Menuju konten utama

Pemblokiran PSE Dinilai Wujud Kegagalan Kominfo Urus Digitalisasi

Kominfo diminta menurun ego dan mendengarkan masukan masyarakat terkait pemblokiran sejumlah situs dan aplikasi seperti PayPal, dan lain sebagainya.

Pemblokiran PSE Dinilai Wujud Kegagalan Kominfo Urus Digitalisasi
Ilustrasi Blokir. foto/IStockphoto

tirto.id - Kementerian Komunikasi dan Informatika memblokir Yahoo, PayPal, Epic Games, Steam, Dota, Counter Strike, Origin, dan beberapa aplikasi lainnya lantaran belum mendaftarkan diri ke Kominfo meski telah dikirimi surat teguran. Tapi hanya PayPal yang saat ini berstatus diblokir sementara.

Kewajiban pendaftaran ini tercantum dalam Peraturan Menteri Kominfo Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) Lingkup Privat.

Hemi Lavour Febrinandez, peneliti bidang hukum di The Indonesian Institute berpendapat protes publik yang dilayangkan kepada Kominfo akibat pemblokiran terhadap beberapa situs tersebut merupakan kegagalan pemerintah dalam melakukan tata kelola hukum digital di Indonesia.

“Negara melalui Kominfo, seakan ingin menunjukkan taringnya kepada perusahaan teknologi besar bahwa Indonesia tidak akan takut menjatuhkan sanksi ketika mereka tidak mengikuti aturan main yang ada di Indonesia,” kata Hemi via keterangan tertulis, Senin (1/8/2022).

Meski memblokir, hal yang tidak dipertimbangkan oleh Kominfo ialah dampak sosial yang akan ditimbulkan oleh penerapan regulasi yang dilakukan secara serampangan. Sebelum protes publik terhadap pemblokiran PSE ini pecah, kelompok masyarakat sipil mengingatkan Kominfo bahwa terdapat permasalahan mendasar pada regulasi tersebut.

Dalam peraturan tersebut terdapat beberapa hal yang mengancam kebebasan sipil di ruang digital. Contohnya Pasal 9 ayat (4) yang melarang PSE lingkup privat untuk menayangkan konten dengan muatan meresahkan masyarakat dan mengganggu ketertiban umum.

Frasa ‘meresahkan masyarakat’ dapat ditafsirkan secara bebas dan rentan digunakan untuk melakukan kriminalisasi terhadap individu maupun kelompok yang vokal mengkritik pemerintah. Selain itu, frasa yang sama tidak ada dalam UU ITE yang merupakan aturan induk lahirnya Permenkominfo ini, sehingga dapat diartikan keberadaan aturan ini merupakan hal yang mengada-ada.

Pemblokiran terhadap beberapa PSE lingkup privat dan keberadaan regulasi ini tidak hanya merugikan penyedia layanan digital, namun turut mengancam kebebasan berpendapat, berekspresi, dan data masyarakat di ruang digital.

“Saat ini penting bagi pemerintah dan Kominfo untuk menurunkan ego serta mendengarkan dan menindaklanjuti masukan masyarakat agar hukum yang dihadirkan benar-benar memberikan perlindungan, bukan malah mengancam kebebasan berekspresi, kebebasan memanfaatkan internet, dan kepentingan publik” tutur Hemi.

Sementara, Lembaga Bantuan Hukum Jakarta menyebut Kominfo berlaku otoriter karena upaya pemblokiran. "Pembatasan (pemblokiran) situs internet dan aplikasi tersebut telah melahirkan otoritarianisme," kata pengacara publik LBH Jakarta Teo Reffelsen dalam keterangan tertulis, Minggu.

Kebijakan itu berdampak serius terhadap pelanggaran hak asasi manusia seperti hak berkomunikasi dan mendapatkan informasi, kebebasan berekspresi, serta privasi, dan dinilai melanggar hak-hak lainnya seperti mata pencarian, dalam kaitan hak atas penghidupan yang layak, hak untuk bahagia, hak mengembangkan diri, dan hak lainnya bagi pengguna situs internet.

Baca juga artikel terkait PSE KOMINFO atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Fahreza Rizky