Menuju konten utama

Pemda Terancam Diberi Sanksi Bila Buat Perda yang Ganggu Investasi

Tarif pajak daerah juga mesti mendukung investasi dan iklim usaha.

Pemda Terancam Diberi Sanksi Bila Buat Perda yang Ganggu Investasi
Dirjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu Astera Primanto Bhakti bersiap menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Senin (20/8/2018). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar

tirto.id - Pemerintah daerah kini dibayangi sanksi bila mengeluarkan perda atau tarif pajak daerah yang tidak mendukung investasi dan iklim usaha. Ketetapan ini diatur dalam Omnibus Law perpajakan yang sudah diserahkan pemerintah ke DPR RI dalam fokus mengubah ketentuan perpajakan daerah.

“Kalau daerah, raperda (atau perda) dia tidak sesuai kebijakan fiskal nasional maka pemerintah bisa mengenakan sanksi,” ucap Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Astera Primanto Bhakti di Gedung Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Selasa (11/2/2020).

Astera mengatakan sanksi yang diberikan bagi pemda ada dua. Pertama, pemerintah bisa meminta daerah mencabut perda yang sudah terlanjur terbit dan mengusulkan revisi pada perda yang masih dalam raperda. Bila diabaikan, pemerintah bisa menggunakan instrumen Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) agar daerah mengikuti permintaan pemerintah.

“Kalau ini tetap dilaksanakan ada mekansime sanksi melalui transfer daerah,” ucap Astera. Hanya saja Astera enggan merinci apakah yang ia maksud adalah pembekuan, penundaan, atau pengurangan TKDD.

Astera bilang selama ini pemerintah sudah terlibat dalam beberapa perda di daerah. Namun, tidak semua daerah mau patuh atau menyerahkan rancangan aturannya ke pemerintah pusat untuk dipelajari dan dievaluasi.

Ketika ditanya apakah pemerintah daerah dapat mengajukan banding bila mereka tidak sepakat dengan ketentuan ini, Astera mengaku omnibus law tidak mengatur apapun terkait hal ini. Ia hanya mengatakan mekanisme yang tersedia hanya sanksi yang ia bicarakan tadi.

“Boleh banding enggak? Kalau masalah itu kita tidak mengatur mekanismenya,” ucap Astera.

Selain urusan perda dan raperda, Astera juga menyinggung upaya pemerintah untuk memuluskan investasi lewat pengaturan tarif secara nasional. Hal ini juga masuk dalam ketentuan omnibus law perpajakan.

Ia mencontohkan bisa saja dalam suatu daerah menerapkan tarif pajak 5 persen padahal keekonomiannya 2,5-3 persen saja. Lalu ada juga daerah-daerah yang menurutnya menerapkan tarif pajak sebesar royalty padahal perusahaan itu sudah membayar tarif royalty pada pos penerimaan lain.

“Kami ingin agar pemda dalam menerapkan tarif pajak tidak menggangu investasi maka tarif dari pajak daerah kalau sudah excesive bisa dirasionalisasikan,” ucap Astera.

Baca juga artikel terkait OMNIBUS LAW PERPAJAKAN atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Gilang Ramadhan