Menuju konten utama

Partai Buruh Tolak Ambang Batas Parlemen 4 Persen di Pemilu 2024

Said Iqbal mengatakan angka parliamentary threshold 4% tak memiliki kontribusi signifikan dalam proses pembuatan kebijakan.

Partai Buruh Tolak Ambang Batas Parlemen 4 Persen di Pemilu 2024
Pengunjuk rasa mengibarkan bendera pada aksi di Kantor Kementerian Ketenagakerjaan, Jakarta, Selasa (21/3/2023).ANTARA FOTO/Reno Esnir/aww.

tirto.id - Partai Buruh kembali melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR, Senin (17/4/2023). Ada sejumlah isu yang mereka suarakan, salah satunya terkait penghapusan aturan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold.

Menurut Ketua Umum Partai Buruh Said Iqbal kebijakan tersebut adalah upaya menghidupkan kembali demokrasi terpimpin dan mempertahankan oligarki partai politik.

"Dalam simulasi, bilamana partai politik dalam Pemilu 2024 mendapatkan 30-40 kursi di DPR RI, maka ada kemungkinan bisa tidak lolos parliamentary threshold. Karena meskipun mendapatkan 30 - 40 kursi DPR RI, tetapi bisa saja suara yang didapat di bawah 4% suara sah nasional," kata Said Iqbal dalam keterangannya pada Senin (17/4/2023).

Said Iqbal mengatakan angka empat persen di DPR RI tak memiliki kontribusi signifikan dalam proses pembuatan kebijakan. Oleh karenanya dia menolak perolehan suara tersebut dipandang sebelah mata oleh pengambil kebijakan dan penyelenggara Pemilu.

"Bayangkan sebuah partai politik yang memenangkan Pemilu 2024 dengan 40 kursi tidak bisa duduk di Senayan hanya karena perolehan suaranya kurang dari 4% sah nasional 2024," jelasnya.

Oleh karena itu, Partai Buruh meminta parliamentary threshold 4% dicabut atau, Said Iqbal memberi alternatif parliamentary threshold juga dimaknai 4% dari jumlah kursi di DPR RI, yang besarnya adalah 4% x 580, yaitu 23-an kursi.

"Dengan demikian 40 kursi partai politik tersebut dibajak oleh parpol yang ada di parlemen," ungkapnya.

Selain isu parliamentary threshold, Said Iqbal juga mendorong pengesahan Rancangan Undang-undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT). Dia menyebut RUU PPRT sudah 18 tahun berjalan tapi belum juga disahkan.

"Mengapa RUU PPRT yang diharapkan untuk segera disahkan tak kunjung disahkan, padahal sudah 18 tahun. Tetapi giliran UU Cipta Kerja yang ditolak kaum buruh dengan cepat segera disahkan? DPR ini mewakili siapa sebenarnya?" terangnya.

Isu lainnya yang akan diangkat Partai Buruh pada aksi unjuk rasa hari ini adalah meminta UU No 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja dicabut.

Baca juga artikel terkait PEMILU 2024 atau tulisan lainnya dari Irfan Amin

tirto.id - Politik
Reporter: Irfan Amin
Penulis: Irfan Amin
Editor: Bayu Septianto