Menuju konten utama

PB IDI Kritik Peraturan Menristek Soal Sertifikat Profesi Dokter

Majelis Pengembangan Pelayanan Keprofesian PB IDI mengkritik peraturan Menteri Ristekdikti soal sertifikat profesi dokter.

PB IDI Kritik Peraturan Menristek Soal Sertifikat Profesi Dokter
Para lulusan fakultas kedokteran yang tergabung dalam Pergerakan Dokter Muda Indonesia (PDMI) menggelar aksi unjuk rasa di pelataran Gedung Kemenristekdikti, Jakarta, Jumat (5/4/2019). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/foc.

tirto.id - Ketua Majelis Pengembangan Pelayanan Keprofesian (MPPK) PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Pudjo Hartono mengkritik Peraturan Menteri Ristekdikti Nomor 11 Tahun 2016 tentang Sertifikat Profesi Dokter dan Dokter Gigi.

Menurut dia, langkah Kemenristekdikti menerbitkan aturan itu adalah jalan pintas menyelesaikan persoalan terkait mutu pendidikan profesi dokter dan dokter gigi.

Pudjo menyampaikan kritik itu karena semestinya yang harus distandarisasi terlebih dahulu ialah universitas-universitas pemilik fakultas kedokteran, bukan justru para lulusannya.

"Memang seharusnya kualitas pendidikannya yang dulu diperbaiki. Yang distandardisasi itu proses pendidikannya," ujar Pudjo kepada reporter tirto, Senin (8/4/2019).

Pudjo berpendapat, seharusnya mahasiswa fakultas kedokteran setelah lulus tidak diharuskan mengikuti uji kompetensi untuk mendapatkan sertifikat profesi sebagai syarat agar bisa bekerja. Dia menilai hal tersebut memberatkan para lulusan fakultas kedokteran.

"Setelah lulus, baru ilmunya harus distandardisasi dengan uji kompetensi. Di zaman dulu, itu tak ada, setelah lulus dan mendapatkan ijazah sudah bisa bekerja," ujar Pudjo.

Dia menegaskan seharusnya pemerintah membuat keputusan tegas yang mewajibkan semua fakultas kedokteran menerapkan pembelajaran dengan standard ketat. Dengan demikian, proses standarisasi pendidikan dokter dilakukan sejak awal ketika pembelajaran berlangsung.

"Jangan produknya yang harus distandardisasi. Kasihan [lulusan] FK [Fakultas Kedokteran] yang sudah berstandard bagus, mereka harus ujian lagi," ujar dia.

Pudjo mengakui standardisasi kualitas pembelajaran di setiap fakultas kedokteran memang akan berdampak pada seleksi mahasiswa yang ketat di seluruh kampus. Namun, kata dia, hal tersebut perlu jika memang pemerintah mendambakan lulusan fakultas kedokteran yang berkualitas.

"Bukannya kami mau menghambat orang belajar, tapi pemerintah harus menatanya dengan baik. Pasalnya, fakultas kedokteran sangat berkaitan dengan nyawa manusia," ujar dia.

Sebelumnya, Permenristekdikti Nomor 11 tahun 2016 juga sempat dikritik oleh Pergerakan Dokter Muda Indonesia (PDMI) karena dinilai menyulitkan para lulusan fakultas kedokteran mendapatkan ijazah. Sebab, mereka harus mengikuti uji kompetensi terlebih dahulu sebelum menerima ijazah dan bekerja secara profesional.

"Peraturan ini telah menghalangi kami untuk mendapatkan Ijazah Dokter padahal kami telah menyelesaikan semua proses pembelajaran dan telah dinyatakan lulus oleh Fakultas Kedokteran," ujar Ketua PDMI Tengku A. Syahputra melalui keterangan tertulisnya pada Senin lalu.

Baca juga artikel terkait KEDOKTERAN atau tulisan lainnya dari Alfian Putra Abdi

tirto.id - Pendidikan
Reporter: Alfian Putra Abdi
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Addi M Idhom