Menuju konten utama
Melawan Rezim Lewat Kamera

Paz Errazuriz dan Fotografi sebagai Perlawanan Politik

Bagaimana Paz Errázuriz berusaha mendefinisikan, sekaligus menunjukkan perlawanan, terhadap rezim junta militer di Cile ketika berada di bawah kuasa Augusto Pinochet.

Paz Errazuriz dan Fotografi sebagai Perlawanan Politik
Paz Errazuriz. Nacho Rojas/ED Magazine

tirto.id - Ketika Cile berada di bawah rezim kediktatoran militer Augusto Pinochet, terdapatlah seorang fotografer perempuan yang dengan tekun mendokumentasikan kaum marginal sebagai bentuk perlawanan politik. Namanya Paz Errázuriz. Namun, sebelum lebih jauh membicarakan tentang dirinya, mari ingat kudeta berdarah yang terjadi di Cile pada 11 September 1973.

Kala itu, pemerintahan sosialis Salvador Allende digulingkan oleh Jenderal Augusto Pinochet. Sekitar tujuh ribu orang dikumpulkan di Stadion Nasional Santiago untuk diinterogasi. Mereka yang terbukti sebagai pendukung Allende segera dieksekusi. Sementara yang lainnya hilang sudah lebih dulu “hilang” tak berjejak.

Allende adalah tokoh dari Partai Sosialis yang terpilih sebagai Presiden Cile secara demokratis pada pemilu 1970. Dalam pemilihan tersebut, Allende diusung oleh koalisi Unidad Popular yang terdiri atas partai-partai politik berhaluan kiri seperti Partai Sosialis, Partai Komunis, hingga Partai Sosial Demokrat, hingga Kristen Kiri. Berbagai faksi sempalan kubu lawan--seperti Partai Kristen Demokrat--juga mendukungnya.

Kemenangan Allende dianggap sebagai kemenangan bagi rakyat pekerja Cile, petani kecil, dan masyarakat adat. “La via chilena al socialismo” atau “Sosialisme Cile”, kemudian menjadi platform pemerintahan Allende yang berfokus pada nasionalisasi industri berskala besar, penyediaan layanan kesehatan, jaminan pendidikan penyediaan susu gratis untuk anak-anak, serta redistribusi kepemilikan lahan untuk para petani penggarap.

Perlahan, kebijakan yang diusung Allende mulai memperlihatkan hasil. Ekonomi tumbuh, inflasi dan pengangguran berkurang, angka konsumsi masyarakat naik, demikian pula pendapatan pekerja yang turut naik secara signifikan. Selain itu, kebutuhan barang pokok sampai ke kalangan masyarakat bawah. Kebijakan sosialis Allende disambut baik oleh sebagian besar penduduk Cile.

Namun, kegemilangan pemerintahan Allende hanya terjadi sebentar saja. Memasuki tahun 1971, ketika ia mulai gencar menyasar nasionalisasi bisnis-bisnis asing, pihak Amerika Serikat merasa tak terima. Pasalnya, perusahaan multinasional mereka, ITT, juga tak luput dari kebijakan Allende. Presiden Richard Nixon memutuskan untuk menurunkan harga tembaga dunia dan melakukan embargo ekonomi terhadap Cile.

Strategi tersebut membuat ekonomi Cile luluh lantak. Keadaan makin parah karena sebagian kelas menengah yang tidak merasa diuntungkan oleh nasionalisasi industri menggalang kekuatan untuk melawan pemerintahan Alende. Sepanjang dua tahun pemerintahan Alende melakukan berbagai upaya untuk mengatasi persoalan, namun tidak ada yang berhasil.

Hingga akhirnya, pada 11 September 1973, militer Cile meluncurkan aksi kudeta untuk menggulingkan Allende.

Dengan lengsernya Alende digantikan Pinochet, pemerintahan Cile praktis berada di bawah pengawasan junta militer. Itu artinya, segala bentuk protes, kebebasan berbicara, serta ekspresi, dilarang, dibungkam, direpresi. Tak heran jika kemudian data resmi menunjukkan terdapat sebanyak 3.095 orang yang dibunuh, 28 ribu orang disiksa, dan 1.200 orang hilang tanpa jejak ketika Pinochet berkuasa dari 17 Desember 1974 – 11 Maret 1990.

Namun, dalam setiap kediktatoran selalu ada perlawanan, sekecil apapun itu. Dan itulah yang dilakukan Errázuriz dalam menghadapi pemerintahan Pinochet yang brutal. Dengan kamera sebagai senjata dan kaum marjinal sebagai mesiunya.

“Cara untuk Melakukan Perlawanan Politik"

Errázuriz sejatinya adalah seorang guru sekolah dasar ketika militer di bawah kuasa Pinochet melakukan kudeta terhadap pemerintahan Allende. Untuk menambah pemasukan, ia juga menjadi fotografer keluarga. Ketika keadaan di Cile mulai terasa mencekam, Errázuriz memutuskan harus melakukan sesuatu. Dan ia memilih untuk turun ke jalan dengan membawa kameranya.

Santiago, Ibukota Cile, adalah lokasi utama yang menjadi latar dari berbagai foto-foto Errázuriz. Ia memasuki berbagai wilayah kumuh, menelusuri gang demi gang sempit yang becek dan kotor. Di latar semacam itulah Errázuriz menemukan berbagai insan terpinggirkan yang selama ini suaranya tak pernah didengar. Mulai dari pekerja seks, transgender, hingga pemain sirkus. Orang-orang “terpinggirkan” inilah yang kemudian menjadi objek utama foto-foto Errázuriz.

“Sebagian orang menyebut mereka 'marginal', tetapi itu hanya masalah perspektif,” ujar Paz dalam wawancaranya dengan Fish Eye Magazine. “Sementara saya benar-benar berada dalam sudut pandang yang sama dengan mereka.”

Fotografi di Cile pada masa Errázuriz mulai melakukannya belumlah dianggap kerja “kesenian” jika dibandingkan dengan hari ini. Alih-alih mengutamakan nilai estetika sebuah foto, Errázuriz justru lebih tertarik pada potensi politis, transgresif, serta bagaimana dokumentasinya dapat digunakan sebagai pintu gerbang menuju sudut-sudut gelap masyarakat.

Maka dari itu, ia pun tidak pernah memosisikan, lebih-lebih menganggap dirinya sebagai seniman (fotografer). Hal tersebutlah yang ia katakan saat pembukaan pameran bertajuk ‘Another Kind of Life: Photography on the Margins’ yang diselenggarakan Galeri Barbican pada 2018 lalu.

“Ketika saya mulai memotret di Cile pada tahun 70-an, fotografi tidak memiliki status seperti sekarang. Hal itu bukan benar-benar bagian dari dunia seni, dan saya pun juga tidak pernah menggunakan kata 'artis' untuk menggambarkan diri saya."

Pada tahun 1981, Errázuriz memulai proyek yang ia beri judul “Adam’s Apple” ("La Manzana de Adán"): sebuah dokumentasi visual yang mengisahkan bagaimana kehidupan para pekerja seks transgender yang sering disiksa dan dipukuli secara brutal oleh aparat selama rezim Pinochet. Banyak dari mereka yang kemudian meninggal karena dibunuh atau mengidap AIDS. Proyek ini memakan waktu cukup lama, sekitar empat tahun. Hasilnya luar biasa, inilah karya monumental Errázuriz yang dianggap berhasil mendefinisikan Cile kala itu.

Errázuriz tidak sekadar mengejar hasil visual yang memikat atau narasi yang menggugah. Lebih jauh: Ia juga hendak mengalami langsung bagaimana rasanya hidup membaur di lingkungan para pekerja seks transgender tersebut. Ada tiga tokoh utama yang menjadi fokus Errázuriz: Pilar, Evelyn, dan Mercedes. Mereka sekelompok waria yang tinggal di rumah bordil La Laula dan La Palmera di Santiago.

Bagi Errázuriz, selama periode menetap itulah pelajaran yang paling luar biasa selama hidupnya. “Hidup bersama mereka selama bertahun-tahun adalah pendidikan terbaik yang bisa saya dapatkan. Saya belajar banyak tentang cinta, komunitas, dan saya menemukan keluarga yang saya inginkan selalu menjadi bagian dari saya.”

Tiap foto di proyek “Adam’s Apple” dipotret Errázuriz menggunakan warna hitam-putih (BW). Hal tersebut sekiranya dapat ditafsirkan sebagai usaha untuk menghadirkan watak protagonis para pekerja seks transgender yang hidup dikepung dua sisi dunia yang mereka tempati: penolakan masyarakat dalam konteks gender tradisional, serta represi brutal rezim Pinochet yang siap menghabisi mereka kapan saja.

Ia mengatakan: “Masa itu adalah periode yang sangat berbahaya bagi mereka. Hidup dengan sembunyi terus-menerus, melarikan diri dari polisi, dipenjara… Mereka harus menjalani kehidupan yang sepenuhnya rahasia. Saya menyaksikan semuanya, dan melalui fotografi saya melanggengkan pemberontakan mereka.”

Infografik Paz Errazuriz

undefined

Selama mengerjakan proyek tersebut, Errázuriz juga selalu diawasi ketat pihak otoritas. Rezim Pinochet memang melarang masyarakat untuk memotret, terlebih objek yang “bermasalah”. Tidak patuh terhadap peraturan ini sama saja cari mati. Tapi Errázuriz tak peduli, kendatipun rumahnya sempat pula didatangi dan digeledah aparat selama beberapa kali. Dengan berbekal nyali dan kecerdikan, Errázuriz berhasil mengakali pihak otoritas yang mengincarnya.

“Memotret bagi saya adalah sebuah kebutuhan, namun (ketika itu) harus dilakukan dengan ekstra hati-hati. Saya memiliki anak-anak kecil pada saat itu dan karena rumah saya telah digeledah oleh militer, saya harus mengambil tindakan pencegahan. Saya sudah jelaskan kepada mereka bahwa saya bukan jurnalis foto sejak awal. Hanya saja, sangat penting bagi saya untuk menghadapi tantangan seperti itu,” ujarnya.

Salah satu karya epik lain dari Errázuriz adalah “El Infarto del Alma” yang ia kerjakan bersama penulis Cile, Diamela Eltit. Masih fokus pada tema marjinal dan memakai warna hitam-putih, kali ini Errázuriz mengangkat kondisi para pasien sakit jiwa yang dirawat di rumah sakit tua di kota Putaendo. Mayoritas pasien di rumah sakit tersebut sudah ditelantarkan keluarganya dan tidak memiliki identitas.

Dengan menggunakan teknik close-up, Errázuriz berusaha menampilkan ekspresi wajah para pasien yang murung dan kosong karena selama bertahun-tahun selalu dicekoki obat antipsikotik. Hasilnya: sebuah dokumentasi visual yang tragis dan begitu menyiratkan kepedihan. Errázuriz seperti hendak menyampaikan pesan: betapa para pasien yang selama ini dipenjara (dan jelas ter/dipinggirkan) tersebut sesungguhnya juga membutuhkan kasih sayang.

Andrea Giunta, seorang kurator ternama dari Argentina, dalam esainya di katalog Poetics of Dissent, menganggap bahwa “El Infarto del Alma” merupakan "sebuah bab dari sejarah politik seksualitas Cile yang terkuak dalam masyarakat patriarkal, otoriter, dan machoisme."

Pada akhirnya, Errázuriz mungkin “hanya” memberikan serpihan kecil dalam usaha menumbangkan rezim Pinochet. Namun demikian, ia telah melakukannya sehormat dan semampu yang ia bisa. Di tangan wanita yang kini berusia 75 tahun tersebut, kamera tak ubahnya selongsong senapan yang siap membidik ketidakadilan. Dan memang seperti itulah fotografi yang ia kehendaki:

“Suatu cara untuk melakukan perlawanan politik."

Baca juga artikel terkait DIKTATOR atau tulisan lainnya dari Eddward S Kennedy

tirto.id - Politik
Penulis: Eddward S Kennedy
Editor: Nuran Wibisono