Menuju konten utama

Para Mubalig yang Menolak Didaftar oleh Kemenag

Setidaknya ada tiga mubalig yang menolak masuk dalam daftar rekomendasi keluaran Kementerian Agama. Kemenag malah berencana menambah nama.

Para Mubalig yang Menolak Didaftar oleh Kemenag
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin didampingi Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia Abdullah Zaidi menyampaikan keputusan sidang Isbat 1439 Hijriah di Jakarta, Selasa (15/5/2018). ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

tirto.id - Setidaknya sudah ada tiga orang yang merasa keberatan namanya tercantum dalam daftar 200 mubalig yang direkomendasikan Kementerian Agama (Kemenag). Tiga orang itu adalah Yusuf Mansur, Fahmi Salam, dan Danhil Azhar.

Keberatan ketiganya dilatarbelakangi oleh satu benang merah: tak sepakat dengan gagasan di balik rekomendasi mubalig dari Kemenag. Ketiganya menganggap daftar mubalig yang direkomendasikan negara layaknya alat mempolarisasi dan memecah para penceramah dan umat Islam secara umum.

Dahnil Azhar, misalnya, mengatakan bahwa daftar nama-nama itu rentan menimbulkan syak wasangka dan fitnah, apalagi banyak mubalig dengan tingkat keilmuan lebih tinggi yang tidak masuk daftar.

Menurut Dahnil, Kemenag perlu memikirkan ulang penerbitan rekomendasi karena justru dapat mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Kekhawatiran pemerintah terhadap para mubalig yang dianggap tak berkomitmen terhadap "nilai-nilai kebangsaan" dan Pancasila juga berlebihan.

Pemerintah seharusnya melakukan upaya yang lebih persuasif dengan terlebih dahulu membuka dialog terhadap mubalig-mubalig yang dimaksud.

"Oleh sebab itu, saran saya kepada Kementerian Agama: tidak perlu ragu, tidak perlu malu, dengan putusan yang saya anggap keliru itu. Anulir saja keputusan tersebut dan tidak perlu juga ditambah daftarnya," kata Dahnil kepada Tirto, Selasa (22/5/2018).

Dengan alasan yang hampir mirip dengan Dahnil, Fahmi Salam juga menolak direkomendasikan negara. Ia menilai Kemenag tidak punya kapasitas dan wewenang untuk menentukan mubalig mana yang tepat untuk masyarakat dan mana yang tidak. Menurut dia, hal tersebut justru akan menimbulkan dikotomi di antara para mubalig yang, lagi-lagi, dapat menimbulkan friksi.

"Kementerian itu kan [Kemenag] perpanjangan tangan keagamaan versi penguasa. Mau mengklaim itu netral proporsional, tetap saja itu ada unsur penguasa. Politis" ujarnya.

Fahmi semakin bulat untuk menolak jadi rujukan keagamaan karena dalam proses pembuatan rekomendasi tak pernah ada komunikasi dari Kemenag kepadanya dan mubalig yang lain. Bukan hanya secara individu, tapi juga kelembagaan.

Sebagai Wakil Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI), idealnya Famhi diberitahu. Tapi nyatanya tidak.

"Makannya saya bukan mengundurkan diri. Saya minta nama saya dikeluarkan, karena enggak pernah daftar atau dikasih tahu," kepada Tirto.

Menurut Fahmi, kalaupun ada daftar sejenis, idealnya itu dikeluarkan oleh organisasi keagamaan "yang sudah teruji komitmen kebangsaannya." Di sanalah, masyarakat bisa terlibat menentukan mubalignya masing-masing.

"Biarkan masyarakat yang menilai. Ormas ini kan seperti aplikasi dan masyarakat sebagai user-nya," ujarnya.

Terus Lanjut

Meski jelas sudah tahu ada penolakan dari mubalig yang direkomendasikan itu sendiri, Menteri Agama Lukman Hakim Syaifudin enggan menanggapinya. Ia hanya menyampaikan permohonan maaf jika dalam penerbitan nama-nama tersebut ada pihak yang merasa keberatan dan dirugikan.

Tegasnya, tak ada niat sama sekali buat menarik kembali daftar tersebut.

"Sifat rilis itu adalah dalam rangka menjawab pemintaan masyarakat. Masa sesuatu yang mereka harapkan lalu kami cabut lagi? Kan tidak pada tempatnya," kata Lukman di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (22/5/2018).

Pemilihan 200 nama mubalig itu sendiri, kata Lukman, merupakan saran dan masukan yang sebelumnya dikumpulkan Kemenag dari Organisasi Kemasyarakatan seperti Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah. Lembaga-lembaga pendidikan masjid juga turut andil dalam pengusulan nama-nama tersebut.

"Mereka [masyarakat] tak ingin ceramah keagamaan itu diisi dengan hal-hal yang justru bisa berpotensi menimbulkan keresahan di tengah umat. Itulah mengapa kemudian mereka meminta kepada kami," ujarnya.

Penyusunan nama-nama mubalig itu dilakukan jelang bulan Ramadan oleh tim kecil yang dibentuk Kemenag. Tim ini juga yang memastikan kapasitas para mubalig berdasarkan tiga hal: kompetensi keilmuan agama yang mumpuni, reputasi yang baik serta komitmen kebangsaan yang tinggi.

Dalam waktu dekat, MUI berencana memperbarui daftar nama-nama itu, juga berdasarkan usulan dari masyarakat dan ormas.

"MUI dalam waktu dekat akan mengundang ormas Islam untuk bersama yang lain, melengkapi, menyempurnakan, dan menambah apa yang sudah dirilis Kemenag," ucapnya.

Baca juga artikel terkait DAFTAR 200 NAMA MUBALIG atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Politik
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Rio Apinino