, mengatakan, kesalahan Google translate yang menterjemahkan "frasa" Aceh tersebut ke dalam bahasa Melayu dapat mencederai kebhinekaan.

Sebelumnya, salah satu elemen sipil melaporkan adanya beberapa frasa Aceh terjemahan Google dianggap diskriminasi.

"Mungkin bagi sebagian masyarakat di luar Aceh kesalahan terjemahan itu tidak penting, namun tidak bagi masyarakat Aceh. Karena isu tersebut sudah mulai liar dan mengejutkan publik Aceh karena sudah mulai dibicarakan mulai dari warung kopi hingga ke tingkat pejabat," jelasnya, di Kantor Google Indonesia, Senin, 28 Oktober 2019.

Selain itu, kata Almuniza, Google Indonesia juga diminta untuk melakukan koordinasi dengan balai Bahasa Aceh jika melakukan terjemahan.

"Karena kami pemerintah dan harus mengawal dan menjadi lidernya masyarakat Aceh, maka kita sebagai pemerintah Aceh pun tidak bisa melarang kawan-kawan elemen sipil ini jika mereka belum puas dengan apa yang disampaikan google nantinya," jelasnya.

Koalisi NGO HAM Aceh, Zulfikar Muhammad mengatakan, pendekatan kasus ini adalah rasis yang menurut konvensi Internasional tidak boleh terjadi.

Karena itu, saat salah satu aktivis Aceh Haekal Afifa menemukan kesalahan terjemahan yang dapat memantik konflik ini ditarik dalam proses legal, dia merasa perlu mendampingi Haekal terkait hal tersebut.

"Pada posisi ini kita sudah baca surat balasan dari Google. Memang secara kewenangan perbaikan tidak ada di sini. Namun menurut prinsip hemat kami secara hukum Indonesia siapapun adalah ujung tombak dari perusahaan tersebut, terlepas dari kewenangan dan fungsinya," jelasnya.

Dia juga mengatakan sulit untuk memahami cara mesin Google terjemahan ini mendeskripsikan Aceh karena polanya tidak statis. Akhirnya, dengan terjadinya hal seperti itu, terjemahan Aceh di Google translate membuat ribuan terjemahan yang menjurus kepada hal yang negatif.

"Jadi ini kondisi yang sangat rumit karena Aceh punya sejarah panjang di dunia. Penulisan Aceh itu sendiri cukup tinggi di semua literasi dunia. Apalagi bahasa yang diisikan untuk terjemahan hanya tiga bahasa, yakni Jawa, Sunda dan Bali, yang akhirnya membatasi Indonesia yang berbeda-beda budaya dan suku," jelas dia.

Dia juga meminta pihak Google translate menghilangkan sistem saran perbaikan bahasa, melainkan turun langsung dan bekerja sama dengan balai bahasa Aceh misalnya untuk kemudian menerjemahkan bahasa Aceh secara benar.

Sementara, Head of Government Affairs & Public Policy, Indonesia di Google, Putri R. Alam menyampaikan penyesalan dan permohonan maaf kepada seluruh masyarakat Aceh atas kesalahan dan kekeliruan teknologi translate tersebut.

"Kami di sini hanya perusahaan pendukung saja google translate itu produk dari ELC Google di Amerika Serikat. Tadinya kolega-kolega kami dari google ELC Amerika menghubungi dan mau membantu menjelaskan. Tapi karena berbagai hal, akhirnya kita yang diberikan kepercayaan untuk menyampaikan kekeliruan ini," jelasnya.

Putri mengatakan, pihaknya berjanji akan memperbaiki sistem tersebut. Sejak awal kasus ini muncul ke permukaan, tambah dia, pihaknya juga sudah membenarkan sistem terjemahan tersebut.

Baca juga artikel terkait GOOGLE atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Gilang Ramadhan