Menuju konten utama

Pegawai BUMN 45 Tahun ke Bawah Boleh Kerja Lagi, COVID-19 Mengintai

Jika pegawai BUMN disuruh kerja di kantor lagi saat kurva COVID-19 belum melandai, maka sangat mungkin penyebaran virus ini semakin tak terkontrol.

Pegawai BUMN 45 Tahun ke Bawah Boleh Kerja Lagi, COVID-19 Mengintai
Menteri BUMN Erick Thohir mengikuti rapat kerja dengan Komisi VI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (20/2/2020). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/wsj.

tirto.id - Masa work from home (WFH) para pegawai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tampaknya segera berakhir. Mereka yang berusia di bawah 45 tahun bakal dibolehkan kembali bekerja di kantor, setidaknya itu yang tertuang dalam surat bernomor S-336/MBU/05/2020 yang ditandatangani Menteri BUMN Erick Thohir pada 15 Mei lalu.

Lampiran surat berjudul Antisipasi Skenario The New Normal Badan Usaha Milik Negara ini menyebut ada lima fase pemulihan kegiatan di BUMN. Mempekerjakan kembali pegawai berusia di bawah 45 tahun di kantor berada di fase satu yang dimulai pada 25 Mei mendatang.

Fase 1 juga mengatur soal pembukaan layanan cabang secara terbatas hingga memperbolehkan kembali mal beroperasi.

Managing Director Lembaga Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Toto Pranoto mengatakan kebijakan ini mungkin dilakukan untuk menjamin kelangsungan kinerja perusahaan-perusahaan pelat merah di tengah perlambatan ekonomi. Memperpanjang masa WFH bagi pegawai BUMN dikhawatirkan dapat memperparah kondisi perusahaan.

"Menteri BUMN memberikan statement bahwa hampir 90 persen BUMN terdampak karena pandemi ini. Akibatnya beberapa BUMN mulai terdampak signifikan, misal gagal bayar utang jatuh tempo atau mulai merumahkan karyawan. Kalau periode PSBB terus diperpanjang, maka napas ekonomi sebagian besar BUMN akan semakin sulit," kata Toto kepada reporter Tirto, Selasa (19/5/2020).

BUMN juga memikul beban untuk menjadi penggerak pemulihan ekonomi yang porak-poranda dihantam Corona. Tanpa adanya pegawai yang siaga, akan sulit bagi BUMN menjalankan fungsi tersebut, kata Toto.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan kebutuhan anggaran untuk Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) pasca pandemi membengkak menjadi Rp641,17 triliun, lebih tinggi dari perkiraan yang 'hanya' Rp150 triliun. Sejumlah anggaran dialokasikan untuk BUMN. Pertamina, misalnya, memperoleh Rp45 triliun, sementara PT PLN Rp45,42 triliun. Uang ini dipakai untuk percepatan pembayaran kompensasi, yaitu keperluan penggantian subsidi dan beban penyaluran.

Ada pula anggaran Penyertaan Modal Negara (PMN) senilai Rp25,27 triliun dan talangan modal kerja berupa investasi senilai Rp19,65 triliun.

Besarnya anggaran tersebut tentu perlu dikawal realisasinya di lapangan. Karena itu, Toto menegaskan, wajar jika BUMN butuh tenaga yang siaga.

Terlalu Dini

Di sisi lain, kebijakan ini bisa jadi blunder besar, menurut ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri. Menurutnya, kebijakan ini terlalu terburu-buru diputuskan mengingat angka penularan dan kematian karena COVID-19 yang belum menurun.

"Kemarin kematian naik lagi. Jadi angka kematian dan new cases fluktuatif enggak keruan," kata Faisal.

Para pegawai yang bekerja kembali mungkin saja tidak terjangkit COVID-19 karena daya tahan tubuhnya baik. Tapi bukan tidak mungkin mereka jadi pembawa virus ke rumah dan menulari orang-orang yang lebih rentan. Dikombinasikan dengan kebijakan pelonggaran PSBB, kebijakan ini sangat mungkin membuat kurva penderita "menuju naik" dan "semakin susah tertangani".

Jika sudah begini, keinginan Presiden Joko Widodo agar kurva COVID-19 turun pada bulan Mei dan masuk posisi sedang di bulan Juni serta ringan pada Juli "dengan cara apa pun" sulit terealisasikan.

Ketua Satgas COVID-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubairi Djoerban juga mengkhawatirkan hal serupa. Menurutnya meskipun angkanya relatif kecil, risiko kematian akibat COVID-19 pada usia di bawah 45 tahun tetap ada.

"Memang angka kematian yang usia lanjut lebih, tapi bukan berarti yang 45 tidak. Tetap saja ada banyak yang berat dan meninggal," katanya kepada reporter Tirto, Selasa (19/5/2020).

Menurutnya kebijakan seperti ini hanya tepat diterapkan jika peningkatan jumlah kasus positif melandai. "Masalahnya, apakah itu sudah terjadi?"

Bila pemerintah tetap ngotot dengan kebijakan tersebut, maka protokol kesehatan harus dipantau secara ketat. Bahkan, kata Zubairi, butuh evaluasi harian agar penanganan bisa dilakukan sedini mungkin.

Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan fase-fase pemulihan di BUMN ini pada dasarnya mengikuti penerapan PSBB di daerah terkait. Jadi misalnya pada 25 Mei suatu daerah masih menerapkan PSBB, BUMN tetap tidak akan mempekerjakan para pegawainya di kantor.

Jika PSBB telah dicabut, Arya memastikan BUMN akan menegakkan protokol kesehatan agar kekhawatiran yang disebut Zubairi tidak terjadi. "Setelah PSBB protokol kesehatan ini lebih ketat," katanya.

Pernyataan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto beda lagi. Ia menyanggah ketentuan usia dalam surat tersebut.

"Belum ada regulasi atau usulan yang terkait dengan kriteria umur. Jadi itu bukan kebijakan pemerintah," kata Airlangga usai rapat terbatas bersama Jokowi dengan jajaran secara daring, Senin (18/5/2020) lalu.

Baca juga artikel terkait PEGAWAI BUMN atau tulisan lainnya dari Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Rio Apinino