Menuju konten utama

Para Penikmat 1,5 Miliar Ton Batu Andesit di Kabupaten Bogor

Sebanyak 64 perusahaan tambang menikmati bisnis batu andesit di Bogor Barat.

Para Penikmat 1,5 Miliar Ton Batu Andesit di Kabupaten Bogor
Para Penguasa Batu Andesit. tirto.id/Lugas

tirto.id - Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral Jawa Barat Bambang Tirtoyuliono menegaskan berkali-kali bahwa cadangan batu andesit di Kabupaten Bogor "sangat besar" dan "luar biasa banyaknya". "Angkanya sampai dengan 1,5 miliar ton," katanya kepada reporter Tirto, Jumat 22 November 2019.

Andesit adalah salah satu jenis batuan beku vulkanik yang keras dan kompak berwarna kehitaman. Ia ideal dipakai untuk pembangunan infrastruktur termasuk pondasi bangunan dan agregat beton. Anda bisa melihat tumpukan batu andesit yang sudah dipahat dengan indah dalam rupa Candi Borobudur.

Potensi batu andesit di Kabupaten Bogor tersebar di beberapa kecamatan, yaitu Cigudeg, Rumpin, Parung Panjang, dan Cariu. Di antara sekian banyak wilayah eksplorasi tambang, sumber utamanya adalah Gunung Maloko yang secara administratif terletak di Rumpin dan Gunung Sudamanik di Cigudeg.

Luas izin usaha pertambangan (IUP) mencapai 1,25 persen dari luas Jawa Barat—35.378 kilometer persegi, kata Bambang. Angka ini didapat dari perhitungan akumulatif terhadap 333 izin usaha, baik yang aktif atau tidak, mencakup IUP 26 logam, 35 bukan logam, dan 272 bebatuan.

Ada puluhan perusahan yang saat ini sudah mengantongi IUP itu. Reporter Tirto memperoleh nama-nama perusahaan dari dua sumber utama: Aliansi Gerakan Jalur Tambang (AGJT) dan Dinas ESDM Jabar. AGJT memperoleh nama-nama ini dari "plang yang ada di tiap perempatan titik eksploitasi," kata Junaedi Adhi Putra, Ketua AGJT.

Nama-nama tersebut lantas diverifikasi ulang lewat situs-situs resmi pemerintah seperti geoportal.esdm.go.id, media massa, laman pasar saham, dan konfirmasi langsung ke pihak perusahaan. Beberapa nama ada di semua sumber, lainnya ada yang hanya dicatat AGJT, misalnya, tapi tidak terdata di Dinas ESDM Jabar.

Perusahaan dapat dikategorikan berdasarkan skala: ada yang tingkat CV, kelas lokal-kabupaten, hingga tingkat nasional. Ada yang berstatus swasta, tercatat pula yang pelat merah.

Salah satu perusahaan yang paling terkenal adalah PT Sudamanik. Wilayah eksplorasi mereka seluas 42 hektare di Desa Rengasjajar, Cigudeg. Disebut terkenal karena merekalah yang pertama kali mengeksplorasi wilayah ini pada tahun 1982. Di Parung Panjang ada Jalan Raya Sudamanik.

Tiga tahun setelah PT Sudamanik melakukan eksplorasi untuk pertama kali, perusahaan lain mengikuti yakni PT Gunung Maloko. Mereka bahkan membikin jalur sendiri di Rumpin yang melewati Kampung Ciaul, Banjar Pinang, Desa Mekar Sari, Malapar, Dangdang, hingga Cisauk-Tangarang.

Saya melewati jalan itu pada 12 November 2019 bersama Junaedi. Kondisinya rusak parah dan berdebu karena memang sudah lama tidak dipakai sebagai jalur tambang sejak tahun 2000, ketika truk dialihkan ke jalur kabupaten.

Perusahaan ini "berubah jadi PT Holcim tahun 2000an," kata Junaedi. PT Holcim Beton adalah perusahaan tingkat nasional yang tercatat mengeksplorasi wilayah ini dengan IUP seluas 42,6 hektare, catat Dinas ESDM Jabar. Berdasarkan catatan tahunan Holcim Indonesia tahun 2015, (PDF, hlm 39), tambang agregat di Maloko adalah "fasilitas sejenis satu-satunya dan terbesar di Pulau Jawa."

Menurut sumber yang sama, mereka mengklaim menghasilkan "3 juta ton agregat berkualitas setiap tahun."

Selain swasta, perusahaan pelat merah juga mengambil untung dari sana. Salah satunya adalah PT Prayoga Pertambangan dan Energi, berstatus BUMD Kabupaten Bogor. Mereka menguasai konsesi seluas 12,5 hektare, menurut Dinas ESDM Jabar.

Ada pula BUMN. PT Waskita Beton Precast Tbk, anak usaha PT Waskita Karya (Persero) yang dibentuk pada Oktober 2014, menguasai lahan seluas 8,5 hektare. Menurut laporan tahunan 2018, selain di Rumpin, bisnis batu mereka juga ada di Pekalongan dan Sragen.

Total, seperti yang diungkapkan Bambang Tirtoyuliono, jumlah perusahaan yang ada di beberapa kabupaten ini ada 64 per 25 Oktober 2019. Sebanyak 53 teregistrasi sebagai perusahaan produsen andesit, sisanya pasir sampai galena atau galenit, mineral sumber utama perak.

Uang hasil galian tambang ini turut berkontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Bogor yang mencatatkan diri paling tinggi dibanding kabupaten lain di Jawa Barat sepanjang 2018. Angkanya mencapai Rp2,74 triliun.

Masalahnya, kata Bambang, kontribusi sektor tambang "belum cukup ideal". Angkanya hanya mencapai Rp158 miliar, katanya.

Tidak maksimalnya pendapatan dari sektor ini menurutnya disebabkan karena "harga patokan sebagai dasar pengenaan pajak" belum disesuaikan. Masalah lainnya terkait kinerja PT Prayoga Pertambangan dan Energi sebagai BUMD yang belum maksimal.

Perusahaan ini dilaporkan "sudah beberapa bulan terakhir tidak lagi beroperasi dan terancam bangkrut." 7 Oktober lalu, Direktur Utama PT Prayoga Pertambangan dan Energi (PPE) Radjab Tampubolon memutuskan karyawan, kecuali satpam, "diliburkan sampai batas waktu yang belum ditentukan" karena perusahaan terus merugi.

Wakil Bupati Bogor Iwan Setiawan mengatakan pemkab memutuskan untuk menghentikan penyertaan modal untuk perusahaan sampai ada evaluasi dari manajemen. Rajab akhirnya dicopot dari jabatannya dalam Rapat Umum Pemegang Saham, Selasa 22 November 2019.

Perusahaan Transporter

Sebanyak 64 perusahaan yang memegang izin operasi adalah satu perkara, sementara perusahaan transporter adalah perkara lain. Mereka adalah penikmat lain dari 1,5 miliar ton cadangan batu andesit di Bogor barat.

Bukan hal umum satu perusahaan eksplorasi memiliki armada sendiri. Mereka biasanya meng-outsource perusahaan transporter. Junaedi Adhi Putra mengatakan yang dia tahu setidaknya ada 17 perusahaan transporter yang "terpisah dengan perusahaan tambang."

Salah satu bos pemilik truk adalah Pahat. Salah satu anak buahnya, Agung, 24 tahun, mengaku kepada reporter Tirto kalau "bos pahat punya lima truk." Relasi kerja antara Agung dan Pahat tidak formal, begitu pula dengan sopir dan perusahaan transporter lain.

"Kita biasanya nempel ke bos," terang Agung untuk menggambarkan relasi kerja mereka yang tanpa kontrak.

Agung tidak bekerja setiap hari. Pekerjaan akan sulit didapat terutama ketika musim hujan. "Bisa tiga hari nganggur," katanya.

Agung mengaku dia diberi uang untuk sekali jalan sebesar Rp200 ribu. Uang ini akan dibelanjakan bahan bakar, makan, rokok, serta (terpaksa untuk) pungli. "Paling yang dibawa ke rumah Rp50 ribu."

Uang sebanyak itu jelas tidak cukup, terang Agung, maka dari itu biasanya para sopir mempraktikkan ‘berakan’.

Truk sengaja diisi muatan berlebih dari kapasitas normal (overload). Sebelum sampai ke 'tempat buangan'—istilah para sopir untuk lokasi pengiriman—muatan lebih diturunkan di pinggir jalan untuk dijual ke pengusaha pasir kelas teri. Pangsa pasar mereka biasanya individu.

Tempat buangan kecil ini bisa Anda temukan dengan mudah saat melintasi jalan dari Stasiun Cisauk ke arah Kompleks Lapan.

Praktik lain yang saya temukan di lokasi ini adalah 'sopir tembak'. Jadi semisal sopir utama kelelahan atau ada urusan, mereka biasanya akan memerintahkan kenalan untuk membawa truk dengan memberi mereka uang jalan yang didapat dari pemilik kendaraan.

Masalahnya banyak kasus truk tembak ini adalah anak di bawah umur yang jelas tak punya SIM. Anda bisa membayangkan sendiri bagaimana bocah-bocah yang tingginya mungkin hanya 1,5 meter mengemudikan truk yang tingginya bisa tiga kali lipat orang dewasa.

Truk-truk ini juga memunculkan masalah lain seperti macet, penyakit pernapasan, hingga kecelakaan.

Infografik HL Indepth Tambang Bogor

Para Penguasa Batu Andesit. tirto.id/Lugas

Dari Bandara sampai Reklamasi Jakarta

Agung mengaku pernah mengirim tanah ke STA 34 atau proyek pembangunan Tol Jakarta-Cikampek II Selatan—tol yang terintegrasi dengan Tol Jakarta Outer Ring Road (JORR) serta Tol Purbaleunyi yang dibangun oleh PT Jasa Marga Japek Selatan.

Dia juga mengaku pernah mengirim tanah ke Krukut, Depok untuk Tol Depok-antasari.

Sementara Thedy Wijaya, marketing dari PT Lotus SG Lestari, mengatakan salah satu proyek skala nasional yang pernah menggunakan jasa mereka adalah "proyek East Connecting Taxiway Bandara Soekarno-Hatta" yang merupakan penambahan landasan pacu agar bandara bisa menampung lebih banyak orang dan penerbangan.

Proyek lain, dan barangkali yang paling besar, yang pernah menggunakan material dari Bogor Barat ini adalah reklamasi teluk Jakarta. Hal ini pernah disampaikan Deddy Mizwar pada Mei 2016, saat masih menjabat Wakil Gubernur Jawa Barat.

"Reklamasi Jakarta, 80 persen eksploitasi batu, pasir, dan segala macam materialnya dari Bogor [bagian] barat," katanya. Pernyataan serupa ia katakan satu bulan sebelumnya di hadapan wartawan di DPR RI, Jakarta, setelah menghadiri rapat kerja.

Bambang Tirtoyuliono, yang menjabat Kadis ESDM Jabar sejak 6 Maret 2019, mengaku tidak heran kalau benar hasil tambang digunakan untuk proyek-proyek nasional. Pertama, karena memang kualitas material dari sini bagus; kedua, pemerintah pusat tengah gencar-gencarnya membangun dan "suka tidak suka butuh bahan galian tambang."

Masalahnya instansinya tidak punya catatan sedetail itu karena "sudah domain perusahaan."

"Tapi memang catatan market-nya dijual ke Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi," katanya.

Baca juga artikel terkait TAMBANG BATU ANDESIT atau tulisan lainnya dari Rio Apinino

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Rio Apinino
Penulis: Rio Apinino
Editor: Mawa Kresna