Menuju konten utama

Pekerja Non-Esensial Masuk Kerja Picu Kemacetan di Titik Sekat DKI

Banyaknya pekerja non-esensial yang tetap masuk kantor membuat antrean panjang di titik penyekatan.

Pekerja Non-Esensial Masuk Kerja Picu Kemacetan di Titik Sekat DKI
Aparat keamanan dibantu satuan Yonkav 7 Kodam Jaya melakukan penyekatan di Jalan Raya Lenteng Agung, Jagakarsa, Jakarta Selatan (5/7/2021). Pemerintah memberlakukan PPKM darurat di sebagian besar wilayah Jawa & Bali untuk menekan angka penularan Covid-19. (tirto/Bhagavad Sambadha)

tirto.id - Irwasda Polda Metro Jaya Kombes Pol Herukoco menyatakan kemacetan yang terjadi di masa PPKM Darurat lantaran ada pengendara yang menuju kantornya untuk bekerja. Salah satu titik kemacetan terdapat di kawasan Lampiri, Jakarta Timur. Lampiri merupakan salah satu titik sekat perbatasan Jakarta Timur dan Kota Bekasi.

"Kami mengevaluasi, kemarin memang terjadi kemacetan cukup panjang karena sebagian masyarakat belum tahu tentang PPKM Darurat. Mungkin masih banyak pekerja di sektor non-esensial dan tidak kritikal, masih melakukan kegiatannya," ujar dia, Selasa (6/7/2021).

Aparat sudah sampaikan ke pegawai sektor non-esensial agar bekerja dari rumah, tetapi tidak diindahkan. Imbasnya pengendara motor menumpuk di titik penyekatan karena ada pemeriksaan untuk memastikan yang melintas adalah mereka yang masuk kategori.

"Di titik perbatasan Lampiri ini kira-kira [volume kendaraan] sudah turun 85 persen, sudah tidak terjadi kemacetan. Kemarin mengular sampai 1 km-1,5 km. Artinya hari ini mereka sadar dan perusahaan-perusahaan mulai tutup," imbuh Herukoco.

Dalam aturan PPKM Darurat sektor non-esensial harus 100 bekerja dari rumah. Sebaliknya sektor esensial diizinkan bekerja di kantor dengan 100 persen pegawai dengan tetap menerapkan protokol kesehatan ketat.

Sektor esensial melingkupi energi, kesehatan, keamanan, logistik dan transportasi, industri makanan, minuman dan penunjangnya, petrokimia, semen, objek vital nasional, penanganan bencana, proyek strategis nasional, konstruksi, utilitas dasar (seperti listrik dan air), serta industri pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat sehari-hari.

PPKM Darurat berlangsung 18 hari mulai 3-20 Juli. Dalam praktiknya polisi ikut mengawasi dan telah menyiapkan sanksi bagi perusahaan pelanggar PPKM.

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Pol Tubagus Ade Hidayat menyatakan pihaknya bersama Satuan Polisi Pamong Praja dan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DKI Jakarta akan menginspeksi mendadak terhadap perusahaan yang masih mewajibkan pegawainya bekerja dari kantor dalam era PPKM Darurat.

Apabila perusahaan sudah diperingatkan namun masih mewajibkan karyawannya kerja di kantor, maka bisa diketegorikan sebagai pihak yang menghalangi penanggulangan wabah penyakit. Bila termasuk dalam kategori tersebut, maka polisi bisa menindak.

"Misalnya memenuhi kriteria atau memenuhi unsur Pasal 14 Undang-Undang Wabah Penyakit, maka Direktorat Kriminal Umum akan melakukan penyidikan," sambung Tubagus.

Sementara itu, Kadisnakertrans DKI Jakarta Andri Yansyah berujar pihaknya akan menindak perusahaan yang melanggar protokol kesehatan di era PPKM Darurat.

"Untuk kantor yang jelas melanggar protokol kesehatan yang kami tetapkan saat ini dalam perlakuan PPKM Darurat, langsung kami lakukan penutupan smentara selama tiga hari," kata dia.

Kemudian jajaran Disnakertrans akan memantau kantor tersebut. Bila dalam tiga hari itu perusahaan masih menyuruh karyawannya ke kantor, maka perusahaan nakal tersebut akan didenda Rp50 juta. Bila terus membandel maka pemerintah provinsi bisa merekomendasikan kepada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu untuk mencabut izin operasional perusahaan.

Baca juga artikel terkait PPKM DARURAT atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Zakki Amali