Menuju konten utama
26 Februari 2001

Patung Buddha Raksasa Itu Akhirnya Hancur di Tangan Taliban

Inilah kisah patung-patung raksasa di Afganistan yang dihancurkan oleh rezim Taliban.

Patung Buddha Raksasa Itu Akhirnya Hancur di Tangan Taliban
Ilustrasi Mozaik Hancurnya Patung Buddha Bamiyan. tirto.id/Tino

tirto.id - Lembah Bamiyan terkenal dengan keindahan alamnya. Ia terletak di Afghanisan tengah dan berjarak sekitar 130 km barat laut dari Kabul, ibukota Afganistan, dan berada di ketinggian 2.590 mdpl. Di masa lampau, ia termasuk ke dalam Jalur Sutra yang termashur itu. Menghubungkan perdagangan antara Asia Selatan, Asia Tengah, Cina, hingga ke Kekaisaran Romawi.

Banyak pelancong sekaligus pedagang yang singgah di lembah Bamiyan, menjadikannya sebagai tempat pemberhentian dan istirahat. Para pedagang dari Cina penganut Buddhisme kemudian mendirikan biara-biara peribadahan, tempat pertapaan, termasuk patung-patung keagamaan yang unik dan rumit. Unsur seni klasik dan unik bercorak Buddha kemudian berpengaruh kuat di wilayah lembah Bamiyan.

Dalam perkembangannya, wilayah lembah Bamiyan menjadi saksi bagaimana lanskap budaya dan peninggalan arkeologis Buddhisme di Afganistan pernah berjaya di rentang abad ke-1 hingga ke-13.

Menurut catatan ensiklopedia Britannica, Bamiyan pertama kali disebutkan dalam sumber-sumber manuskrip Cina abad ke-5, dan diketahui dikunjungi oleh para biksu Buddha Cina dan pelancong asal Faxian dan Xuanzang. Saat itu, tempat ini juga menjadi pusat perdagangan di Jalur Sutra dan basis Buddhisme.

Maka, tak heran jika ada dua patung raksasa dari sosok tokoh Buddha. Mereka adalah Buddha Wairocana atau yang populer disebut “Solsol” dengan ketinggian 53 meter sekaligus yang terbesar, dan Gautama atau “Shahmama” setinggi 35 meter yang diketahui dibuat pada abad ke-4 dan 5.

Karya bercorak Buddhisme di tebing-tebing Bamiyan ini bukan hanya dua patung raksasa. Banyak juga mural yang mirip dengan yang ada di Xinjiang, Cina. Analisis terhadap mural-mural tersebut mengungkapkan bahwa penggunaan cat berbasis minyak pada abad ke-7 menjadi contoh awal lukisan minyak di dunia.

Tidak heran apabila kemudian peninggalan arkeologis dan landmark budaya masa lampau di sepanjang jalur lembah Bamiyan, termasuk keberadaan patung Buddha raksasa yang dianggap terbesar di dunia ini, terdaftar sebagai Situs Warisan Dunia oleh UNESCO meski warna corak di dinding-dinding tebing terus memudar digerus waktu.

Upaya Penghancuran

Keberadaan peninggalan kebudayaan dan arkeologis warisan Buddha ini menjadi saksi silih bergantinya kekuasaan dan pertempuran.

Kiamat kecil pernah datang menyambangi penduduk kota Shahr-i-Zohak di lembah Bamiyan ketika iring-iringan Jenghis Khan tahun 1221 datang. Frank Harold dari University of Washington menuliskannya dalam “Bamiyan and Buddhist Afghanistan.” Ketika itu, Jenghis Khan mengirim pasukan kecil untuk merebut lembah tersebut yang dipimpin langsung oleh cucunya.

Ketika bertempur dengan penduduk kota Shahr-i-Zohak, cucu kesayangan Jenghis Khan yang sekaligus pemimpin pasukan terbunuh oleh penjaga benteng kota. Hal ini memicu kemarahan besar Jenghis Khan yang membuatnya bersumpah akan membalas dendam hingga ke anak-cucu penduduk setempat: tidak ada manusia atau hewan yang diizinkan untuk hidup.

Sabda Jenghis Khan benar-benar dilakukan. Kota Shahr-i-Zohak tempat bermukim sekitar 3.000 orang dibinasakan. Bangunan-bangunan yang berdiri pun dihancurkan. Kini, hanya tersisa reruntuhan kota mati sebagai saksi bisu tentang kebengisan sosok kepemimpinan Jenghis Khan. Biara-biara Buddha, seperti dicatat dalam laporan UNESCO, juga turut dijarah oleh pasukan penghancur meski mereka masih membiarkan patung-patung besar Buddha dan ornamen lainnya tetap berdiri kokoh.

Ketika Aurangzeb dari Kekaisaran Islam Mughal datang pada abad ke-17 di kawasan Bamiyan, mereka juga sempat mengarahkan artileri berat ke patung-patung besar Buddha sebagai upaya merusak dan menghancurkannya. Kejadian ini menjadi yang pertama dalam catatan sejarah mengenai perusakan patung oleh suatu kelompok.

Pada abad ke-19, giliran Raja Nader Afhsar dari Persia menyambangi kawasan Bamiyan dan turut mengarahkan meriam mereka untuk menembaki patung-patung besar yang berdiri menempel di ceruk tebing Bamiyan.

Penghancuran dengan menyasar wajah dari patung raksasa Buddha di Bamiyan pernah dilakukan oleh Abdur Rahman Khan selaku raja Afganistan dalam sebuah operasi militer di akhir 1880-an. Ketika itu, mereka sedang memerangi pemberontak Syiah di Hazara.

Ketika Republik Islam Afganistan berdiri dan kelompok militan ekstremis Taliban berkuasa, patung-patung peninggalan peradaban Buddha di Bamiyan kembali menjadi incaran kuat untuk dihancurkan.

Michael Semple dalam esainya berjudul “Why the Buddhas of Bamian were Destroyed” yang dimuat oleh Afghanistan Analysts Network menyebut Abdul Wahed, seorang komandan Taliban yang beroperasi di daerah Bamiyan, telah mengumumkan niatnya untuk meledakkan patung Buddha pada tahun 1997 lalu, bahkan sebelum dirinya menguasai lembah Bamiyan.

Setelah ia mengendalikan Bamiyan pada tahun 1998, Wahed melakukan pengeboran, membuat lubang di kepala para Buddha untuk meletakkan bahan peledak. Sebelum sampai melakukan aksi peledakan warisan dunia ini, ia dicegah oleh gubernur setempat dan Mullah Mohammed Omar selaku pemimpin tertinggi Taliban memerintahkannya tidak melakukan peledakan. Aksinya hanya berujung pada pembakaran ban di atas kepala Buddha.

Mullah Omar pada 1999 bahkan sempat mengeluarkan keputusan untuk mendukung pelestarian patung Buddha Bamiyan karena menurutnya populasi umat Buddha di Afganistan sudah tidak ada lagi, sehingga patung-patung tersebut tidak lagi disembah. Ia juga mempertimbangkan bahwa pemerintah Afganistan membuat patung-patung Buddha Bamiyan sebagai sumber pendapatan di sektor pariwisata.

Kelompok Taliban kemudian melunak dan tidak menghancurkan situs tersebut.

Kehancuran seperti yang hampir dilakukan oleh Abdul Wahed terhadap patung-patung raksasa Buddha benar-benar dilakukan ketika sejumlah ulama radikal Afganistan menyerukan kampanye Islami terhadap masyarakat Afganistan. Taliban sebagai kelompok pelaksana di tatanan akar rumput segera melarang semua bentuk gambar, musik, dan olahraga, termasuk televisi, sesuai dengan apa yang mereka anggap sebagai interpretasi yang ketat dari syariah.

Pada 26 Februari 2001, tepat hari ini 21 tahun lalu, Taliban mengumumkan fatwa tentang penghancuran patung-patung Buddha. Dan pada Maret 2001, patung-patung itu benar-benar dihancurkan dengan restu dari Mullah Omar. Berbeda dari upaya penghancuran yang pernah dilakukan dan masih menyisakan sebagian besar tubuh patung, kali ini Taliban benar-benar menghancurkan secara keseluruhan patung hingga ke mata kaki.

Dinamit dikerahkan selama beberapa minggu secara bertahap untuk menggempur patung, demikian dilansir The Independent. Mulanya patung-patung ini juga ditembaki menggunakan artileri, tapi cara ini tak menghancurkan patung secara menyeluruh.

"Pekerjaan menghancurkan ini tidak semudah yang orang pikir," kata Qudratullah Jamal, Menteri Informasi Taliban, seperti dikutip CNN. "Anda tidak dapat merobohkan patung ini oleh dinamit atau dengan tembakan karena keduanya telah diukir di tebing. Mereka melekat erat ke gunung."

Taliban kemudian memakai berbagai cara mulai dari penempatan ranjau anti-tank di cekungan bagian bawah yang dibuat, hingga memasukkan bahan peledak di lubang-lubang yang telah dibuat di tubuh patung. Sebuah roket juga diketahui diluncurkan untuk menghancurkan sisa-sisa bagian kepala Buddha yang masih melekat.

Di tebing Bamiyan kini, praktis hanya ada ceruk kosong yang sebelumnya diisi sosok patung Buddha raksasa tertinggi di dunia.

Berbagai kecaman dari dunia internasional kemudian datang. Pertemuan negara-negara muslim anggota OKI, termasuk tiga negara seperti Pakistan, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab yang mengakui keberadaan Taliban bersama-sama mengutuk aksi Taliban yang menghancurkan patung keagamaan Buddha.

Negara-negara dengan banyak penganut Buddha seperti Cina, Jepang, dan Sri Lanka juga sangat menyayangkan tindakan perusakan monumen keagamaan mereka dan merupakan pendukung paling keras dalam pelestarian benda-benda bersejarah terutama Buddhisme. Seperti dilansir Japan Today, pemerintah Jepang bahkan mengusulkan berbagai solusi termasuk memindahkan patung-patung tersebut ke Jepang dan membayarnya dengan sejumlah uang.

Sementara itu, pemimpin tertinggi Taliban Mullah Omar dalam suatu wawancara dengan Rediff, media lokal India mengatakan bahwa kelompoknya menghancurkan patung Buddha Bamiyan lantaran menurutnya banyak yang lebih peduli terhadap patung Buddha dibanding kelaparan yang melanda ribuan orang Afganistan.

“Aku tidak ingin menghancurkan Buddha Bamiyan. Bahkan, beberapa orang asing datang kepadaku dan mengatakan mereka ingin melakukan pekerjaan perbaikan Buddha Bamiyan yang telah sedikit rusak karena hujan. Ini mengejutkan saya. Saya pikir, orang-orang tak berperasaan dengan tidak memperhatikan ribuan orang-orang Afganistan yang mati kelaparan, tetapi mereka begitu khawatir terhadap obyek non-hidup seperti Buddha. Ini sangat menyedihkan. Itu sebabnya saya memerintahkan untuk menghancurkan. Jika mereka datang untuk pekerjaan kemanusiaan, saya tidak akan pernah memerintahkan penghancuran Buddha,” ungkap Mullah Omar.

Infografik Mozaik Hancurnya Patung Buddha Bamiyan

Infografik Mozaik Hancurnya Patung Buddha Bamiyan. tirto.id/Tino

Pembuatan film dokumenter berjudul The Giant Buddha oleh Christian Frei yang dirilis pada Maret 2006 turut memuat kesaksian warga setempat bahwa Osama Bin Laden yang memerintahkan penghancuran, dan bahwa pada mulanya Mullah Omar dan orang-orang Afganistan di Bamiyan sempat menentangnya.

Beberapa hari setelah aksi penghancuran tersebut, pihak UNESCO tetap mengecam kebrutalan Taliban sebagai tindak kejahatan terhadap kebudayaan dan warisan dunia berusia lebih dari 1.500 tahun. Dan sejak tahun 2002, berbagai dana internasional telah mengalir mendukung upaya pemulihan dan stabilitas situs. Berbagai fragmen-fragmen patung didokumentasikan dan disimpan dengan tetap memperhatikan struktur patung.

Upaya pelestarian dan perhatian terhadap sisa-sisa reruntuhan patung ini terus dilakukan di tahun-tahun berikutnya. Sisa-sisa dari Buddha Bamiyan kemudian dimasukkan ke dalam World Monumen Watch List 2008 oleh Yayasan Monumen Dunia dan bagian dari 100 situs paling terancam punah.

Ada sosok patung Buddha legendaris lainnya di wilayah Bamiyan yang diklaim telah ditemukan dan ukurannya jauh lebih besar lagi mencapai 300 meter, dengan posisi berbaring mewakili pose Buddha Parinirvana. Seperti dilaporkan AFP, sekelompok arkeolog gabungan dari Afganistan dan Prancis pada 8 September 2008 menemukan 19 meter dari bagian patung tersebut.

Kini, patung Buddha raksasa warisan dunia lainnya yang tersisa adalah Buddha Raksasa Leshan yang menggambarkan sosok Buddha Maitreya. Ia terletak di timur Kota Leshan, Provinsi Sichuan, Cina.

Patung Buddha ini dibangun pada kisaran tahun 713 sampai 803 masa Dinasti Tang. Tingginya yang mencapai 71 meter sebenarnya melebihi dari Buddha Bamiyan. Namun, karena posisi patung Buddha sedang duduk, Buddha Bamiyan tetap menjadi yang tertinggi.

==========

Artikel ini terbit pertama kali pada 21 Maret 2017. Redaksi melakukan penyuntingan ulang dan menayangkannya kembali untuk rubrik Mozaik.

Baca juga artikel terkait atau tulisan lainnya dari Tony Firman

tirto.id - Humaniora
Penulis: Tony Firman
Editor: Maulida Sri Handayani & Irfan Teguh Pribadi