Menuju konten utama

PBB: Penurunan Keanekaragaman Hayati Ancam Pasokan Pangan Global

Menurut PBB, keanekaragaman hayati dalam pangan dan pertanian sangat diperlukan untuk ketahanan pangan.

PBB: Penurunan Keanekaragaman Hayati Ancam Pasokan Pangan Global
Ilustrasi hamparan areal persawahan padi. ANTARA FOTO/Aji Styawan/nz.

tirto.id - Penurunan keanekaragaman hayati global membuat produksi pangan dunia menurun. Hal ini dikemukakan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bahwa kemampuan kita untuk memproduksi makanan berisiko akbat terus terjadinya degradasi keragaman hayati.

Menurut Organisasi Pangan PBB, keanekaragaman hayati dalam pangan dan pertanian sangat diperlukan untuk ketahanan pangan dan pembangunan berkelanjutan.

Namun, dalam beberapa tahun terakhir keanekaragaman hayati pada tingkat genetik, spesies dan ekosistem semuanya telah menurun.

Dengan demikian kemampuan sistem pangan dan pertanian mulai berkurang secara keseluruhan. Hal ini ditambah dengan tekanan perubahan iklim.

"Banyak komponen kunci keanekaragaman hayati untuk pangan dan pertanian pada tingkat genetik, spesies dan ekosistem sedang menurun. Proporsi ternak yang berisiko punah juga meningkat," tulis laporan ini.

"Secara keseluruhan, keanekaragaman tanaman yang ada di ladang petani telah menurun dan ancamannya terhadap keanekaragaman tanaman malah meningkat."

Pada tingkat spesies, banyak dari mereka yang menjalankan fungsi vital seperti penyerbukan atau pengelolaan hama mengalami penurunan.

PBB menyebut ini sebagai konsekuensi dari perusakan dan degradasi habitat, eksploitasi berlebihan, polusi, dan perbuatan lainnya.

Sebuah laporan yang dikeluarkan awal bulan ini dalam jurnal Biological Conservation memperingatkan lebih dari 40 persen spesies serangga dapat punah dalam beberapa dekade mendatang. Menurut Ilmuwan hal itu merupakan sebuah peristiwa yang dapat memiliki efek bencana pada planet ini.

Bahkan hewan yang lebih besar juga berisiko, PBB mencatat lebih dari 25 persen dari ternak lokal beresiko punah. Hanya 7 persen yang dianggap tidak berisiko apa pun, dengan masa depan bagi sebagian besar ternak lainnya tidak jelas.

Penurunan keanekaragaman hayati disebabkan oleh sejumlah tren global utama, termasuk perubahan iklim, pasar internasional, dan demografi.

Laporan itu menjelaskan bahwa fenomena ini menimbulkan tantangan lain seperti perubahan penggunaan lahan, polusi, penggunaan berlebihan, penanaman berlebihan, dan proliferasi spesies invasive. Interaksi antara tren ini juga sering kali dapat memperburuk efeknya.

Selain itu, PBB memperingatkan bahwa penilaian dan pemantauan status dan tren keanekaragaman hayati di tingkat nasional dan global tidak merata dan sering terbatas. Artinya masalahnya bisa lebih buruk daripada yang dipresdiksi saat ini.

Laporan tersebut menyerukan penelitian lebih lanjut di bidang ini dan peningkatan kebijakan harus dibuat untuk bisa mendukung penggunaan berkelanjutan dan konservasi.

Dilansir CNN, masalah ini menarik perhatian dunia. Pembicaraan mengenai maslah ini akan diungkit pada pertemuan G7 pada bulan April nanti, Kongres Konservasi Dunia pada bulan Juni, dan konvensi internasional utama di Beijing tahun depan.

Presiden Irlandia Michael Higgins, dalam Konferensi Keanekaragaman Hayati Nasional di Dublin meminta dunia untuk berbuat lebih banyak untuk mengatasi krisis kepunahan ini.

"Selama setengah abad terakhir, umat manusia telah menyaksikan penghancuran 60 persen populasi mamalia, burung, ikan, dan reptil di seluruh dunia," jelas Higgins.

"Kita adalah generasi pertama yang benar-benar memahami realitas apa yang kita lakukan pada alam ini, dan kita mungkin menjadi yang terakhir dengan membuat berbagai kesempatan dalam mengatasi serta menghindari banyak kerusakan yang kita lakukan. Dengan pengetahuan ini muncul, beban tanggung jawab luar biasa ini harus kita bagikan."

Baca juga artikel terkait PASOKAN PANGAN atau tulisan lainnya dari Febriansyah

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Febriansyah
Penulis: Febriansyah
Editor: Yantina Debora