Menuju konten utama

Pasangan Tak Bisa Mengekspresikan Perasaan, Bagaimana Mengatasinya?

Susah mengekspresikan emosi bisa disebabkan oleh masa kanak-kanak yang sering tertekan.

Pasangan Tak Bisa Mengekspresikan Perasaan, Bagaimana Mengatasinya?
Ilustrasi pasangan romantis. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Dalam sebuah kisah kasih, sebuah kejutan sering menjadi jurus untuk merekatkan hubungan dengan pasangan. Baik itu kejutan di hari ulang tahun, di tanggal pernikahan, hingga kejutan kecil yang dapat dilakukan setiap hari. Harapannya, partner Anda senang dan hubungan pun semakin mesra.

Namun, bagaimana jika pasangan Anda justru bersikap biasa saja saat memeroleh kejutan itu?

Dalam sebuah rubrik di Cosmopolitan, seorang pembaca menceritakan kesulitannya berbagi perasaan dengan sang pacar.

“Dia baru-baru ini mengatakan kepada saya bahwa dia jatuh cinta dengan saya, dan saya tidak tahu harus berkata apa kepadanya. Saya hanya tersenyum dan menciumnya. Dia benar-benar kesal dan berusaha menghindar,” ungkapnya.

Kekesalan dari kekasihnya membuat dia merasa bersalah, sebab dalam hubungan mereka, sang pacar selalu terbuka dengan dia. Sebenarnya, sang penanya memiliki perasaan cinta kepada kekasihnya, tapi setiap kali mencoba mengatakan sesuatu, muncul rasa cemas yang membuat dia memilih diam.

“Bagaimana cara saya membuka? Bagaimana saya menjadi percaya diri berbicara tentang perasaan saya?” tulisnya.

Ekspresi Emosi Memperkuat Komitmen

Anda mungkin punya pengalaman serupa, punya kekasih yang sukar mengungkapkan dan mengekspresikan emosi mereka. Hal ini kadang menyusahkan kita, sebab emosi –bisa ditunjukkan dengan mimik muka dan kata-kata— merupakan cara berkomunikasi dengan seseorang sehingga dapat saling memahami.

Robert Burriss, seorang peneliti di University of Basel di Swiss, melalui artikelnya di Psychology Today mengatakan bahwa ekspresi kasih sayang tidak hanya meningkatkan kepuasan hubungan Anda dengan pasangan, tapi juga mampu memperkuat komitmen, serta sebagai bentuk penghargaan terhadap mereka.

Namun, menurut Burris, ada orang yang memilih untuk diam karena kurang percaya diri. Mereka khawatir akan mendapat penolakan ketika berusaha mengekspresikan rasa cinta mereka.

Meski begitu, ada pula orang yang sukar berekspresi karena mereka memang tidak tahu apa perasaan mereka. Sifat kepribadian ini sering disebut alexithymia. Psikolog Harvard Medical School Susan David memaparkan, alexithymia merupakan ketidakmampuan seseorang untuk mengenali, mengidentifikasi, dan menggambarkan emosi mereka.

Alexithymia bukan diagnosis klinis, tetapi itu adalah kesulitan yang dihadapi jutaan orang setiap hari – dan itu membawa dampak yang sangat nyata,” katanya kepada US News.

Menurut Scientific American, alexithymia pertama kali disebut pada tahun 1976 sebagai sebuah konstruksi psikologis. Sifat ini dipandang sebagai defisit dalam kesadaran emosional yang bisa datang dalam intensitas ringan, sedang, dan berat.

Meski bukan diagnosis klinis, tapi alexithymia kerap dikaitkan dengan berbagai gangguan psikologis, seperti autisme, depresi, skizofrenia, dan gangguan somatoform.

Infografik Mengapa Pasangan Susah Mengungkapkan Perasaan

Infografik Mengapa Pasangan Susah Mengungkapkan Perasaan. tirto.id/Nauval

Mengapa Orang Susah Mengatakan Perasaannya?

Psikolog Probowatie Tjondronegoro menyebutkan bahwa salah satu penyebab orang tidak ekspresif adalah faktor lingkungan. Keluarga menjadi alasan utama seseorang tidak berani menunjukkan emosi mereka.

“Waktu di keluarga dia tertekan, mau marah enggak berani, mau nangis enggak berani. Jadi pengalaman masa kanak-kanak bisa terbawa hingga dewasa. Sebenarnya marah, tapi dia tidak bisa mengekspresikan marahnya, sebenarnya senang, tapi enggak ekspresif banget gitu,” kata Probo kepada Tirto, Jumat (5/7/2019).

Pendapat Probo tersebut sejalan dengan artikel di PsychCentral bahwa ada orang yang takut terlibat dalam konflik jika menunjukkan perasaan mereka, sehingga memilih diam dan tak bereaksi terhadap hal-hal yang terjadi pada dirinya, baik itu perasaan senang maupun sedih.

Selain itu, ada pula orang yang memiliki perfeksionisme emosional. Orang-orang jenis seperti ini beranggapan bahwa emosi yang terekspos membikin mereka terlihat lemah dan rentan. Ia percaya bahwa orang akan meremehkan kita jika mereka tahu perasaan kita yang sebenarnya.

Menjadi “Terapis” untuk Pasangan

Probowatie mengatakan bahwa komunikasi dengan pasangan bisa membantu seseorang untuk memunculkan ekspresi perasaan mereka. Namun, ia mesti sadar akan kebutuhan emosional tersebut.

“Tumbuhkan rasa percaya dirinya dulu, sehingga ekspresinya yang tampil bisa terbaca oleh orang lain, jadi dia merasa itu kebutuhan dia,” tutur Probo.

Jika mengungkapkan dengan kata-kata dianggap terlalu sulit, Probo menyarankan untuk berlatih menulis perasaan.

“Kan biasanya orang tidak bisa ekspresif itu karena sudah penuh masalahnya, dia enggak mau bertengkar dengan orang lain, kalau numpuk-numpuk, suatu saat ada trigger kecil, terus meledak. Tulis saja, seakan-akan sedang marah,” ungkapnya.

Waktu yang dibutuhkan untuk latihan ekspresi ini memang tidak sebentar, apalagi di usia dewasa, perilaku tersebut sudah melekat dalam dirinya.

“Ini harus dicoba pelan-pelan, ini tidak semudah membalikkan telapak tangan. […] Suami atau istri yang seperti itu [sukar berekspresi] harus sering ditanya, ‘bagaimana perasaanmu hari ini?’,” tandasnya.

Baca juga artikel terkait KECERDASAN EMOSIONAL atau tulisan lainnya dari Widia Primastika

tirto.id - Humaniora
Penulis: Widia Primastika
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti