Menuju konten utama

Pembatasan Informasi HGU, Walhi: Memperparah Konflik Agraria

Pembatasan informasi hak guna usaha (HGU) lahan justru memperparah konflik agraria berupa tumpang tindih lahan serta bisa berdampak pada kerusakan ekologis.

Pembatasan Informasi HGU, Walhi: Memperparah Konflik Agraria
Petugas Manggala Agni berusaha memadamkan kebakaran lahan gambut di Pekanbaru, Riau, Selasa (19/3/2019). ANTARA FOTO/Rony Muharrman/nz

tirto.id - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) akan melayangkan protes kepada Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian karena telah memasukkan informasi Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan kelapa sawit ke dalam informasi tertutup bagi publik.

Direktur Eksekutif Nasional (Eknas) Walhi, Nurhidayati menilai, sikap Kemenko Perekonomian sebagai langkah mundur dan pembangkangan terhadap perintah presiden untuk mempercepat penyelesaian konflik agraria dalam rapat terbatas, Jumat (3/5/2019).

"Bahkan presiden menyatakan saat itu kalau perusahaaan itu membandel cabut saja izinnya. Ini kan seolah-olah tegas. Tapi ini malah dilegitimasi oleh menteri-menterinya sendiri," kata Nurhayati dalam konferensi pers di kantor Walhi, Tegal Parang, Jakarta Selatan, Kamis (9/5/2019).

Protes Walhi berawal dari surat Deputi Bidang Kordinasi Pangan dan Pertanian Kemenko Perekonomian, Musdhalifah Machmud, kepada perusahaan-perusahaan sawit di Indonesia serta Dewan Minyak Sawit Indonesia tertanggal 6 Mei 2019. Di dalamnya mengklasifikasikan informasi HGU sawit tertutup bagi masyarakat.

Nurhidayati juga mengatakan, HGU perkebunan kelapa sawit justru jadi salah satu pemicu konflik agraria.

Penyebab konflik, lanjut dia, dipicu proses pemberian HGU yang tidak transparan dan tanah yang dikuasai perusahaan tumpang tindih dengan tanah milik warga.

Ia menilai aneh pelarangan publik mengakses informasi HGU ini. Sebelum perusahaaan memegang konsesi, kata dia, lahan yang ada justru sudah dimanfaatkan terlebih dahulu oleh warga setempat.

Melihat kronologi pemberian HGU, kata dia, seharusnya publik bisa dengan mudah mengaksesnya.

"Kalau informasi soal HGU yang berasal dan publik tidak bisa diakses, artinya memang [kementerian] ATR/BPN perlu dievaluasi oleh presiden. Dalam kondisi ini presiden perlu bersikap tegas untuk menunjukkan keberpihakannya pada rakyat dan lingkungan hidup," ungkap dia.

Walhi juga menilai, upaya untuk menjadikan HGU sebagai informasi non-publik bisa membawa dampak buruk bagi sektor perizinan, karena rawan korupsi.

Dampak lain kebijakan pembatasan informasi HGU, kata dia, akan menghambat sinkronisasi data antarkementerian, mengingat perbedaan data yang cukup signifikan antara Badan Pertahanan Nasional dan Kementerian Pertanian.

Di samping itu, kata dia, hal ini juga menimbulkan ketidakpastian hukum, lantaran Mahkamah Agung sudah memutuskan agar pemerintah membuka data HGU sebagai informasi publik berdasarkan putusan bernomor register 121 K/TUN/2017.

Dampak ikutannya, kata dia, kebijakan ini adalah bisa meningkatkan bencana ekologis dan kerusakan lingkungan.

Sebab, dalam catatan Walhi, pemerintah mengeluarkan izin HGU (didominasi untuk lahan sawit) seluas 1.859.932,50 hektare yang masuk kawasan kesatuan hidrologis gambut (KHG).

Baca juga artikel terkait HAK GUNA USAHA atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Zakki Amali