Menuju konten utama

Pemburuan di Nduga Harus Libatkan Tokoh Adat & Tak Korbankan Sipil

Pemerintah didesak untuk libatkan tokoh adat agar pemburuan tak menyasar warga sipil.

Pemburuan di Nduga Harus Libatkan Tokoh Adat & Tak Korbankan Sipil
Prajurit TNI berdoa sebelum menaiki helikopter dengan tujuan di Wamena, Papua, Rabu (5/12/2018). ANTARA FOTO/Iwan Adisaputra

tirto.id - Pemerintah tengah memburu Tentara Pembebasan Nasional Organisasi Papua Merdeka (TPN-OPM) yang diduga membunuh sejumlah pekerja Trans Papua di Nduga, Papua sejak, Selasa (4/12/2018).

Pemburuan jangan sampai menjadikan masyarakat sipil sebagai korban. Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua Komnas HAM Ahmad Taufik Damanik.

"Sebab jika peristiwa pembunuhan tidak ditangani secara tepat dan baik, maka akan muda berkembang menjadi permasalahan HAM lainnya di kemudian hari," kata Taufik di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Rabu (5/12/2018).

Komisioner Komnas HAM Amirudin Al-Rahab mengatakan, pemerintah harus mengedepankan prinsip HAM dalam melakukan pemburuan itu. Selain itu segala tindakan yang dilakukan harus diketahui oleh publik.

"Kami meminta proses penegakan polisi harus terbuka agar tidak terjadi spekulasi-spekulasi baru dikemudian harus," kata Amir di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Rabu (5/12/2018).

"Biar semua orang tahu bahwa tindakan-tindakan itu dilakukan dengan tepat," imbuhnya.

Pendapat serupa juga diungkapkan Direktur Perkumpulan Advokat Hak Asasi Manusia (PAHAM) Papua Gustaf Kawer. Menurutnya TNI dan Polri harus melakukan operasi pencarian pelaku penembakan dengan proporsional dan kompeherensif.

"Jangan sampai membabi buta, dengan mengorbankan warga sipil di Papua. Warga sipil harus dilindungi. Jangan ada pertumpahan darah lagi," kata Gustaf kepada reporter Tirto, Rabu (5/12/2018).

Infografik CI Tiada Sejak Trans Papua Ada

Hal senada juga dinyatakan oleh organisasi seperti Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) dan Setara Institute melalui pernyataan sikapnya.

Gustaf menegaskan, dalam operasi pencarian itu, harusnya memakai pendekatan kultural. Maka dari itu tokoh adat setempat harus dilibatkan, untuk membedakan sipil atau terduga kelompok yang sedang diburu.

"Setelah itu baru bisa memberikan informasi kepada masyarakat, jangan seperti sekarang tiba-tiba sebut ada separatis, padahal belum jelas," tuturnya.

Bukan hanya Gustaf, Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara menilai, pelibatan tokoh masyarakat setempat sangat penting. Sebab mereka mengetahui secara mendalam kondisi sosiologis wilayah operasi pencarian tersebut.

"Kami menyarankan kepada Kepolisian RI untuk tidak hanya gandeng TNI tapi juga tokoh masyarakat dan Pemda yang lebih tahu kondisinya seperti apa. Ini sangat penting," kata Beka di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Rabu (5/12/2018).

Sedangkan Ketua Sinode Gereja Kemah Injil Indonesia (KINGMI) Benny Giay menegaskan, tokoh adat atau masyarakat setempat yang dilibatkan dalam pemburuan itu, harus disaring dengan cermat. Sebab ada petinggi sipil yang justru dipekerjakan untuk membiaskan informasi.

"Yang perlu wartawan ketahui, setiap daerah di Papua, pihak polisi pasti punya tokoh masyarakat sebagai informan, dan itu dibayar. Begitu juga di Nduga. Tentu polisi akan selalu melibatkan mereka. Tapi kan belum tentu benar informasinya," kata seorang paitua yang paling dihormati oleh rakyat Papua itu kepada reporter Tirto, Rabu (5/12/2018).

Baca juga artikel terkait KASUS PENEMBAKAN DI PAPUA atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Hukum
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Dieqy Hasbi Widhana