Menuju konten utama

Pelecehan di KRL, Edukasi Dinilai Lebih Baik daripada Pisah Gerbong

Bentuk edukasi terkait pelecehan seksual dinilai Komnas Perempuan lebih baik dan efektif dilakukan daripada pemisahan gerbong antara laki-laki dan perempuan.

Pelecehan di KRL, Edukasi Dinilai Lebih Baik daripada Pisah Gerbong
Petugas PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) melakukan kampanye pencegahan pelecehan seksual di Stasiun Sudirman, Selasa (12/3/2019). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Komisioner Komnas Perempuan Mariana Imanuddin mengatakan bahwa bentuk edukasi terkait pelecehan seksual lebih baik dan efektif dilakukan daripada bentuk pemisahan laki-laki dan perempuan melalui keberadaan gerbong khusus perempuan.

“Gerbong wanita bukan solusi secara keseluruhan,” kata Mariana dalam konferensi pers di Stasiun KRL Sudirman, Jakarta, pada Selasa (12/3/2019).

Mariana menjelaskan bahwa pemisahan gerbong memang jalan pintas untuk jangka waktu pendek.

“Gerbong perempuan memang salah satu cara yang mempercepat agar risih,” ujarnya.

Namun, kata Mariana, kebijakan tersebut bukanlah langkah yang tepat untuk menghentikan pelecehan yang terjadi di KRL.

“Itu adalah kebijakan atau afirmasi agar penumpang perempuan bisa merasa nyaman,” kata Mariana.

Mariana justru mengapresiasi langkah yang diambil oleh pihak KRL melalui PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) dengan melakukan kampanye dan edukasi terkait pelecehan seksual.

Bentuk kampanye tersebut dengan cara menayangkan terkait bentuk pelecehan, serta cara agar korban ataupun penumpang dapat langsung melaporkannya ke pihak petugas.

“Kami jauh lebih apresiasi ketika ada edukasi publik karena efeknya untuk jangka panjang,” ujar Mariana.

Eva Chairunisa, VP Komunikasi Perusahaan PT KCI mengatakan, Pelecehan seksual yang dilaporkan ke petugas KRL berjumlah 25 kasus pada tahun 2017.

“Tetapi tidak ada satu pun yang dilanjutkan ke polisi,” kata Eva.

Di tahun 2018, laporan yang masuk sejumlah 34 kasus.

“20 di antaranya dilaporkan ke kepolisian,” kata Eva.

Saat tidak ada yang menindaklanjuti ke pihak kepolisian, kata Eva, akan menjadi kekhawatiran tersendiri.

“Karena ada yang pelakunya dia-dia lagi,” ujarnya.

Pelecehan yang terjadi pun bentuknya beragam. Eva mengatakan bentuk-bentuk yang sering terjadi antara lain adalah meraba paha atau kemaluan, meraba pantat, menggesekkan kemaluan pada penumpang lain yang duduk atau berdiri, meraba dada atau pinggang dari samping atau belakang.

Berdasarkan data pelaporan yang masuk ke pihak KRL, kata Eva, pelakunya 100 persen adalah laki-laki. Sedangkan korban, walaupun mayoritasnya adalah perempuan, tetapi ada di antaranya laki-laki.

Baca juga artikel terkait PELECEHAN SEKSUAL atau tulisan lainnya dari Fadiyah Alaidrus

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Fadiyah Alaidrus
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno