Menuju konten utama

Pasang Surut Kinerja Para Penggawa Ditjen Pajak

Beberapa nama silih berganti datang dan pergi mengisi kursi ditjen pajak yang strategis, banyak yang gagal dan hanya sedikit yang sukses memenuhi target.

Pasang Surut Kinerja Para Penggawa Ditjen Pajak
Gedung Direktorat Jenderal Pajak. TIRTO/Andrey Gromico

tirto.id - Di tengah setoran pajak yang masih jauh dari target, Direktorat Jenderal pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sedang bersiap menghadapi transisi kepemimpinan. Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi akan memasuki masa pensiun mulai 1 Desember 2017.

Menteri Keuangan Sri Mulyani tahu betul risiko yang harus dihadapi saat transisi kepemimpinan penggawa pajak pada masa genting menjelang tutup tahun. "Pokoknya kita tetap menjaga agar keberlangsungan DJP tetap fokus, karena ini masa kritis jelang akhir tahun," kata Sri Mulyani pekan lalu dikutip dari Antara.

Bila transisi benar-benar terjadi, maka Ken menjabat tak lebih dari 21 bulan. Sejak era reformasi 1999, lama jabatan dirjen pajak hingga sekarang tidak berlangsung lama. Hanya Hadi Poernomo, satu-satunya orang yang mampu menjabat hingga 5 tahun sebagai orang nomor satu di Ditjen Pajak.

Selain Hadi, dirjen pajak yang lumayan lama menjabat adalah Ahmad Fuad Rahmany, yakni 4 tahun. Selebihnya, rata-rata lama jabatan dirjen pajak sekitar 2 tahun. Dalam kurun 18 tahun, sebanyak 8 nama silih berganti menduduki kursi strategis ini.

Selain strategis, kursi dirjen pajak memang prestisius. Tugas dan tanggung jawabnya sangat besar mengingat pajak merupakan tumpuan utama penerimaan negara. Namun, mengemban pekerjaan sebagai dirjen pajak bukan lah yang mudah.

Tantangan utamanya adalah memenuhi penerimaan pajak dari target yang ditetapkan pemerintah sangat berat. Target penerimaan pajak yang berhasil direalisasikan terakhir kali terjadi pada 2008, ketika dirjen pajak dipimpin Darmin Nasution, yang kini menjabat menko bidang perekonomian.

Selain dituntut menemukan formula yang tepat guna merealisasikan target penerimaan pajak, dirjen pajak juga kerap menghadapi persoalan lainnya, di antaranya petugas pajak yang nakal, regulasi yang kurang mendukung hingga kondisi ekonomi yang lesu.

Hadi Poernomo Hingga Ken Dwijugiasteadi

Tradisi realisasi penerimaan pajak Ditjen Pajak yang gagal mencapai target atau biasa disebut dengan shortfall pajak mulai terjadi pada 2006 setelah masa kepemimpinan Hadi Poernomo pada periode 2001-2006.

Hadi dikenal sebagai figur yang cakap dalam mengejar target penerimaan pajak. Hanya saja, sepak terjang mantan ketua Badan Pengawas Keuangan (BPK) periode 2009-2014 itu penuh dengan kontroversi.

Baca juga: Target Pajak, Antara Ambisi dan Realisasi

Hadi juga sempat ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 21 April 2014. Ia diduga melakukan penyalahgunaan wewenang terkait permohonan keberatan Bank Central Asia (BCA) selaku wajib pajak pada 2003.

Ketika itu BCA mengajukan keberatan pajak atas non performance loan yang nilainya Rp5,7 triliun. Hadi diduga menyalahi prosedur dengan menerima surat permohonan keberatan pajak BCA tersebut. Hadi kemudian mengajukan praperadilan.

Dalam prosesnya, dia memenangkan gugatan tersebut. KPK kemudian mengajukan langkah hukum hingga ke tingkat peninjauan kembali tapi kandas. Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan KPK tersebut.

Dirjen pajak setelah era Hadi Poernomo adalah Darmin Nasution, dan dilantik oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani pada April 2006. Masuknya Darmin dianggap tepat kala itu, ia lekat sebagai birokrat yang bersih, cerdas dan relatif berhasil di tempat lain. Namun ia dianggap tidak tahu akan adanya fakta, di mana begitu banyak celah dari sistem perpajakan di Indonesia

Di tahun pertama Darmin menjabat, target penerimaan pajak gagal tercapai untuk pertama kalinya. Pada 2006, setoran pajak hanya tercapai Rp315 triliun, atau 95 persen dari target Rp333 triliun.

Melesetnya target kembali terjadi pada tahun berikutnya, meski lebih baik ketimbang tahun pertamanya. Namun, di tahun ketiganya, Darmin berhasil merealisasikan target penerimaan pajak dengan meraup Rp494 triliun, atau 103 persen dari target. Kebijakan melakukan ekstensifikasi pajak besar-besaran pada 2007 cukup sukses pada penerimaan pajak.

Pada Juli 2009, Darmin akhirnya lengser, masa jabatan sebagai dirjen pajak diperpanjang setahun. Setelah melepas jabatan dirjen pajak, Darmin menjadi deputi gubernur senior Bank Indonesia (BI).

Selepas Darmin, pemerintah lalu menunjuk Mochamad Tjiptardjo sebagai dirjen pajak baru pada Juli 2009. Tjiptardjo sendiri murni dari birokrat karier di Ditjen Pajak. Sebelum menjabat sebagai dirjen pajak, jabatan terakhir Tjiptardjo adalah Direktur Intelijen dan Penyidikan Ditjen Pajak.

Dengan dirjen pajak yang datang dari internal tersebut, pemerintah berharap Tjiptardjo dapat meneruskan reformasi perpajakan, sekaligus memberikan harapan bagi aparat pajak untuk mencapai jenjang karir tertinggi di Ditjen Pajak.

Bukannya membaik, reputasi Ditjen Pajak malah semakin buruk. Belum setahun Tjiptardjo menjabat, kasus makelar pajak oleh Gayus Tambunan yang diungkap oleh mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Susno Duadji mencuat ke publik, dan mencoreng Ditjen Pajak.

infografik mengukur kinerja ditjen pajak

Baca juga: Gayus & Nazaruddin Masuk Deretan Napi Korupsi Peroleh Remisi

Gara-gara kasus itu, anggota DPR mendesak pemerintah untuk mencopot jabatan Tjiptardjo sebagai dirjen pajak. Desakan demi desakan terus bergulir. Pemerintah akhirnya mengganti Tjiptardjo pada Januari 2011 dengan alasan karena memasuki masa pensiun.

Dalam kurun waktu kurang dari dua tahun, Tjiptardjo juga gagal mencapai target penerimaan pajak. Pada 2009, ia hanya memenuhi 94 persen dari target. pada tahun berikutnya, penerimaan pajak hanya terealisasi Rp567 triliun, atau 95 persen.

Akibat citra yang memburuk karena kasus makelar pajak, pemerintah kembali memilih dirjen pajak dari kalangan "luar" di Ditjen pajak, yakni Ahmad Fuad Rahmany. Ia dilantik pada Januari 2011 oleh Menteri Keuangan Agus Martowardojo pada masa itu. Fuad memang bukan benar-benar orang luar, ia sempat memimpin Bapepam-LK yang juga di bawah Kemenkeu saat itu.

Fuad ketika itu berjanji untuk menghentikan mafia-mafia pajak seperti Gayus Tambunan. Ia juga mencoba meneruskan reformasi perpajakan. Namun dalam perjalanannya, target penerimaan pajak masih belum tercapai. Selama 4 tahun masa jabatan, Fuad belum pernah sekalipun merealisasikan penerimaan pajak sesuai dengan target pemerintah.

Fuad beralasan target penerimaan pajak yang dipatok pemerintah sulit dikejar karena jumlah pegawai pajak yang masih rendah. Gara-gara itu, upaya untuk menggali wajib pajak baru atau ekstensifikasi pajak menjadi sulit. Ia pun akhirnya lengser dari dirjen pajak karena memasuki masa pensiun.

“Ditjen pajak paling stressfull, tapi kerjaan yang sangat membanggakan,” kata Fuad setelah menyerahkan jabatan kepada Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo.

Setelah Fuad, dirjen pajak yang baru kini kembali lagi dipegang dari kalangan internal Ditjen Pajak, yakni Sigit Priadi Pramudito. Terpilihnya Sigit tentunya menjadi hal yang positif di kalangan karyawan Ditjen Pajak. Sayang, hanya 10 bulan menjabat sebagai dirjen pajak, Sigit memilih untuk mengundurkan diri karena tidak mampu merealisasikan target penerimaan pajak. Sigit menjadi dirjen pajak tersingkat.

Setelah Sigit, dirjen pajak kini dipegang Ken hingga sekarang. Pria asal Malang ini resmi menjabat sebagai Dirjen Pajak pada 1 Maret 2016. Sama seperti Sigit, Ken bukan orang baru di Ditjen Pajak. Ia sudah malang melintang di Ditjen Pajak sejak 1993.

Meski begitu, Ken juga tidak mampu merealisasikan target penerimaan pajak pada tahun pertamanya. Pada 2017, target penerimaan pajak juga diperkirakan tidak tercapai. Pasalnya, realisasi penerimaan pajak per September 2017 hanya 59 persen dari target.

Orang-orang yang mengisi kursi Ditjen Pajak memang berlatar dari internal maupun luar Ditjen Pajak, tapi umumnya masih di lingkungan Kemenkeu. Beberapa nama yang beredar sebagai pengganti Ken antara lain Hadiyanto, 55 tahun, kini menjabat Sekretaris Jenderal Kemenkeu.

Baca juga: Presiden Jokowi Akui Belum Putuskan Nama Dirjen Pajak Baru

Selain itu, ada Robert Pakpahan, 58 tahun, yang sedang menjabat sebagai Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu. Juga ada Suryo Utomo yang tengah menjabat sebagai staf ahli Menteri Keuangan di Bidang Kepatuhan Pajak. Suryo saat ini tergolong lebih muda dengan usia 48 tahun.

Siapa pengganti Ken memang belum pasti, tapi yang pasti siapapun penggantinya akan punya tugas pasti yaitu memenuhi target penerimaan pajak. Kisah sukses ini baru bisa dicapai oleh dua dirjen yang berlatar karier pajak dan orang luar dari internal Ditjen Pajak setidaknya dalam kurun kurang dari dua dekade terakhir. Namun pekerjaan besar lainnya reformasi perpajakan yang terus menanti.

Baca juga artikel terkait DIRJEN PAJAK atau tulisan lainnya dari Ringkang Gumiwang

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Ringkang Gumiwang
Penulis: Ringkang Gumiwang
Editor: Suhendra