Menuju konten utama

Pembatasan Saksi di Sidang MK: Tidak Tepat, Tapi Harus Dilakukan

Feri Amsari menilai pembatasan jumlah saksi dalam sidang sengketa hasil Pilpres 2019 di MK tidak tepat. Namun, menurut Feri, pembatasan jumlah saksi memang harus dilakukan.  

Pembatasan Saksi di Sidang MK: Tidak Tepat, Tapi Harus Dilakukan
Sidang lanjutan sengketa hasil pilpres di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (18/6/2019). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari menilai pembatasan jumlah saksi dalam sidang sengketa hasil Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK) sebenarnya tidak tepat. Sebab, jumlah saksi yang terbatas membuat pembuktian bisa kurang kuat.

Akan tetapi, Feri setuju dengan pembatasa jumlah saksi di sidang MK. Jika tidak dibatasi jumlahnya, kata dia, setiap pihak yang berperkara akan mendatangkan saksi sebanyak-banyaknya dalam sidang.

“Semisal menentukan saksi 15 orang, padahal kita pahami provinsi kita 34, jika dibagi dua plus satu, itu sudah 18. Kalau mau mendudukkan perkara kecurangan pemilu yang terstruktur, sistematis, dan masif, kata ‘masif’ ini cukup berat jika hanya dibuktikan dengan 15 orang saja,” kata Feri saat ditemui di daerah Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (23/6/2019) siang.

Oleh karena memang harus dibatasi, menurut Feri, kuasa hukum masing-masing pihak dalam sidang MK harus memastikan semua saksi memberikan keterangan beragam yang mendukung dalilnya.

“Jika sudah 15, mestinya harus beda-beda dan beberapa dari kita akan berbeda melihatnya secara umum persoalan ini,” ujar dia.

Sementara soal ahli di sidang MK, kata Feri, memang seharusnya dibatasi jumlahnya. Pembatasan itu, menurut dia, terutama untuk ahli dari bidang hukum.

Dia menjelaskan jumlah ahli bidang hukum yang dihadirkan dalam sidang MK perlu dibatasi sebab para hakim sebenarnya ialah para pakar hukum. Feri menyitir satu adagium hukum yang terkenal, yaitu “ius curia novit, curia novit jus” atau "hakim dianggap mengetahui semua hukum."

“Kenapa ahli hukum yang didatangkan kalau hakim sendiri dianggap tahu hukum? Makanya mendatangkan ahli IT menurut saya tepat, ketimbang didatangkan ahli hukum,” ujar dia.

Sidang sengketa hasil Pilpres 2019 kini tinggal menunggu pembacaan putusan. Majelis hakim MK memiliki waktu hingga 28 Juni untuk mengambil keputusan. Sepanjang persidangan yang dimulai sejak 14 Juni lalu, banyak hal yang terungkap dan diperdebatkan dengan sengit oleh kubu Prabowo-Sandiaga, KPU, Bawaslu dan Jokowi-Ma'ruf.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Hukum
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Addi M Idhom