Menuju konten utama

Pemenang Pilpres 2019 Tak Jamin Sukses Berantas Terorisme

Siapa pun presidennya nanti, tidak mudah mengubah ideologi mantan narapidana terorisme yang memperjuangkan berdirinya negara Islam di Indonesia.

Pemenang Pilpres 2019 Tak Jamin Sukses Berantas Terorisme
Kepala Sub Satgas Humas Tinombala 2019 AKP Wianrto menunjukkan Daftar Pencarian Orang (DPO) terduga teroris Poso di Mapolda Sulawesi Tengah di Palu, Rabu (9/1/2019). ANTARA FOTO/Basri Marzuki/ama.

tirto.id - Isu terorisme secara khusus dibahas dalam debat Capres-Cawapres Pilpres 2019. Analis terorisme, Noor Huda Ismail melihat isu ini tak bisa selesai pada 1-2 periode jabatan presiden saja.

“Siapa pun presiden-wakil presiden yang terpilih pada 2019, masalah terorisme ini selalu ada dan tak bisa selesai dalam waktu dekat, karena ini masalah kemanusiaan” kata Huda dalam keterangan tertulis kepada Tirto, Kamis (17/1/2019).

Pendiri Yayasan Prasasti Perdamaian yang bergerak dalam kegiatan deradekalisasi ini, menilai tidak mudah mengubah ideologi mantan narapidana terorisme yang memperjuangkan berdirinya negara Islam di Indonesia. Apalagi proses ideologisasinya berlangsung selama bertahun-tahun.

“Deradikalisasi bisa dimulai dengan mengubah perilaku mantan napi terorisme daripada mengubah cara pandang dengan catatan tidak menggunakan kekerasan dalam menyampaikan aspirasi politik terkait ideologi. Ada peluang berhasil dengan cara ini,” ujar dia.

Hal itu bisa dicapai dengan menggandeng masyarakat untuk deradikalisasi. Negara, kata dia, tak bisa sendirian memberantas terorisme. Terlebih tantangan lebih berat dengan adanya internet sebagai saluran perekrutan jaringan baru.

Debat pilpres perdana yang digelar hari ini, Kamis (17/1/2019), berlangsung di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan.

Debat ini mengangkat tema Hukum, HAM, Korupsi, dan Terorisme. Debat ini dimoderatori oleh Ira Koesno dan Imam Priyono.

Debat diikuti dua pasang calon, nomor urut 01 Joko Widodo-Maruf Amin, nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno

Dia melanjutkan, penyerangan diduga seorang simpatisan ISIS yang menewaskan seorang polisi di Mako Brimob pada April 2018 lalu menunjukkan penggunaan internet untuk menyebarkan virus terorisme.

“Mereka bergerak melakukan aksi individu (lone wolf) untuk menyerang siapa saja yang dianggap musuh. Internet dan media sosial telah mengubah pola perekrutan dan penyebaran propaganda kelompok terorisme ini,” ungkap dia.

Huda meminta perbedaan pilihan tidak menyurutkan pemberantasan terorisme, karena terorisme telah menjadi musuh bersama melebihi pilihan politik.

“Peran serta dari masyarakat, terutama para pemimpin agama, pendidik, orang tua sangatlah penting,” kata dia.

Baca juga artikel terkait DEBAT CAPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Zakki Amali

tirto.id - Politik
Penulis: Zakki Amali
Editor: Zakki Amali