Menuju konten utama

PDSKJI: Selama 2022, Ada 82,5% Masyarakat Punya Masalah Psikologi

Selama dua tahun pandemi, ada tren masalah psikologis yang dialami masyarakat Indonesia meningkat menjadi 82,5 persen.

PDSKJI: Selama 2022, Ada 82,5% Masyarakat Punya Masalah Psikologi
Ilustrasi depresi. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) melakukan swaperiksa dari Maret 2020-Maret 2022, menunjukkan tren adanya masalah psikologis yang dialami masyarakat. Di mana pada 2020 angkanya sebesar 70,7 persen dan pada 2022 meningkat menjadi sebesar 82,5 persen.

“Jadi swaperiksa yang dilakukan oleh PDSKJI melalui website (situs web) PDSKJI, memberikan gambaran bahwa bagaimana meningkatnya gangguan jiwa khususnya depresi, kecemasan, dan juga kondisi yang terkait dengan trauma psikologis,” ungkap Ketua PDSKJI Diah Setia Utami dalam talk show “Pengaruh Jangka Panjang COVID-19 terhadap Kesehatan Kognitif dan Mental”, yang disiarkan langsung melalui kanal YouTube BNPB Indonesia pada Selasa (6/9/2022) sore.

Swaperiksa ini bertajuk “Masalah Psikologis 2 Tahun Pandemi COVID-19 di Indonesia”. Di mana memiliki total responden sebanyak 14.988, dengan persentase 75,8 persen adalah perempuan dan 24,2 persen adalah laki-laki.

Lima provinsi terbesar pemakai swaperiksa yaitu Jawa Barat (Jabar) 22,7 persen, Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta 18,4 persen, Jawa Timur (Jatim) 12,4 persen, Jawa Tengah (Jateng) 10,8 persen, Banten 7,4 persen, dan provinsi lainnya 28,2 persen. Dengan distribusi usia pemakai swaperiksa di bawah 20 tahun sebanyak 2.755 orang, 20-30 tahun 9.286 orang, 31-40 tahun 2.093 orang, serta 41-50 tahun dan 51-60 tahun masing-masing 606 orang.

Terkait masalah psikologis berdasarkan tahun periksa, pada 2020 ada 70,7 persen yang memiliki masalah psikologis dan 29,3 persen tidak ada masalah psikologis. Lalu pada 2021, meningkat menjadi 80,4 persen yang memiliki masalah psikologis dan 19,6 persen tidak ada masalah psikologis. Serta, meningkat kembali pada 2022 menjadi 82,5 persen yang memiliki masalah masalah psikologis dan 17,5 persen tidak ada masalah psikologis.

Dari hasil tersebut, tutur Diah, PDSKJI telah membuat laporannya dan menyampaikan kepada Direktorat Pencegahan dan Pengendalian (P2P) Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza Kemenkes RI. Setelah itu, sudah dilakukan tindak lanjut terkait bagaimana mengembangkan layanan atau untuk melakukan deteksi dini serta intervensi bukan hanya di layanan-layanan rumah sakit, tetapi juga di layanan primer dalam hal ini pusat kesehatan masyarakat (puskesmas).

“Dan sudah dilakukan berbagai pelatihan untuk para dokter-dokter, juga di puskesmas, supaya bisa melakukan deteksi dini. Sehingga tidak sampai terjadi hal-hal yang lebih buruk lagi terkait dengan masalah kesehatan jiwanya,” sambung dia.

Dia menerangkan bahwa masalah psikologis yang dialami oleh responden dari swaperiksa ini terbanyak adalah gangguan ansietas atau kecemasan. Diikuti oleh gangguan depresi dan peningkatan gangguan jiwa berat seperti skizofrenia.

“Kenapa? karena memang ketika pandemi ini tidak mudah mendapatkan akses layanan kesehatan jiwa, sehingga banyak yang putus obat dan akhirnya meningkatkan kasus-kasus skizofrenia,” kata Diah.

Dia menyebut juga terdapat trauma-trauma psikologis yang terkait dengan masalah COVID-19 baik pada individu, kerabat, serta keluarga terdekat. “Itu yang kita temui, kebanyakan kasus-kasus seperti itu,” ucap Diah.

Dia pun menjelaskan bahwa pasien gangguan jiwa yang putus obat terbanyak adalah justru usia produktif, di mana usianya antara 19-36 tahun. Hal ini dikarenakan pandemi COVID-19 berdampak kepada mereka dan memutuskan rutinitas yang biasanya dilakukan, seperti harus terus di rumah, terbatasnya kontak dengan orang lain, dan ada kegiatan-kegiatan rutin yang tidak bisa dilakukan oleh individu tersebut.

Kemudian dia mengimbau agar masyarakat Indonesia tidak hanya memperhatikan kesehatan fisik, tetapi juga kesehatan mentalnya karena kesehatan mental ini penting. “Iya [penting], karena di dalam badan yang kuat harus ada jiwa yang sehat. Itu sangat terkait,” ujar Diah.

Baca juga artikel terkait ISU KESEHATAN MENTAL atau tulisan lainnya dari Farid Nurhakim

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Farid Nurhakim
Penulis: Farid Nurhakim
Editor: Maya Saputri