Menuju konten utama

Pelanggaran Kebebasan Naik, Koalisi Seni Rilis Sistem Pelaporan

Koalisi Seni meluncurkan sistem pelaporan terkait pelanggaran kebebasan berkesenian bagi masyarakat dan pelaku kesenian.

Pelanggaran Kebebasan Naik, Koalisi Seni Rilis Sistem Pelaporan
Koalisi Seni Luncurkan Sistem Pemantauan. tirto.id/M Fajar Nur

tirto.id - Koalisi Seni melaporkan kenaikan kasus pelanggaran kebebasan berkesenian di Indonesia. Organisasi nirlaba ini mencatat sedikitnya terdapat 45 kasus pelanggaran kebebasan berkesenian pada 2010-2020.

Sementara sepanjang 2021, pelanggaran kebebasan berkesenian di Tanah Air terjadi sebanyak 48 kasus.

Guna menekan tingginya angka pelanggaran kebebasan berkesenian tersebut, Koalisi Seni meluncurkan sistem pelaporan bagi masyarakat dan pelaku kesenian.

Manajer Advokasi Koalisi Seni, Hafez Gumay mengatakan pencatatan data selama ini masih dilakukan melalui pemantauan media. Ia berharap dengan diluncurkannya sistem pelaporan akan membuat kasus pelanggaran kebebasan berkesenian yang tak disorot media bisa tercatat.

“Ini hak kita semua untuk bisa sama-sama menikmati kesenian,” kata Hafez dalam peluncuran sistem tersebut di Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat, Rabu (10/5/2023).

Menurut Hafez, pelanggaran kebebasan berkesenian bukan saja merugikan seniman namun juga masyarakat.

Sistem pelaporan yang digagas Koalisi Seni dapat diakses melalui halaman website kebebasanberkesenian.id. Hafez meyakini data yang selama ini tercatat oleh Koalisi Seni hanya sebuah fenomena ‘gunung es’.

Seniman, kata Hafez, masih sering dinilai bukan sebuah pekerjaan. Maka dari itu hak-hak mereka kerap kali dikesampingkan. Selain kebebasan artistik dan berekspresi yang dibatasi, para seniman juga jarang mendapatkan jaminan sosial dan perlindungan.

“Seniman berhak mendapatkan hak yang sama seperti profesi yang lain,” ujarnya.

Hafez mengklaim sistem pelaporan ini didukung oleh UNESCO. Selain sebagai platform pelaporan, sistem ini juga berfungsi sebagai pencatatan data.

Meski sistem ini masih sekadar sebagai tempat pencatatan data, Koalisi Seni siap memberikan rekomendasi atau bantuan hukum bagi para pelapor.

“Kami bisa mendokumentasikan dan mungkin merujuk mereka ke lembaga-lembaga yang membantu,” kata Hafez.

Dalam kesempatan yang sama, Anggota Komite Film di Dewan Kesenian Jakarta, Gietty Tambunan menyatakan pelanggaran kebebasan berkesenian merupakan kasus yang multidimensi.

“Melibatkan banyak aktor,” kata Gietty.

Sementara itu, Ketua YLBHI Muhammad Isnur menyebutkan tiga entitas terduga pelaku pelanggaran kebebasan berkesenian paling banyak dilakukan oleh polisi, militer, dan organisasi kemasyarakatan. Menurutnya, kebebasan berkesenian tidak seharusnya dikendalikan oleh aparat penegak hukum dan pemerintah.

Isnur menilai sistem pelaporan yang digagas Koalisi Seni akan menemui sejumlah tantangan. Terutama dalam bagaimana menindaklanjuti laporan-laporan kasus yang masuk.

Isnur juga mendorong adanya mekanisme pemulihan untuk korban dari aspek psikologis.

“Biasanya kalau ada pengaduan justru eskalasi (pelanggaran) meningkat,” ujarnya

Sistem pelaporan yang digagas Koalisi Seni mendapat dukungan dari Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek Hilmar Farid. Ia menyatakan pencatatan data sangat esensial untuk mendorong perubahan regulasi.

“Saya percaya kekuatan masyarakat membantu regulasi ini untuk diperjuangkan. Kebijakan yang baik atas sesuatu akan lahir dari data yang tersedia,” kata Hilmar di lokasi yang sama.

Hilmar enekankan kebebasan berkesenian selalu terikat dengan situasi dan konteks. Hak artistik, kata dia, tidak bisa sepenuhnya bebas tanpa mempertimbangkan keadaan.

Hal ini juga diamani oleh Manajer Advokasi Koalisi Seni, Hafez Gumay. Ia menyampaikan bahwa seniman menyadari kebebasan memiliki tanggung jawab. Kebebasan seniman mengikuti konteks ruang dan audiens.

“Kalau seninya tak terbatas, maka tempatnya terbatas. Jika tempatnya tak terbatas, maka seninya terbatas,” ujar Hafez.

Baca juga artikel terkait KEBEBASAN SENI atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Gilang Ramadhan