Menuju konten utama

PDIB Sebut Pelonggaran PSSB akan Berimbas pada Herd Immunity

Herd immunity terhadap corona disebut PDIB kemungkinan bisa berimbas jika pelonggaran PSBB diterapkan oleh pemerintah.

PDIB Sebut Pelonggaran PSSB akan Berimbas pada Herd Immunity
Ketua Umum Perkumpulan Dokter Indonesia Bersatu (PDIB) dr James Allan Rarung (dua dari kiri) saat berbicara pada sebuah konferensi pers. ( ANTARA/HO-dok PDIB)

tirto.id - Perkumpulan Dokter Indonesia Bersatu (PDIB) menyatakan herd immunity atau kekebalan kelompok (komunitas) terhadap virus corona akan berimbas jika Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dilonggarkan oleh pemerintah.

"Tentu saja efek samping dari herd immunity adalah bagi individu dalam populasi tersebut lemah, maka akan sakit dan bahkan meninggal," kata Ketua PDIB dr James Allan Rarung seperti dilansir dari Antara, Senin (18/5/2020).

Pelonggaran PSBB terkait pemerintah mengizinkan warga berusia 45 tahun ke bawah untuk kembali bekerja.

"Informasi terakhir dari WHO yang saya terima bahwa meskipun kurvanya sudah agak melandai atau nanti menjadi kurang, tapi virus ini tidak akan hilang. Artinya kita harus berdampingan hidup dengan Covid. Seperti yang saya sampaikan sebelumnya, berdamai dengan COVID-19. Sekali lagi, yang penting masyarakat produktif, aman, dan nyaman," kata Presiden Jokowi dalam pernyataannya di Istana Merdeka, Jakarta, pada Jumat, (15/5/2020) lalu.

Jokowi juga mengajak masyarakat untuk kembali beraktivitas kembali perlahan-lahan. Pemerintah, kata Jokowi, akan tetap mengedepankan keselamatan rakyat selama masa kehidupan normal baru atau new normal berlangsung.

James Allan menyebutkan, dengan dibiarkannya populasi tersebut beraktivitas seperti biasa atau tidak diisolasi di tengah adanya wabah, maka pada ambang batas tertentu akan muncul kekebalan pada populasi tersebut terhadap wabah yang sedang berlangsung.

Herd immunity, kata dia, adalah suatu aktivitas yang menyebabkan munculnya kekebalan terhadap suatu infeksi penyakit menular atau virus di antara individu dalam suatu populasi manusia atau masyarakat.

"'Herd Immunity' secara umum adalah 'membiarkan' suatu populasi penduduk untuk terpapar virus sehingga terbentuk antibodi," katanya.

Dia berharap, dengan meningkatnya kekebalan tersebut di tengah masyarakat, maka akan menyebabkan turunnya tingkat infeksi atau berkurangnya penyebaran wabah tersebut sehingga akan melindungi populasi dari infeksi baru.

Untuk mencapai hal ini, maka persentase terbentuknya kekebalan pada populasi tersebut kurang lebih 70 persen. Adapun kurang lebih 30 persen akan rentan atau menjadi efek samping yang berpeluang untuk menderita sakit yang bergejala.

Menurut James Allan, pelonggaran PSBB bagi pekerja berusia 45 tahun ke bawah memang sangat berisiko tinggi terpapar infeksi COVID-19. Dia menyakini hal itu juga diperhitungkan oleh pemerintah.

Oleh karena itu, apabila keputusan pelonggaran PSBB itu akan dijalankan, maka harus dibuat jaring pengaman yang ketat dalam bentuk aturan lanjutan.

Aturan tersebut antara lain para pekerja usia 45 tahun ke bawah itu harus dalam kondisi yang sehat, dan kesehatannya terus dimonitor.

"Harus terus dimonitor dengan pemeriksaan 'rapid test' dan dilanjutkan dengan 'swab' untuk polymerase chain reaction (PCR) apabila positif," ujarnya.

Selain itu, di tempat kerja juga harus ada sistem penanganan apabila ternyata saat bekerja pekerja berusia 45 tahun ke bawah ada yang bergejala sakit dan tercurigai terinfeksi COVID-19.

"Jadi apabila tidak terelakkan keputusan ini dijalankan oleh pemerintah, maka protokol kesehatan terkait penanganan COVID-19 ini tetap terus dijalankan dengan ketat dan mau tidak mau harus diperbanyak skrining yang dilakukan sekaligus perbanyak pemeriksaan definitif yakni tes swab untuk PCR," katanya.

Dia menambahkan, aturan lanjutan dan protokol ketat itu sangat penting dilakukan karena jelas pelonggaran PSBB untuk pekerja usia 45 tahun ke bawah akan meningkatkan risiko orang tanpa gejala meskipun sudah terinfeksi, di mana mereka akan menjadi "carrier" atau agen pembawa yang dapat menularkan kepada orang yang sakit dan atau memiliki komorbid.

Setelah pulang kerja dan berada di rumah, lanjutnya, protokol kesehatan terkait pencegahan COVID-19 wajib dijalankan dengan ketat.

Caranya adalah menghindari kontak langsung dengan anggota keluarga atau yang tinggal serumah, khususnya jika ada yang menderita sakit kronis dan komorbid serta anak kecil yang sakit dan daya tahan tubuhnya menurun, karena kondisi mereka rentan terinfeksi.

James Allan juga berharap agar biaya untuk skrining dan tes swab itu tidak dibebankan kepada masyarakat agar tidak menambah masalah baru bagi masyarakat.

"Pemerintah harus menyediakan dan menjamin hal ini berjalan secara kontinyu," imbunyanya.

Dia menyarankan pemerintah harus melengkapi dan menambah sarana prasarana pelayanan kesehatan, baik puskesmas, klinik dan rumah sakit untuk mengantisipasi melonjaknya pasien positif COVID-19 yang secara prediksi akan meningkat pada fase awal kebijakan itu dijalankan.

Jadi, kata dia, aktivitas sosial masyarakat harus bertahap dikembalikan seperti sediakala dan tentunya protokol hidup sehat untuk mencegah semua penyakit menular, termasuk infeksi COVID-19 harus dijadikan pola keseharian dalam hidup.

Baca juga artikel terkait HERD IMMUNITY

tirto.id - Kesehatan
Sumber: Antara
Penulis: Dewi Adhitya S. Koesno
Editor: Agung DH