Menuju konten utama

Pasal RKUHP Ancam Kebebasan Pers, Gugatan Demo Surabaya Hari Ini

Demo Surabaya hari ini salah satunya mengugat soal pasal-pasal di dalam RKUHP yang mengancam kebebasan pers.

Pasal RKUHP Ancam Kebebasan Pers, Gugatan Demo Surabaya Hari Ini
Sejumlah bendera dan atribut dari aksi mahasiswa yang digelar di depan Gedung DPRD Jatim Jalan Indrapura Surabaya, Rabu (25/09/2019). ANTARA Jatim/Fiqih Arfani

tirto.id - Demo Surabaya hari ini menyerukan Sepuluh Tuntuan Rakyat. Salah satu di antaranya soal pembatalan Rancangan Undang-Undang (RUU) yang bertentangan dengan agenda pemberantasan korupsi, HAM, dan demokrasi, termasuk RUU yang melindungi kepentingan oligarki.

Isi RKUHP atau Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana menimbulkan penolakan yang membuat Presiden Jokowi meminta agar pengesahannya ditunda hingga DPR RI periode 2019-2024.

Salah satu yang bermasalah dalam RKUHP adalah dugaan akan memanjakan koruptor. Sejumlah pasal yang mengatur tindak pidana korupsi di RKUHP justru dilengkapi hukuman yang lebih ringan dibanding UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi atau UU Tipikor.

Selain itu, isi RKUHP juga dinilai bisa mengancam kekebasan pers. Menurut petisi yang dibuat Dewan Pers, IJTI, LBH Pers, dan LPDS ada 10 pasal yang bermasalah dan akan berdampak pada kebebasan pers, seperti berikut ini.

  1. Pasal 219 tentang Penghinaan terhadap Presiden atau Wakil Presiden.
  2. Pasal 241 tentang Penghinaan terhadap Pemerintah.
  3. Pasal 247 tentang Hasutan Melawan Penguasa.
  4. Pasal 262 tentang Penyiaran Berita Bohong.
  5. Pasal 263 tentang Berita Tidak Pasti.
  6. Pasal 281 tentang Penghinaan terhadap Pengadilan.
  7. Pasal 305 tentang Penghinaan terhadap Agama
  8. Pasal 354 tentang Penghinaan terhadap Kekuasaan Umum atau Lembaga Negara
  9. Pasal 440 tentang Pencemaran Nama Baik
  10. Pasal 446 tentang Pencemaran Orang Mati
Dalam keterangan pers yang diterima Tirto Kamis (26/9/2019), petisi menyebut Presiden Jokowi sudah meminta agar pengesahan RKUHP ini ditunda dan tidak harus dipaksakan untuk disahkan DPR periode sekarang.

"Namun, jika DPR tetap bersikeras mengesahkan RKUHP ini, RKUHP akan tetap berlaku meskipun presiden sebagai kepala negara tidak menandatanganinya. Situasi ini menunjukkan adanya darurat kebebasan pers!! RKUHP ini bisa akan dijadikan alat untuk membungkam pers yang kritis!!"

Demo di Surabaya hari ini menjadi lanjutan aksi yang dilakukan di berbagai kota sejak dimulai di Jogja lewat Gejayan Memanggil. Dengan tagar Surabaya Menggugat, mahasiswa yang tergabung dalam Aksi Surabaya Melawan Oligarki akan menegakkan kembali demokrasi.

Tagar #SurabayaMenggugat muncul untuk mengawal demo mahasiswa di DPRD Jawa Timur yang dijadwalkan akan digelar hari ini, Kamis (26/9/2019). Titik kumpul Surabaya Menggugat dijadwalkan di Tugu Pahlawan pukul 13.00 WIB.

Beberapa tuntutan yang diajukan Surabaya Menggugat di antaranya tolak RUU KPK, RUU KUHP, RUU Ketenagakerjaan, RUU Pertanahan, Sahkan RUU PKS, kebakaran hutan, penindasan di Papua, demokrasi dikebiri, dan dwifungsi aparat.

Rektor Universitas Airlangga Surabaya Prof Mohammad Nasih meminta mahasiswanya yang ikut aksi menolak sejumlah rancangan undang-undang di depan Gedung DPRD Jawa Timur, Kamis, melakukan aksi dengan tertib.

Nasih meminta mahasiswa tidak menyampaikan ide dengan anarkis, yang mengakibatkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap mahasiswa. Sebab, menurutnya, anarkis --sebutan yang sebenarnya kurang tepat mengarah pada kekerasan-- adalah sikap di luar seorang intelektual.

Meski begitu, Nasih tidak melarang mahasiswanya untuk ikut aksi. Baginya, menyampaikan aspirasi adalah hak setiap warga negara. Namun, Nasih menegaskan proses perkuliahan di Unair tetap berjalan seperti biasa.

Baca juga artikel terkait DEMO MAHASISWA atau tulisan lainnya dari Dipna Videlia Putsanra

tirto.id - Hukum
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Agung DH