Menuju konten utama

Pelihara Masa Depan dengan Kemandirian

Penanaman modal asing, terutama yang berjenis foreign direct investment (FDI), memang berguna untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun, ia ibarat pedang bermata dua

Pelihara Masa Depan dengan Kemandirian
Ilustrasi Monas. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Kemandirian. Kata itu merupakan salah satu kunci program prioritas pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Dikemas dalam istilah Nawacita, poin ketujuh program tersebut adalah “mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.” Kita tahu, sektor-sektor strategis pendukung pergerakan ekonomi domestik semestinya berada di bawah kendali dan tanggungjawab BUMN. Tak terkecuali industri semen.

Pada 2015, seiring gencarnya pembangunan infrastruktur oleh pemerintah Jokowi-JK, 10 pemain baru di industri semen, baik dari kalangan asing maupun swasta nasional, bermunculan, antara lain Siam Cement (Thailand), Semen Merah Putih (Wilmar Group, Singapura), Anhui Conch Cement (Cina), Ultratech (India), Semen Puger (Indonesia), Semen Barru (Fajar Group, Indonesia), Semen Panasia (Pan Asia Group, Singapura), Jui Shin Indonesia (Cina), Semen Gombong (Medco Group, Indonesia), dan Semen Grobogan (Gajah Tunggal Group, Indonesia). Kemunculan para pemain baru itu memaksa para pemain lama seperti Indocement dan Holcim berbagi pasar di Indonesia.

Potensi dan Pasar Semen Domestik

Kapasitas produksi terpasang nasional tahun 2017 adalah 107,4 juta ton, sedangkan kebutuhannya sebesar 66,3 juta ton, sehingga terjadi kelebihan pasokan hampir 38 juta ton. Namun, itu tidak serta-merta membuat para pelaku bisnis semen mengerem aktivitas bisnis. Potensi pasar semen dalam negeri senantiasa terbuka. Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah dan Panjang periode 2015-2019, pemerintah menargetkan pembangunan jalan baru sepanjang 2.650 KM, jalan tol 1.000 KM, dan pemeliharaan jalan sepanjang 46.770 KM. Pada industri penerbangan, pemerintah pun berencana membangun 15 bandara baru serta mengembangkan bandara untuk pelayanan kargo udara di 6 titik.

Selain itu, Rencana Strategis Kementerian Perindustrian 2015-2019 mencatat: pemerintah menargetkan pembangunan 14 kawasan industri baru di luar Pulau Jawa serta pembangunan kawasan-kawasan industri di Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri (WPPI). Dari sektor properti, pemerintah juga mendorong penyediaan perumahan bagi masyarakat, terutama yang berpenghasilan rendah. Asosiasi Semen Indonesia (ASI) menyatakan 65 persen permintaan semen nasional sepanjang 2017 berasal dari sektor properti.

Bersaing dengan raksasa-raksasa mulstinasional di dalam negeri, keberadaan perusahaan-perusahaan semen BUMN seperti Semen Indonesia dan Semen Baturaja jelas penting. Lebih-lebih jika mengingat perusahaan itu sebagai perusahaan BUMN, tetap harus mengikuti prosedur dan governansi yang ditetapkan oleh para vendor dan tetap sama prosesnya dengan para kompetitor.

Semen Indonesia—beserta anak-anak perusahaannya yang kadang lebih dikenal masyarakat: Semen Gresik, Semen Padang, dan Semen Tonasa saat ini masih menjadi pemimpin pasar semen dalam negeri dengan 41,7 persen. Namun, berdasarkan data ASI pada 2017, 63 persen pasar semen di Indonesia justru dikuasai pihak asing dan swasta nasional. Sisanya, 37 persen, dikuasai Semen Indonesia dan Semen Baturaja. Di hadapan cita-cita kemandirian, persentase penguasaan pasar perusahaan-perusahaan plat merah tentu belum layak bikin puas diri.

Infografik Advertorial Semen Indonesia

Memelihara Masa Depan

Dalam makalah yang dipublikasikan Habibie Center, “Kemandirian Ekonomi Bangsa: Ke Mana Membangunnya?”, Direktur Utama Center of Information and Development Studies (CIDES) Umor Juoro menyatakan: untuk mencapai kemandirian ekonomi bangsa, Indonesia perlu merevitalisasi dan meningkatkan daya saing produk manufaktur dalam negeri.

Penanaman modal asing, terutama yang berjenis foreign direct investment (FDI), memang berguna untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun, ia ibarat pedang bermata dua. Shafiq Dhanani & Syed Asif Hasnain dalam “The Impact of Foreign Direct Investment on Indonesia's Manufacturing Sector” yang diterbitkan Journal of the Asia Pacific Economy, volume 7 (2002), mengatakan: “FDI berakibat buruk terhadap keseimbangan impor dan ekspor (balance of payments), dan memperparah defisit berkelanjutan produk-produk manufaktur karena kecenderungannya yang lebih besar untuk mengimpor masukan-masukan produksi dari luar negeri.”

Masukan produksi itu melingkupi bahan baku hingga tenaga konsultan. Karena itu, hasil penanaman modal asing justru lebih banyak berakhir di negara asal investor. Pada 2015, data neraca pendapatan primer menunjukkan: pendapatan investasi langsung senilai USD 18 miliar mengalir ke luar negeri.

Dalam sebuah siaran pers pada 2016, Direktur Jenderal Ketahanan dan Pengembangan Akses Industri Internasional Kementerian Perindustrian Harjanto memperkenalkan perusahaan semen asal Cina Anhui Conch sebagai salah satu penanam modal besar, dengan total investasi USD 5,7 miliar dan kapasitas produksi sebesar 20 juta ton per tahun.

Anhui Conch adalah Goliat. Mereka penghasil semen terbesar ketiga di dunia setelah Lafarge Holcim dan CNBM, dengan kapasitas produksi sebesar 209 juta ton.

Perusahaan itu berencana mendirikan enam pabrik—lima integrated plant dan satu grinding plant—di Kalimantan Selatan, Banten, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, dan Papua Barat, seakan-akan hendak mengepung perusahaan-perusahaan semen dalam negeri yang menjadikan Jawa sebagai pusat operasinya.

Salah satu konsekuensi langsung bersaing dengan perusahaan raksasa, yang mempunyai modal dan kapasitas produksi jauh lebih besar, adalah pontang-panting dalam menentukan harga.

Skenario ini dapat berujung malapetaka. Bagaimana misalnya, demi mempertahankan kelangsungan bisnis, perusahaan-perusahaan semen gelap mata, mengabaikan kualitas agar dapat mematok harga serendah-rendahnya? Kiranya kita tak lagi sanggup menghasilkan mahakarya-mahakarya konstruksi yang bertahan lama seperti Monumen Nasional dan Masjid Istiqlal.

Tak hanya perkara semen. Secara luas, penggunaan produk-produk dalam negeri oleh masyarakat serta keberpihakan pemerintah bagi perusahaan-perusahaan milik sendiri adalah upaya nyata untuk memelihara masa depan.

Baca juga artikel terkait INDUSTRI SEMEN atau tulisan lainnya dari Zulkifli Songyanan

tirto.id - Bisnis
Penulis: Zulkifli Songyanan
Editor: Dea Anugrah