Menuju konten utama

Parade Bom Seks Tanah Air

Sejarah film Indonesia tak pernah bisa lepas dari bom seks. Di masa lalu, penampilan artis-artis panas ini merupakan daya tarik tersendiri. Film yang ada bom seksnya pun masih dikenang hingga kini.

Parade Bom Seks Tanah Air
Ilustrasi bom seks [Grafis/TF Subarkah/Foto-foto/Google/Instagram]

tirto.id - Wanita dan seks adalah daya tarik tersendiri dalam dunia film. Dari zaman baheula, eksploitasi wanita untuk menyedot pemirsa, terutama kaum Adam sudah dilakukan. Atas nama tuntutan skenario, para bom seks ini mau mempertontonkan tubuhnya, memberikan fantasi erotis kepada lelaki yang menontonnya.

Seks adalah hal yang tak bisa dipisahkan dalam sejarah film Indonesia. Banyak film Indonesia, sedari tahun 1950an, begitu memanjakan kaum laki-laki dengan fantasi-fantasi erotis. Para pemainnya pun melegenda sebagai bom seks.

Film-film yang menampilkan bom seks itu tentu saja masuk dalam kategori dewasa. Di masa Orde Baru, semua film harus melewati gunting sensor Badan Sensor Film (BSF) terlebih dahulu. Jika masuk stasiun televisi, ada sensor lagi. Tentu saja bagian-bagian sensualnya makin berkurang lagi.

Meski demikian, banyak adegan erotis yang masih bisa lolos melewati BSF dan memanjakan mata penonton laki-laki Indonesia. Beberapa stasiun televisi swasta Indonesia masih menayangkan film-film yang di zamannya tergolong panas dan berkategori dewasa, meski hanya ditayangkan di tengah malam.

Penerus Nurnaningsih

Bicara soal siapa bom seks pertama di Indonesia, beberapa tulisan di dunia maya Indonesia menyepakati, Nurnaningsih adalah sang pemula, dalam sejarah bom seks tanah air. Konon, Nurnaningsih pernah beradegan separuh bugil dalam Harimau Tjampa (1954).

"Saya tidak akan memerosotkan kesenian, melainkan hendak melenyapkan pandangan-pandangan kolot yang masih terdapat dalam kesenian Indonesia," bela Nurnaningsih, seperti dikutip dalam buku A to Z About Indonesian Film (2006) yang tulis Ekky Imanjaya. Sayangnya, film ini pun tak utuh lagi gambarnya. Nurnaningsih, pernah juga bermain dalam film yang digarap Sutradara Usmar Ismail.

Dua dekade setelah Nurnaningsih, bermunculan bom seks di Indonesia. Ketika itu, film sudah berwarna sehingga semakin menambah fantasi erotis. Lekuk-lekuk tubuh aktris seksi semakin tereksploitasi.

Beberapa bintang yang sering tampil erotis pada era 1970an antara lain Yatie Octavia, Doris Callebaute atau Debby Chintya Dewi.

Yatie Octavia, sebelum sering bermain dalam film-film Rhoma Irama dan menikah dengan Pangki Suwito, sering dapat peran panas. Dalam film Intan Perawan Kubu (1972), Yatie hanya mengenakan rok pendek dan payudara hanya ditutup rambutnya yang panjang. Ketika itu usianya belum 20 tahun.

Lukisan film Gadis Panggilan (1975) menampilkan sosok yang diperankan Yatie dalam kondisi bugil. Dalam film Darah Muda (1977), Yatie yang berperan sebagai wanita seksi bernama Ani. Dalam cerita, Ani yang menaruh cinta pada Rhoma diperkosa dua berandalan motor besar berambut kribo, yang salah satunya diperankan rocker legendaris Ucok Harahap.

Debby Chintya Dewi, di tahun 1972 ikut bermain dalam film Tiada Djalan Lain besutan sutradara Hasmanan. Debby beradegan panas dengan aktor Mandarin Alan Teng Kuang Yung. Debby juga tampil menggoda dalam film silat Krakatau (1977).

Doris Callebaute melambung namanya lewat Inem Pelayan Seksi (1976). Betapa seksinya, Inem aka Doris, yang memakai jarik dan kebaya tipis, mengepel lantai sehingga sebagian dadanya tereksploitasi. Doris juga ikut dalam film Akibat Pergaulan bebas (1977). Doris berperan sebagai perempuan panggilan kelas atas yang jatuh ke pelukan seorang mahasiswa, yang diperankan Roy Marten. Tentu saja ada adegan mereka bermesraan, tetapi masih dalam balutan kain.

Setelah 1980an, Yatie lebih memilih peran yang tidak sensual di film. Sementara Debby Chintya Dewi jalan terus dengan cap sebagai aktris panas. Sementara panasnya Doris Callebaute menghilang dari layar lebar di era 1980an. Doris belakangan tampil santun, bahkan semakin religius.

Setelah Doris Callebaute Berlalu

Di awal 1980an, Suzanna juga pernah beradegan dengan Allan Nuari dalam Ratu Ilmu Hitam (1981). Suzanna yang berakting dari tahun 1960an, boleh dibilang cantik dan sensual, sebenarnya juga dianggap bom seks oleh sebagian pihak. Namun, Suzanna belakangan lebih dikenal sebagai Ratu Film Horor Indonesia.

Enny Beatrice ikut menghiasi dunia aktris bom seks di era ini. Film fenomenal yang melejitkan nama Enny Beatrice adalah Darah dan Mahkota Ronggeng (1983). Kisah film tersebut diadaptasi dari novel Ronggeng Paruk yang ditulis Ahmad Tohari. Namun, dalam film Bunga Pramuria (1984), Enny tampil sensual sebagai perempuan penggoda. Lalu dalam Tergoda Rayuan (1984), lagi-lagi Enny tampil genit sebagai anak buah seorang germo.

Sebagian penikmat film dewasa berjudul Di Luar Batas (1984), tak akan lupa dialog seorang pelacur dengan bapak-bapak tua yang birahinya harus terhenti karena pisau cukur.

“Sabar, Om. Om punya pisau cukur?”

“Buat apa?”

“Ini,” sambil menunjuk ke arah ketiak.

Eva Arnaz, pemeran pelacur dalam film itu, barangkali bom seks paling legendaris di zamannya. Aksi lain Eva adalah dalam adegan Eva mandi sambil mendesah dalam film Asal Tahu Saja (1984). Atau adegan Eva sedang tidur sendirian dalam film Midah Perawan Buronan (1983). Eva hanya berbalut pakaian tidur tipis, lalu memperlihatkan lekukan tubuhnya, dan juga ketikanya lagi.

Eva membuat sosok Ken Dedes menjadi sensual dan erotis dalam Ken Arok Ken Dedes (1983). Eva membintangi lebih banyak film ketimbang aktris-aktris bom seks lainnya di zamannya. Seperti aktris panas lain, di masa-masa bermain film panas, film-film yang dimainkan Eva juga bervariasi. Tak melulu film panas saja.

Meski tak sepanas dari Eva Arnaz, Meriam Bellina sering juga berani beradegan panas. Mer, sapaan Meriam Bellina, tampil sensual sebagai gadis penjual rokok yang digandrungi laki-laki dalam Roro Mendut (1982). Namun, film yang melambungkan namanya adalah Cinta Di balik Noda (1984). Mer berperan sebagai perempuan yang dijual kepada orang-orang berduit banyak.

Tahun 1991, Meriam Bellina ikut bermain dalam remake Bernafas dalam Lumpur, yang dulu pernah dibintangi Suzanna. Mer juga tampil seksi. Bahkan ada adegan, Mer hanya kenakan handuk saja atau ketika ganti pakaian.

Setelah Eva dan Mer, bom seks Indonesia masih tetap panas. Generasi 1990an barangkali adalah generasi yang harus muntah ketika masuk bioskop. Film-filmnya yang tak lepas dari "sekwilda" dan "bupati" lebih sering diputar di bioskop. Di era-era ini film-film bertema panas terkesan lebih vulgar dibanding era-era sebelumnya. Temanya tak jauh dari percintaan atau perkosaan.

Aktris-aktris panas,di era ini antara lain Febby Lawrance, Sally Marcellina, Gitty Srinita, Inneke Koesherawaty, Kiki Fatmala, Windy Chindyana atau Ayu Azhari. Nama terakhir pernah terlibat adegan mandi bersama dengan Frank Zagarino dalam Pemburu Teroris (1996).

Setelah 1990an, adalah generasi Uli Auliani, Andi Soraya, Julia Perez, Dewi Persik atau Nikita Mirzani. Uli Auliani juga ikut bermain sebagai gadis bermasalah dalam Virgin (2004). Filmnya yang sensual adalah Skandal (2011). Uli berperan sebagai istri yang selingkuh karena kurang dinafkahi. Beberapa nama terakhir lebih sering disebut namanya di media karena gosip mereka.

Seperti di masa-masa sebelumnya, para aktris, yang berjuluk bom seks masa kini, sering tampil dalam film-film komedi atau horor. Di era-era sebelumnya, beberapa aktris panas berjuluk bom seks juga melakukannya. Doris Callebaute pernah bermain film dengan AD/DC, Eva Arnaz dan Meriam Bellina pernah main film bersama Warkop DKI.

Belakangan, para aktris berjuluk Bom Seks dari era 1970an hingga 1990an sudah banyak yang bertaubat. Jika mereka masih di layar kaca atau layar lebar, mereka bermain peran yang tidak panas seperti ketika mereka muda. Di antaranya bahkan tampil tertutup, dengan jilbab atau hijab. Termasuk Yatie Octavia dan Eva Arnaz. Mereka tak lagi menjalani hidup sebagai bintang, melainkan hidup sebagai istri atau usahawan yang baik. Enny Beatrice bahkan menjadi istri Menteri Perplancongan di Malaysia. Bom Seks adalah cerita lama mereka.

Baca juga artikel terkait FILM JADUL atau tulisan lainnya dari Petrik Matanasi

tirto.id - Film
Reporter: Petrik Matanasi
Penulis: Petrik Matanasi
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti