Menuju konten utama
FIFA World Cup U-20

Pembatalan Piala Dunia U-20 di RI: antara Keamanan & Politis

FIFA tak gamblang soal alasan spesifik pembatalan Indonesia jadi tuan rumah Piala Dunia U-20. Apakah faktor keamanan atau politis?

Pembatalan Piala Dunia U-20 di RI: antara Keamanan & Politis
Warga berjalan di dekat papan promosi Piala Dunia U-20 Indonesia 2023 di kawasan GBK Arena, Jakarta, Kamis (30/3/2023). FIFA resmi mencabut status Indonesia sebagai tuan rumah untuk gelaran Piala Dunia U-20 2023 mendatang. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/nym.

tirto.id - Pertemuan antara Ketua Umum Persatuan Sepakbola Indonesia (PSSI) dengan Presiden FIFA, Gianni Infantino di Doha, Qatar pada 29 Maret 2023 tak membuahkan hasil positif. FIFA memutuskan tetap membatalkan Piala Dunia U-20 digelar di Indonesia.

Hal tersebut sebagai respons FIFA atas situasi terkini yang terjadi di Tanah Air, salah satunya soal penolakan terhadap Timnas Israel sebagai salah satu peserta Piala Dunia U-20. Keberadaan Israel, meski belum menginjakkan kaki di Indonesia, tak disambut baik oleh beberapa pihak dalam negeri.

Dua di antaranya adalah kepala daerah dari PDIP, yaitu: Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo dan Gubernur Bali, I Wayan Koster. Padahal wilayah kekuasaan kedua kepala daerah ini akan menjadi bagian dari penyelenggaraan Piala Dunia U-20 2023.

Selain itu, ada juga masyarakat yang menolak melalui media sosial perihal keikutsertaan Israel, bahkan ada ormas keagamaan yang akan berdemonstrasi dan bakal mencegat rombongan Timnas Israel di bandara kedatangan.

Mungkin saja penolakan-penolakan ini menjadi salah satu pertimbangan FIFA. Usai pertemuan dengan Erick Thohir, FIFA sebagai federasi sepak bola internasional, membuat keputusan yang mengejutkan masyarakat Indonesia.

“FIFA telah memutuskan, karena situasi saat ini, untuk mencopot Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia FIFA U-20 2023. Tuan rumah baru akan diumumkan sesegera mungkin, dengan tanggal penyelenggaraan turnamen yang saat ini masih belum berubah. Potensi sanksi terhadap PSSI juga dapat diputuskan pada tahap selanjutnya,” sebut FIFA dalam keterangan tertulis.

“FIFA ingin menggarisbawahi bahwa terlepas dari keputusan ini, FIFA tetap berkomitmen untuk secara aktif membantu PSSI, melalui kerja sama yang erat dan dengan dukungan dari pemerintah Presiden Jokowi, dalam proses transformasi sepak bola Indonesia setelah tragedi yang terjadi pada Oktober 2022.”

Namun yang "dijanjikan" FIFA ialah anggota tim FIFA akan terus hadir di Indonesia dalam beberapa bulan mendatang dan akan memberikan bantuan yang diperlukan kepada PSSI, di bawah kepemimpinan Erick Thohir.

Pertemuan baru antara Presiden FIFA dan Ketua Umum PSSI untuk diskusi lebih lanjut akan segera dijadwalkan.

Keamanan jadi Alasan?

Pengamat sepakbola, Budiarto Shambazy berpendapat, faktor keamanan adalah hal utama. "Keamanan yang utama. Ada risiko, tapi sebelumnya risiko tersebut mau diambil oleh Indonesia. Dugaan saya FIFA masih meragukan kemampuan aparat Indonesia, usai kejadian Kanjuruhan," ucap dia kepada Tirto, Kamis, 30 Maret 2023.

Insiden Kanjuruhan memang menyedihkan bagi persepakbolaan negeri ini. Karena tragedi yang terjadi pada 1 Oktober 2022 ini setidaknya mengakibatkan 135 orang meninggal, 26 orang luka berat dan 596 orang luka ringan.

Perihal penolakan Timnas Israel, Budiarto menilai "Itu ada agenda tertentu. Ada agenda politik. Terpenting, ada keraguan terhadap kemampuan aparat Indonesia. Kita saja ragu, kok. Kejadian Kanjuruhan sangat luar biasa.”

FIFA secara organisasi juga tidak gamblang menyebut alasan spesifik pembatalan Indonesia sebagai tuan rumah. Apakah ini menyangkut kredibilitas yang khawatir menurun? Budiarto berujar upaya itu sebagai bahasa diplomasi saja dan Infantino bersimpati cukup mendalam terhadap Indonesia.

WAKETUM PSSI KUNJUNGI TIMNAS U20

Wakil Ketua Umum PSSI Zainudin Amali (kedua kiri) berbincang dengan pesepak bola Timnas U20 saat mengunjungi pemusatan latihan di Jakarta, Kamis (30/3/2023). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/nym.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi menyatakan, kondisi keamanan dalam negeri Indonesia tidak ada masalah. Secara umum, negara ini kaya pengalaman dalam hal pengamanan turnamen olahraga. Awalnya, tidak ada alasan untuk meragukan kesiapan.

Terkait pembatalan Piala Dunia U-20, yang bisa saja peristiwa Kanjuruhan sebagai salah satu alasan, itu dapat dipahami dan diterima sebagai bentuk evaluasi.

“Publik tahu bahwa tragedi itu terjadi karena diabaikannya sejumlah ketentuan FIFA oleh penyelenggara dan kepolisian, terutama yang berkaitan dengan keamanan pertandingan dan keselamatan penonton," ucap Fahmi.

Di sisi lain, kehadiran Timnas Israel jelas berpeluang meningkatkan kerawanan dan potensi gangguan keamanan. Persiapan gelaran Piala Dunia yang awalnya 'landai' dengan rencana pengamanan 'normal', akhirnya berkembang menjadi lebih rumit dan berbiaya tinggi. "Jadi wajar saja jika kemudian muncul keraguan."

Apakah ada solusi jika faktor keamanan jadi alasan rencana penyelenggaraan kegiatan-kegiatan internasional mendatang? Fahmi menuturkan, Piala Dunia U-20 dianggap sebagai situasi khusus. Problem utama adalah penolakan terhadap Timnas Israel yang jika diabaikan, dapat memicu persoalan keamanan dan meningkatkan risiko di dalam maupun di luar arena.

“Kalau ada yang perlu dilakukan sebagai pembenahan maupun antisipasi ke depan, menurut saya alangkah baiknya kesempatan ini digunakan untuk melakukan pembenahan regulasi keamanan dan penyelarasan antara industri olahraga dan industri keamanan," jelas Fahmi.

Penyelenggaraan sepakbola kelas dunia itu bagian dari industri olahraga. Salah satu targetnya ialah cuan. Maka dalam hal penyelenggaraan keamanan, terutama di arena, perlu dikaji peluang pelibatan signifikan industri keamanan. Jadi polisi tetap dalam peran-peran di luar arena seperti penegakan kamtibmas, kelancaran lalu lintas, hingga penanganan tindak kejahatan.

Hal-hal yang bersifat transaksional biarlah diurus panitia penyelenggara bersama Badan Usaha Jasa Pengamanan (BUJP). Dengan begitu akuntabilitas dalam penyelenggaraan pengamanan bisa menjadi lebih rasional, terukur dan proporsional.

Supaya tidak lagi seperti yang sering terjadi, lanjut Fahmi, seberapa ketat pengamanan dilakukan bukan berdasar analisis kebutuhan dan biaya yang masuk akal dan melanggar prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik namun dilazimkan.

“Sebenarnya ada banyak urusan keamanan yang mestinya tidak secara langsung ditangani kepolisian negara. Itulah salah satu alasan, mengapa Indonesia perlu punya undang-undang yang memayungi kiprah industri keamanan," terang Fahmi.

Konsekuensi yang Mesti Ditanggung

Penolakan Timnas Israel ke Indonesia tak hanya dilakukan oleh beberapa elemen masyarakat. Pimpinan daerah lokasi penyelenggaraan, yaitu Gubernur Bali, I Wayan Koster dan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo juga menolak.

Ganjar berkata, jika perlu ada upaya agar Piala Dunia U-20 di Indonesia bisa berjalan sukses tanpa hadirnya Timnas Israel. Hal ini perlu adanya terobosan dari pihak terkait termasuk dengan melobi FIFA.

Dia mendukung sikap PDIP yang menolak kehadiran tim Israel. "Dalam konteks (Piala Dunia) U-20 kami mendorong upaya-upaya yang mesti dilakukan oleh pemerintah. Dalam hal ini menerobos agar U-20 tetap sukses, tapi tidak menghadirkan Israel," ucap Ganjar dalam keterangan tertulis, 23 Maret lalu.

Sementara Koster menulis surat kepada Menteri Pemuda dan Olahraga pada 14 Maret 2023. Dia menolak Timnas Israel berlaga di Bali. Padahal dalam rapat pada Januari 2023 bersama Zainudin Amali yang saat itu menjabat sebagai Menpora, Koster mendukung acara tersebut.

Di disi lain, Presiden Joko Widodo menjamin keikutsertaan tim Israel dalam piala dunia kali ini di masa depan. Ia menegaskan bahwa keterlibatan Timnas Israel tidak berhubungan dengan sikap Indonesia dalam masalah Palestina.

“Saya menjamin keikutsertaan Israel tidak ada kaitannya dengan konsistensi posisi politik luar negeri (Indonesia) terhadap Palestina. Karena dukungan kita kepada Palestina selalu kokoh dan kuat," kata kepala negara merespons polemik.

Koster, Ganjar, dan Jokowi adalah kader PDIP, parpol penguasa yang menolak kehadiran Timnas Israel. Bahkan publik menilai kegagalan Indonesia jadi tuan rumah akibat perbuatan dua nama pertama.

Sekjen DPP PDIP, Hasto Kristiyanto pun buka suara soal penolakan ini. Dia mengaku pihaknya sangat menyesalkan dan bersedih lantaran langkah FIFA.

“Ini tentu menjadi pelajaran berharga. Sikap yang kami sampaikan sejak awal, tidak pernah menolak Piala Dunia U-20 digelar di Indonesia," ucap dia dalam keterangan tertulis, Kamis (30/3/2023).

Hasto bilang yang PDIP sampaikan adalah hal yang fundamental guna menyuarakan kemanusiaan dalam hubungan antarbangsa dengan menolak kehadiran Israel serta potensi kerentanan sosial dan politik yang akan ditimbulkan oleh kehadiran Timnas Israel.

“Sikap kami ini sama dengan FIFA ketika mencoret Rusia dari babak playoff Piala Dunia, jadi ada preseden,” kata Hasto.

KARANGAN BUNGA DI GBK ARENA

Petugas membawa karangan bunga di GBK Arena, Jakarta, Kamis (30/3/2023). Karangan bunga tersebut merupakan bentuk dukungan sekaligus kekecewaan berbagai pihak setelah batalnya Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 2023. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/nym.

Tunas Muda yang Jadi Korban

“Perasaan kami tentu sangat sedih dan kecewa. Kami sudah latihan bersama sekitar dua tahun, tapi apa boleh buat. Kejadian ini buat mimpi kita terkubur," ujar salah satu pemain Timnas U-20, Kadek Arel Priyatna.

Kadek dan pemain timnas U-20 lainnya, Hugo Samir, kompak mengenakan pita hitam tepat di lengan kiri. Ia menyebut pita hitam merupakan tanda telah terkuburnya mimpi anak muda Indonesia untuk bisa berlaga di pentas dunia.

Bagi Kadek, hal ini kian menyakitkan lantaran salah satu pihak yang menolak ialah I Wayan Koster. Kadek tidak menyangka kepala daerahnya justru malah menghambat mimpi anak-anak muda Indonesia untuk bisa bersaing di pentas dunia.

“Jujur saya kaget, kepala daerah saya sendiri yang menolak Israel. Seharusnya itu bisa menambah wawasan wisatawan tentang Bali di mata dunia," kata Kadek.

Pelatih timnas Indonesia, Shin Tae Yong pun mengaku sakit hati dengan putusan FIFA. “Saya sakit hati. Saya sendiri saja sangat lelah," kata Shin di Hotel Sultan, Jakarta, Kamis (30/3/2023).

Ketika para pemain dan ofisial berkumpul setelah pengumuman pembatalan, pria asal Korea Selatan itu mengaku tengah berdiam diri di kamar.

Sementara itu, anggota Exco PSSI periode 2003-2011, Subardi menilai, Indonesia akan menanggung malu setelah putusan FIFA. Keputusan ini akan merugikan sepak bola Tanah Air dan mencoreng nama baik Indonesia di mata dunia. Bahkan PSSI harus bersiap jika FIFA akan menjatuhkan sanksi.

Baca juga artikel terkait PIALA DUNIA U-20 2023 atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Abdul Aziz