Menuju konten utama

Pelapor Khusus PBB: Pemerintah RI Gagal Sediakan Udara Bersih

Ahli lingkungan dari Kanada menilai pemerintah Indonesia gagal untuk meningkatkan kualitas udara Jakarta.

Pelapor Khusus PBB: Pemerintah RI Gagal Sediakan Udara Bersih
Seorang warga melakukan aksi mengawal sidang perdana gugatan terkait polusi udara Jakarta di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Kamis (1/8/2019). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/foc.

tirto.id - Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) mengutus seorang Pelapor Khusus (UN Special Rapporteur) bernama David R. Boyd untuk melayangkan surat pendapat keahliannya (amicus curiae) kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Surat itu terkait gugatan warga kepada tujuh pejabat negara atas pencemaran udara Jakarta yang berjalan sangat lambat sejak dimulai pada 16 bulan lalu—tepatnya 4 Juli 2019. Surat itu dikirimkan Boyd tertanggal 9 Oktober 2020 ke PN Jakarta Pusat.

Dalam surat yang diterima wartawan Tirto, Boyd menilai masalah pencemaran udara di Jakarta memiliki kepentingan global mengingat posisinya sebagai salah satu ibu kota terbesar di dunia.

“Jakarta ... memiliki kualitas udara sangat buruk meski pemerintah Indonesia telah mencantumkan hak atas lingkungan yang baik dan sehat untuk warga negaranya dalam konstitusi dan undang-undang mereka,” kata Boyd dalam Amicus Brief.

Boyd, yang menjabat sebagai profesor di Universitas British Columbia Kanada itu mengungkapkan tujuannya mengirim pandangannya ini untuk membantu pengadilan dalam mengembangkan yurisprudensi Indonesia, dan memberi perspektif ahli tentang hukum HAM internasional yang relevan serta hukum konstitusional komparatif.

“Udara bersih adalah komponen penting dari hak atas lingkungan yang baik dan sehat, dan pemerintah Indonesia gagal memenuhi kewajiban mereka untuk mengambil tindakan yang diperlukan dalam meningkatkan kualitas udara,” katanya.

“Melindungi hak asasi manusia dari efek berbahaya polusi udara merupakan kewajiban konstitusional dan legislatif bagi pemerintah di Indonesia, bukan sebuah pilihan. Dengan hormat saya sampaikan bahwa pemerintah Indonesia gagal untuk meningkatkan kualitas udara luar ruangan di Jakarta,” tambahnya.

Kata Boyd, ketika pemerintah gagal bertindak cepat dalam mengatasi pelampauan baku mutu udara yang berkepanjangan dan terus-menerus, hal itu menjadi pelanggaran terhadap hak konstitusional atas lingkungan yang baik dan sehat.

“Berdasarkan hukum hak asasi manusia internasional dan hukum konstitusional domestik tentang penerapan hak atas lingkungan yang sehat, laporan saya kepada Dewan Hak Asasi Manusia pada tahun 2019 menjelaskan tujuh langkah kunci yang harus diambil oleh negara untuk memenuhi hak atas lingkungan yang sehat dalam konteks udara,” papar Boyd.

Sementara itu, Yuyun Ismawati, salah satu penggugat dalam kasus ini, menanggapi amicus curiae dari Boyd sebagai pengingat kepada pemerintah untuk memenuhi kewajibannya memberikan udara yang sehat kepada warganya.

“Kami senang UN Special Rapporteur David Boyd secara gamblang dan lugas menyampaikan amicus curiae yang menekankan kewajiban negara untuk memenuhi hak untuk hidup sehat warga negaranya,” kata Yuyun dalam keterangan tertulisnya, Senin (15/11/2020) pagi.

Ia mengatakan pada 7 Oktober lalu dalam Sidang ke-14 UN Human Rights Council, disepakati keputusan penting yang diadopsi, yang mengingatkan mandat pemerintah untuk merealisasikan hak-hak anak untuk hidup di lingkungan yang sehat.

“Seperti halnya tuntutan kami para penggugat, Boyd juga mengingatkan bahwa Pemerintah harus mengakui dan mengevaluasi sistem pemantauan udara, mengatur dan mengontrol lebih ketat sumber-sumber pencemaran udara. Sanksi hukum juga harus ditegakkan, dan perbaikan harus dilaksanakan dengan sungguh-sungguh,” kata Yuyun.

Kuasa hukum Tim Advokasi Koalisi Inisiatif Bersihkan Udara Koalisi Semesta (Koalisi Ibukota) yang mendampingi gugatan warga atas udara buruk, Ayu Eza Tiara berharap surat dari utusan khusus PBB bisa menjadi pertimbangan serius bagi majelis hakim dalam memutus perkara ini demi terciptanya lingkungan yang bersih dan sehat, terutama hak atas udara yang bersih.

“Sudah saatnya pemerintah lebih membuka mata pada data-data kondisi buruk kualitas udara yang telah begitu banyak tersaji baik di lingkungan nasional maupun internasional, daripada sibuk membela diri, ketika telah secara nyata kondisi udara yang ada saat ini membawa kerugian untuk masyarakat,” katanya.

Gugatan warga negara tentang polusi udara Jakarta telah dimulai dengan mengirimkan notifikasi kepada tujuh tergugat pada 5 Desember 2018 silam. Dalam penyerahan gugatan yang dilayangkan pada 4 Juli 2019 lalu, ditetapkan tujuh pejabat pemerintahan sebagai para Tergugat dan Turut Tergugat.

Tujuh pejabat yang digugat adalah Presiden Republik Indonesia (Tergugat 1), Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Tergugat 2), Menteri Dalam Negeri (Tergugat 3), Menteri Kesehatan (Tergugat 4). Lalu Gubernur DKI Jakarta (Tergugat 5), Gubernur Banten (Turut Tergugat 1) dan Gubernur Jawa Barat (Turut Tergugat 2).

Adapun aturan yang digugat untuk direvisi salah satunya Peraturan Pemerintah nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara.

Baca juga artikel terkait SIDANG GUGATAN POLUSI UDARA atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Bayu Septianto