Menuju konten utama

PDIP Minta Penangkapan Robet Tak Dikaitkan Politik Jelang Pemilu

Charles menilai penangkapan Robert  berlebihan. Apalagi sudah dijelaskan bahwa lagu yang dinyanyikan bukan ditujukan kepada institusi TNI hari ini tetapi kepada kebijakan rezim militer Suharto di masa yang lalu.

PDIP Minta Penangkapan Robet Tak Dikaitkan Politik Jelang Pemilu
Robertus Robet Menyanyikan Parodi Mars ABRI pada saat Aksi Kamisan ke-576 yang memprotes Dwi Fungsi ABRI. Parodi Lagu tersebut sempat populer pada Aksi Reformasi 1998. youtube/Jakartanicus

tirto.id -

Penangkapan dan penetapan tersangka terhadap aktivis serta dosen Universitas Negeri Jakarta, Robertus Robet oleh Bareskrim Mabes Polri dianggap berlebihan oleh Anggota Komisi I DPR RI Charles Honoris.

Robet ditangkap Bareskrim Polri karena dianggap telah menghina institusi Tentara Nasional Indonesia (TNI) saat berorasi di acara Aksi Kamisan, Kamis 28 Februrari 2019.

Robet dianggap menghina karena mengubah lirik Mars ABRI, padahal lirik tersebut kerap dinyanyikan para aktivis Reformasi 1998.

"Menurut saya berlebihan. Apalagi sudah dijelaskan oleh Robert bahwa lagu yang dinyanyikan bukan ditujukan kepada institusi TNI hari ini tetapi kepada kebijakan rezim militer Suharto di masa yang lalu," kata Charles dalam keterangan tertulisnya, Jumat (8/3/2019).

Politikus PDI Perjuangan itu meminta semua pihak secara objektif melihat kasus ini dan tak mengaitkan dengan politik menjelang Pemilu 2019.

"Saya berharap semua pihak juga bisa melihat kasus ini secara objektif dalam kerangka menjaga nilai-nilai demokrasi, jangan ada yang mengkait-kaitkan dengan politik praktis atau pilpres," tuturnya.

Menurut Charles wacana revisi UU TNI tentang penempatan perwira TNI di institusi non-militer memang memicu kekhawatiran di berbagai kalangan, salah satunya yang disuarakan Robet.

Charles menambahkan saat ini masih banyak masyarakat yang trauma terhadap kebijakan dwifungsi ABRI di era otoriter pemerintahan Suharto.

"Sehingga wajar apabila ada penolakan terhadap wacana tersebut," jelasnya.

Charles juga mengingatkan penerapan UU ITE jangan sampai memberangus kebebasan berekspresi dan kebebasan sipil.

Menurut dia, penerapan pasal 28 UU ITE terhadap kasus Robet tidak tepat karena tidak ada unsur kesengajaan untuk menimbulkan kebencian atau permusuhan.

Soal penetapan pasal ini juga dianggap janggal oleh Kepala Bidang Advokasi LBH Pers Gading Yonggar Ditya.

Gading menilai Robet adalah korban kriminalisasi. Selain soal upaya penangkapan paksa terhadap Robet, polisi juga menerapkan pasal karet untuk menetapkan Robet sebagai tersangka.

"Karena yang disampaikan [Robet] itu kritik, bukan informasi tertentu. Dari segi pengenaan pasal aja sudah janggal," ucap Gading, Jumat (8/3/2019).

Robet kini menjadi tersangka dengan tuduhan melanggar Pasal 45 ayat (2) Jo Pasal 28 ayat (2) UU 19/2016 tentang perubahan atas UU 11/2009 tentang ITE dan/atau Pasal 14 ayat (2) jo Pasal 15 UU No 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan/atau Pasal 207 KUHP.

Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo mengatakan dari semua pasal itu, diduga paling kuat dilanggar Robet adalah Pasal 207 KUHP yang melarang siapa pun menghina penguasa atau badan hukum.

Meski jadi tersangka, Robet tak ditahan karena ancaman hukuman terhadapnya, berdasarkan pasal tersebut, cuma 1 tahun 6 bulan.

Penahanan hanya dikenakan kepada yang melanggar aturan dengan ancaman hukuman lima tahun atau lebih.

Baca juga artikel terkait DWIFUNGSI TNI atau tulisan lainnya dari Bayu Septianto

tirto.id - Politik
Reporter: Bayu Septianto
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Nur Hidayah Perwitasari