Menuju konten utama

Pelajaran dari Cristiano Ronaldo, Kobe Bryant, dan Ichiro Suzuki

Hal-hal yang penting mulai lepas saat usia terus bertambah, tetapi Ronaldo, Kobe Bryant, dan Ichiro Suzuki ingin selalu menjadi yang terhebat.

Pelajaran dari Cristiano Ronaldo, Kobe Bryant, dan Ichiro Suzuki
Peluang tendangan bebas Cristiano Ronaldo pada pertandingan Grup B antara Timnas Portugal vs Timnas Maroko di Luzhniki Stadium, Moskow, Rusia, Rabu (20/06/2018). AP Photo/Matthias Schrader

tirto.id - Dalam salah satu novelnya yang berjudul 1Q84, Haruki Murakami pernah menulis, “Saat Anda mencapai usia tertentu, hidup menjadi tidak lebih dari proses kehilangan secara terus-menerus. Hal-hal yang penting dalam hidup mulai lepas dari genggaman Anda, satu demi satu, seperti gigi yang copot. Dan satu-satunya hal yang mengambil tempat itu semua adalah tiruan yang tak berharga.”

“Kemampuan fisik Anda, harapan Anda, mimpi Anda, keyakinan Anda, semua makna, atau kemudian lagi, orang-orang yang Anda cintai: satu per satu, itu semua memudar. Beberapa memberikan tanda sebelum pergi, sementara yang lain pergi begitu saja tanpa peringatan. Dan setelah semua pergi, Anda tidak bisa mendapatkannya kembali. Anda mencari penggantinya tapi seringkali tidak berjalan sesuai dengan keinginan Anda. Itu semua sangat menyakitkan – sama menyakitkannya saat dipotong dengan pisau.”

Haruki Murakami lahir di Kyoto 69 tahun lalu. Pada April 1978, saat usianya masih 29 tahun, ia menonton pertandingan bisbol di Stadion Jingu, Tokyo. Saat itu, tiba-tiba saja, Murakami berpikir ia bisa menulis novel. Sekaligus juga, ia sadar bahwa dunia yang akan dijalaninya tidak akan sehat. Ia akan menghabiskan waktunya di depan mesin tulis, menghabiskan 60 batang rokok per hari untuk membantunya berkonsentrasi.

Saat berusia 33 tahun, ia lalu berhenti merokok. Namun, masalah kesehatan lain muncul: tanpa nikotin, timbunan lemaknya berlebih. Dari situ, ia memutuskan untuk mulai berlari, tergila-gila, rajin ikut maraton, hingga menulis sebuah memoar berjudul What I Talk About When I Talk About Running.

Selain menyoal kesehatan ada satu alasan lain mengapa Murakami rajin berlari. Semakin tua, seperti yang ia tulis di 1Q84, ia akan mulai kehilangan hal-hal yang menyenangkan. Namun ia tidak ingin kehilangan kesenangan dalam satu hal yang terus ia perjuangkan sampai sekarang: ia masih ingin terus berkarya dengan sebaik-baiknya.

“Saat Anda menulis, kemampuan fisik Anda sangat penting,“ ujar Murakami, mengenai pentingnya kemampuan fisik dalam menulis. “Anda duduk sepanjang hari dan terus menulis, jadi itu membutuhkan banyak energi, meski banyak orang tampak tidak percaya dengan pendapatku ini.”

Jika menjaga kondisi fisik amat penting bagi sastrawan seperti Murakami, tentu saja itu lebih penting bagi seorang atlet. Bagaimanapun, kelangsungan hidup seorang atlet akan diukur dari kemampuan fisiknya. Apa artinya sebuah bakat jika fisik sudah tidak bisa diandalkan?

Pensiun bisa menjadi pilihan masuk akal. Bermain sekadarnya, sambil menikmati kariernya yang mulai menukik tajam, juga tak salah. Namun bagi Cristiano Ronaldo, Kobe Bryan, dan Ichiro Suzuki hal-hal seperti itu justru tak masuk akal. Bagi mereka, masa tua bukanlah alasan ideal untuk mengenang kehebatannya: mereka ingin selalu menjadi yang terhebat.

Nutrisi Penting Ronaldo

Sebagai pesepakbola, Ronaldo memang hampir meraih segalanya. Ia sangat tenar di segala penjuru dunia, tentu. Prestasinya tak cukup dihitung dengan jari. Kekayaannya melimpah. Namun, meski sudah berusia 33 tahun, ia belum mau berhenti menulis namanya dengan tinta emas di jagad sepakbola. Alasannya: kondisi fisiknya masih hebat, tak kalah dengan orang berusia 23 tahun.

Menurut tim pelatih Madrid pada April 2018 lalu, kandungan lemak di dalam tubuh Ronaldo hanya sebesar 7%. Padahal, kandungan lemak kebanyakan pemain mencapai 10% hingga 11%. Selain itu, massa ototnya juga jauh lebih bagus daripada pemain kebanyakan. Sementara kebanyakan pemain massa ototnya tak lebih dari 46%, massa otot Ronaldo mencapai 50%.

Selain etos kerja, salah alasan lain mengapa kondisi fisik Ronaldo bisa seperti itu adalah melalui asupan nutrisi yang dikonsumsinya. Ia hanya mengkonsumsi makanan sehat dan tak mau berkompromi terhadap makanan-makanan lezat yang bisa merugikan kesehatannya.

“Saya konsisten dalam melakukan diet, makan makanan sehat, dan menghindari hal-hal buruk seperti mengkonsumsi alkohol, minuman bersoda atau makanan olahan. Saya selalu fokus terhadap makanan sehat sederhana, seperti buah dan sayuran segar, biji-bijian dan protein tanpa lemak. Saya juga suka ikan segar dan mengandalkan banyak protein dari situ,” ujar Ronaldo, dilansir dari FourFourTwo. Perkara minuman, Ronaldo juga tak luput mengkonsumsi minuman olahraga, mengandung vitamin B12, yang membantunya dalam mengatasi kelelahan.

Yang menarik, kebiasaan Ronaldo tersebut ternyata pernah mengecewakan Patrick Evra. Saat mereka masih bermain di Manchester United, Patrick Evra pernah diajak berkunjung ke rumah Ronaldo. Evra kemudian berharap bisa makan makanan lezat di rumah Ronaldo. Namun, makanan lezat hanya ada di dalam pikirannya: di meja makan Ronaldo hanya ada menu makanan sehat yang menurutnya kurang lezat.

“Jika Anda diajak makan siang ke rumah Ronaldo, berpikirlah dua kali sebelum mengiyakan,” saran Evra, dilansir dari Business Insider.

Meski begitu, Evra juga harus tahu bahwa menu makanan itulah menjadi salah satu penyebab mengapa Ronaldo masih mampu berlari dengan kecepatan 33,98 kilometer/jam pada Piala Dunia 2018 beberapa waktu lalu. Dan saat Ronaldo berusia 37 nanti, sama seperti usia Evra saat ini, barangkali Ronaldo masih akan berlari kencang di Piala Dunia 2022.

Infografik Gadun Berkwaliteit jempolan

Etos Kerja Kobe Bryant

Dalam bukunya yang berjudul Basketball [and Others Thing], Shea Serrano berpendapat bahwa Kobe Bryant tidak pernah benar-benar menjadi pemain terbaik di NBA di sepanjang kariernya. Pendapatnya itu tidak asal-asalan, tetapi berdasarkan data statistik yang ia himpun dari tahun 1997 hingga tahun 2016 lalu.

Shea Serrano barangkali benar, tapi juga bisa salah. Kenyataannya, meski tak pernah menjadi pemain terbaik [setidaknya menurut penulis The Ringer tersebut], Kobe lima kali meraih gelar NBA, dua kali membawa Amerika meraih gelar Olimpiade, empat kali menyabet MVP All-Star, dua kali meraih MVP final, sekali meraih MVP reguler, dan gelar-gelar lainnya. Selain itu, Kobe merupakan pemain ketiga yang paling banyak mencetak angka di sepanjang sejarah NBA dengan 33.643 poin, hanya kalah oleh Kareem Abdul-Jabbar [38.387] dan Karl Malone [36.928].

Yang menarik, jika status Kobe sebagai pemain terbaik masih bisa diperdebatkan, kemampuannya untuk selalu menjadi yang terhebat seharusnya tidak bisa dibantah. Scott Davis, dalam salah satu tulisannya di Business Insider, mempunyai 24 alasan mengapa etos kerja Kobe Bryant dianggap tidak wajar. Sementara Mike Sager, dalam tulisannya di Esquire, mempunyai cerita saat Kobe menghabiskan musim panas untuk melakukan 100 ribu tembakan.

Robert, salah satu pelatih timnas Amerika di Olimpiade 2012, juga mempunyai pengalaman menarik mengenai etos kerja Kobe Bryant. Saat timnas basket Amerika melakukan persiapan untuk bertanding di Olimpiade 2012, ia pernah dibangunkan Kobe pada pukul empat pagi untuk membantunya latihan. Sebelum pukul lima pagi, ia sampai ke tempat latihan dan melihat Kobe sudah mandi keringat, seolah ia baru saja berenang. Setelah membantu Kobe, Robert kemudian kembali ke hotel. Dan saat ia kembali ke tempat latihan sekitar jam sebelas pagi, Kobe ternyata masih berada di tempat latihan: dari jam tujuh sampai jam sebelas itu, Kobe melakukan 800 kali jump shot. Setelah itu, baru Kobe berlatih bersama rekan satu timnya.

Selain menghasilkan prestasi, kerja keras Kobe tersebut membuatnya bisa bertahan di NBA hingga ia berusia 37 tahun. Saat itu, pada musim 2015-2016, Lakers memang tampil berantakan; mereka jadi juru kunci di Wilayah Barat. Meski begitu, Kobe masih mampu bermain dalam 66 pertandingan. Hebatnya, di pertandingan terakhirnya, melawan Utah Jazz, Kobe masih mampu mencetak 60 angka.

Ichiro Suzuki adalah Bisbol

Di Jepang, turnamen bisbol nasional tingkat SMU barangkali dianggap sebagai puncak karier para pemain bisbol. Bagaimana tidak, turnamen itu begitu populer, bahkan mengalahkan liga bisbol profesional. Selain diliput secara besar-besaran, turnamen tersebut juga disiarkan oleh stasiun televisi nasional, NHK.

Untuk itu, dalam bukunya yang berjudul The Meaning of Ichiro: The New Wave from Japan and the Transformation of Our National Past Time, Robert Whitting pernah menulis, “Di Jepang, bisbol tingkat SMU hampir seperti agama.”

Meski begitu, bagi Ichiro Suzuki, turnamen bisbol antar SMU bukanlah segalanya. Ia mencintai bisbol lebih dari sekadar turnamen yang diadakan dua kali dalam satu tahun, melebihi MLB [liga bisbol profesional Amerika], bahkan melebihi apa pun. Karenanya, saat salah seorang wartawan dari Miami menanyakan tentang rencananya setelah pensiun dari bisbol pada tahun 2017 lalu, ia menjawab, “Saya pikir, saya akan mati.”

Sewaktu Ichiro kecil, ayah Ichiro pernah meramalkan bahwa Ichiro akan menjadi seorang atlet besar. Seiring berjalannya waktu, ramalan ayah Ichiro tersebut ternyata menjadi kenyataan: ia tidak hanya menembus batas-batas kehebatan pemain Jepang yang di MLB, tetapi juga mampu membuat orang-orang yang mencintai bisbol juga menghormatinya. Ichiro bermain untuk Seattle Mariners, juga New York Yankees, dan Miami Marlins.

Dalam tulisannya di Player Tribune, Derek Jeter, peraih lima gelar Word Series, memuji Ichiro setinggi langit. Pada tahun 2016 lalu, Eric Nusbaum, dalam salah satu tulisannya di Vice Sport, menulis judul Ichiro Suzuki and the Dignity of Work untuk menggambarkan etos kerja Ichiro. Berkarier di MLB sejak 2001, Ichiro juga berpeluang besar menjadi anggota Hall of Fame.

Yang menarik, Ichiro sepertinya tak peduli dengan semua pujian itu. Meski sudah berusia 44 tahun, ia hanya ingin terus bermain bisbol. Dan apa yang dilakukannya bersama Seattle Mariners bisa menjadi contoh. Mariners mencoret Ichiro dari daftar pemainnya di MLB 2018, menjadikannya sebagai asisten spesial pemilik klub. Namun, Mariners tidak menutup kemungkinan untuk kembali mengandalkan Ichiro. Dari situ, meski tidak dapat bermain, Ichiro memilih tetap ikut latihan, menggunakan seragam saat timnya bertanding, juga melakukan pemanasan di dalam pertandingan.

“Saat saya mulai berjalan menggunakan tongkat, saya mungkin baru akan berpikir untuk pensiun,“ kata Ichiro, mengenai pilihannya itu.

Menjadi jelas bahwa usia benar-benar tidak bisa menghalangi Ichiro untuk terus menjaga hal yang benar-benar penting di dalam kehidupannya.

Baca juga artikel terkait CRISTIANO RONALDO atau tulisan lainnya dari Renalto Setiawan

tirto.id - Olahraga
Penulis: Renalto Setiawan
Editor: Nuran Wibisono