Menuju konten utama

Pejabat Selandia Baru Sebut Facebook Pembohong & Moralnya Bangkrut

Kritik Edwards merespons wawancara Zuckerberg dengan ABC yang dinilai tak ingin berkomitmen untuk mengubah teknologi dalam platform livestream Facebook.

Pejabat Selandia Baru Sebut Facebook Pembohong & Moralnya Bangkrut
CEO Facebook Mark Zuckerberg bersaksi di depan sidang Komite Energi dan Perdagangan DPR mengenai penggunaan dan perlindungan data pengguna di Capitol Hill di Washington, AS, Rabu (11/04/2018). REUTERS / Aaron P. Bernstein

tirto.id - Badai kritik yang menerpa Facebook usai teror penembakan di Selandia Baru belum reda. Kali ini giliran Privacy Commissioner New Zealand, John Edwards yang melemparkan komentar pedas.

Sebelumnya, Perdana Menteri Selandia Baru, Jacinda Ardern, juga menyoroti jejaring sosial itu setelah digunakan pelaku untuk menyiarkan penembakan yang menewaskan 50 orang pada Maret lalu.

"[Jejaring sosial] Penerbit bukan hanya tukang pos", katanya kepada BBC pada 19 Maret 2019, mengacu pada potensi pertanggungjawaban atas materi yang dibagikan.

Sementara Edwards, menyebut bahwa Facebook pembohong dan "moralnya bangkrut". Ini sebagai reaksi atas pernyataan CEO Facebook, Mark Zuckerberg, yang dalam wawancara dengan stasiun televisi Amerika Serikat, ABC, tak ingin berkomitmen untuk mengubah teknologi live streaming di platformnya.

Ini termasuk menggunakan fitur "time delay" sebagaimana digunakan dalam siaran langsung di radio maupun televisi.

“Facebook tidak bisa dipercaya,” twit Edwards melalui akun Twitter pribadinya yang kemudian diwartakan The Guardian, Senin (8/4/2019).

“Mereka adalah pembohong, 'bangkrut moralnya' yang memungkinkan terjadinya genosida [Myanmar], memfasilitasi perusakan institusi-institusi demokrasi asing,” lanjut salah satu Komisioner Komisi Privasi Selandia Baru itu.

“[Mereka] memungkinkan penyiaran langsung kasus bunuh diri, pemerkosaan, dan pembunuhan, selanjutnya menayangkan dan mempublikasikan video serangan masjid, memungkinkan pengiklan menargetkan untuk ‘membenci Yahudi’ dan segmen pasar kebencian lainnya, dan menolak untuk menerima tanggung jawab atas konten yang merugikan,” ujar Edwards lagi.

Sebelumnya, Zuckerberg dalam sebuah wawancara bersama ABC pada pekan lalu menyatakan, insiden live streaming serangan masjid di Christchurch adalah hasil dari "aktor jahat" bukan teknologi yang buruk. Ini merujuk pada penundaan waktu (streaming) yang akan mengganggu "kenikmatan" pengguna saat menyiarkan langsung kegiatan, misalnya seperti pesta ulang tahun.

Dalam sebuah wawancara dengan RNZ pada Senin (8/4), Edwards menilai bahwa komentar Zuckerberg tidak jujur. "Ini adalah teknologi yang mampu menyebabkan kerusakan besar," tandasnya.

Menurut Guardian, kantor Perdana Menteri Selandia Baru sendiri sering menggunakan Facebook Live sebagai media untuk menyiarkan konferensi pers atau pesan resmi lainnya. Namun usai insiden Christchurch, kantor Ardern mulai mempertimbangkan layanan lain untuk menyiarkan videonya, sebagai upaya menghindari Facebook.

Baca juga artikel terkait PENEMBAKAN SELANDIA BARU atau tulisan lainnya dari Ibnu Azis

tirto.id - Teknologi
Penulis: Ibnu Azis
Editor: Agung DH