Menuju konten utama

PATAKA: Desentralisasi Masih Jadi Hambatan Atasi Konversi Sawah

PATAKA mengusulkan agar produksi padi di daerah diambil alih oleh pemerintah pusat.

PATAKA: Desentralisasi Masih Jadi Hambatan Atasi Konversi Sawah
Yeka Hendra Fatika koordinator PATAKA di Gedung Ombudsman RI pada Jumat (30/11/2018). tirto.id/Vincent

tirto.id - Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (PATAKA) menyatakan desentralisasi suatu wilayah masih menjadi hambatan untuk menahan laju konversi lahan sawah. Menurutnya, kebijakan produksi padi dapat dikendalikan secara terpusat melalui kebijakan pangan nasional.

"Kalau kita masih menghadapi desentralisasi, sulit mencari cara lain untuk memastikan tidak ada konversi lahan sawah," ucap Yeka Hendra Fatika, Koordinator PATAKA di Gedung Ombudsman pada Jumat (30/11/2018).

Menurut Yeka sejumlah kepala daerah masih menganggap lahan yang digunakan untuk produksi padi tidak memberikan nilai tambah yang signifikan di wilayahnya. Ia pun tidak heran bila salah satu daerah seperti Karawang yang dulunya berupa sawah kini malah berubah menjadi pabrik.

Belum lagi ia menyebutkan komitmen pemerintah daerah untuk menjaga tata ruang daerahnya masih belum maksimal. Seringkali saat kepala daerah mengeluarkan kebijakan tata ruang, tanah yang dikorbankan adalah sawah.

Karena itu, ia mengusulkan agar produksi padi di daerah diambil alih oleh pemerintah pusat. Hal itu dilakukan dengan menugaskan daerah tertentu sebagai wilayah penghasil padi. Sebagai gantinya, pemerintah pusat harus menjamin kesejahteraan wilayah tersebut.

Ketika produksi padi telah dimasukan dalam kebijakan nasional, ia menilai ada implikasi yang dapat memastikan luas lahan sawah tidak mudah berkurang. Hal itu direalisasikan dalam bentuk regulasi yang melibatkan masyarakat dan penegak hukum.

"Kalau ada konversi lahan sawah, bisa kita gugat misal karena luas lahan sawah tidak boleh kurang dari 7,1 juta hektar. Kalau ada [orang] yang konversi ya penjarakan semaksimalnya," ucap Yeka.

Menurut Yeka, upaya pemerintah dalam mencetak lahan baru dianggap tidak cukup efektif menanggulangi konversi lahan. Sebab, pertambahan lahan baru belum mampu mengimbangi jumlah lahan yang hilang.

"Lajunya sama enggak? Faktanya selama tiga tahun ini baru 200 ribu hektar, tapi luas yang terkonversi 300 ribu hektar," ucap Yeka Hendra Fatika, Koordinator Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (Pataka), Jumat (30/11/2018).

Menurut Yeka, hasil kajian citra satelit beresolusi tinggi menunjukkan adanya penurunan luas lahan pertanian sebanyak 94 hektar per tahun. Karena itu, ia mengatakan upaya pemerintah untuk menambah lahan baru belum cukup mengatasi permasalahan tersebut.

Baca juga artikel terkait ALIH FUNGSI LAHAN atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Dipna Videlia Putsanra