Menuju konten utama

Para Konglomerat di Belakang Jokowi dan Prabowo pada Pilpres 2019

Meraih jabatan presiden tak cuma butuh duit besar, tapi juga mampu memelihara jaringan patron dan sentimen pemilih.

Para Konglomerat di Belakang Jokowi dan Prabowo pada Pilpres 2019
Ilustrasi: Oligarki Pilpres 2019. tirto.id/Lugas

tirto.id - Apakah kekayaan menjadi ukuran penentu keberhasilan kandidat dalam pemilihan presiden?

Merujuk laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara pada 15 Agustus 2018, harta Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, baik gabungan maupun masing-masing, jauh melampaui harta pribadi Joko Widodo-Ma’ruf Amin.

Namun, merujuk pengalaman Pilpres 2014, Jokowi mengalahkan Prabowo. Marcus Mietzner, ilmuwan politik dari Australian National University, menyebut kemenangan mantan Gubernur Jakarta itu pantas disebut sebagai perkara yang “patut diperhatikan”. Pasalnya, Jokowi mengalahkan Prabowo yang dianggap “lambang seorang politikus elite.”

Prabowo adalah seorang miliarder dan lahir dari keluarga aristokrat Djojohadikusumo. Jamak di Indonesia, kalangan keluarga aristokrat adalah tipe ideal penanda sosok pemimpin. Pasca-Orde Baru, presiden Indonesia selalu diisi oleh sosok dari keturunan keluarga elite. Dari Abdurrahman Wahid (cucu pendiri Nahdlatul Ulama), Megawati (putri Sukarno), dan Susilo Bambang Yudhoyono (menantu Sarwo Edhie Wibowo).

Jokowi, dengan kemenangannya pada 2014, dengan demikian, apakah hanya boneka para oligarch dan akhirnya menjadi (sama seperti) aktor elite lain?

Pada Pilpres 2019, Jokowi bukan lagi pendatang baru. Andai ia menang melawan kandidat yang sama, tentu tergantung cara dia membangun jaringan aktor elite politik dan pengusaha, serta berhasil memelihara sentimen relawan. Faktor terakhir termasuk yang menggerakkan pemilih mendukungnya pada 2014 di tengah nama-nama kandidat lawas.

Pemetaan terhadap para konglomerat di belakang kedua kandidat presiden bisa menjelaskan tak semata soal akses atas duit super jumbo, melainkan menggambarkan jaringan pengaruh dari segelintir orang yang menguasai akses sumber kekayaan di Indonesia.

Kubu Jokowi

  • Erick Thohir
“Beliau adalah pengusaha sukses, memiliki media, klub sepakbola, klub basket, dan memiliki lain-lainnya,” ujar Jokowi dari Menteng, 7 September 2018, menyebut Erick Thohir saat mendapuknya sebagai ketua tim pemenangan.

Keluarga Thohir masuk dalam jajaran orang-orang kaya di Indonesia. Almarhum ayahnya, Teddy Thohir, adalah sosok dibalik grup Astra International bersama almarhum William Soerjadjaja.

Kakaknya, Garibaldi “Boy” Thohir, adalah salah satu pemilik shareholder Adaro Energy, perusahaan top pengekspor batubara di dunia. Media Globe Asia 2017 mencatat harta Boy sekitar 1,4 miliar dolar AS.

Sementara Erick Thohir lebih dikenal sebagai bos media lewat Mahaka Group. Ia juga dikenal lewat kepemilikan 70 persen saham di Inter Milan, klub elite Serie A Italia. Ia juga jadi rekanan pengurus D.C. United, klub sepakbola di Amerika Serikat, dan menjadi komisaris Persib Bandung.

Kesuksesan menyelenggarakan Asian Games 2018 di Jakarta dan Palembang, yang bikin Jokowi mendapatkan sorotan positif dari media internasional, adalah buah tangan Erick Thohir sebagai Ketua Inasgoc, panitia pelaksana gelaran multi cabang olahraga se-Asia itu. Jokowi dibuat terkesan dengan kemampuannya.

“Setiap hal yang dia pimpin selalu mendapatkan kesuksesan. Terakhir, tentu saja kami masih ingat dia ketua Inasgoc,” ujar Jokowi.

  • Bos Media: Hary Tanoesoedibjo dan Surya Paloh
Hary Tanoesoedibjo, pendiri Partai Persatuan Indonesia (Perindo), dan Surya Dharma Paloh, pendiri Partai Nasdem, adalah dua bos media.

Kekuatan pemberitaan Tanoe terkonsentrasi lewat MNC Group, yang punya tiga jaringan televisi swasta terbesar di Indonesia. Begitu pula Paloh lewat Metro TV (Media Group), yang mendukung Jokowi sejak 2014.

Menurut laporan Globe Asia 2017, Tanoe punya kekayaan 1,75 miliar dolar AS. Sementara Paloh punya harta 580 juta dolar AS. Keduanya masuk dalam daftar 150 orang terkaya Indonesia versi media tersebut.

  • Oesman Sapta Odang
Lewat OSO Group, pengusaha asal Kalimantan Barat ini menguasai bisnis pertambangan, properti, perkebunan, di antara hal lain.

OSO memiliki lahan sawit seluas 22.725 hektare di Mempawah serta punya pengolahan ikan terpadu, penyedia ikan dan udang segar di Kayong—keduanya di Kalimantan Barat.

Politikus yang kini ketua umum Partai Hanura, menggantikan Wiranto, ini disebut majalah Globe Asia 2017 memiliki kekayaan 400 juta dolar AS.

Kubu Prabowo

Kepindahan Hary Tanoesoedibjo mendukung Jokowi bikin peta konglomerat di belakang Prabowo kini berpusat pada jaringan keluarga dan kolega. Selain Sandiaga Uno, yang mendampinginya sebagai cawapres, Prabowo selalu mengandalkan kekayaan dari bisnis adiknya, Hashim Djojohadikusumo.

Selain keduanya, nama lain tapi bukan wajah baru adalah Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto. Tommy terlibat dalam Pemilu 2019 berkat Partai Berkarya. Kakak Tommy, Titiek Soeharto, yang sebelumnya politikus Golkar tapi kini berlabuh lewat Partai Berkarya, mengatakan Prabowo datang ke Cendana untuk minta dukungan.

“Kami bersedia menyambut dukungan itu untuk pasangan Pak Prabowo Subianto dan Pak Sandiaga Uno,” ucap Titiek, 10 Agustus 2018, yang bercerai dengan Prabowo pada 1998.

Tommy Soeharto disebut Globe Asia 2017 memiliki kekayaan 600 juta dolar AS.

  • Hashim Djojohadikusumo
Hashim di kubu Prabowo adalah kunci. Seorang pendana utama Prabowo sejak Pilpres 2009, investasi keluarga Djojohadikusumo belum juga berhasil. Laporan Forbes pada 2010 menyebut Hashim “selalu memberi Prabowo apa yang diinginkannya."

Marcus Mietzner (2015) menerangkan bahwa Prabowo, dalam kampanye Pilpres 2014, berupaya menghapus citra negatif sebagai “kroni Soeharto.” Prabowo menggambarkan diri sebagai “orang luar yang secara heroik berusaha menyelamatkan Indonesia dari demokrasi yang membusuk,” tulis Mietzner.

Menurut laporan Globe Asia 2017, kekayaan Hashim sebesar 920 juta dolar AS.

  • Sandiaga Uno
Mantan Wakil Gubernur Jakarta, pengusaha lewat bendera PT Recapital Advisors, Adaro, dan PT Saratoga Investama Sedaya, Sandiaga disebut Globe Asia 2017 memiliki kekayaan 500 juta dolar AS.

Ia bergabung dengan Partai Gerindra sejak 2015. Saat “Panama Papers” mencuat pada 2016, namanya muncul dan disebut-sebut sebagai direktur dan pemegang saham beberapa perusahaan seperti Goldwater Company Limited, Attica Finance Ltd, Velodrome Worldwide, dan Sun Global Energy Inc.

Infografik HL Indepth Politik 2019

Orang-Orang Jusuf Kalla

Larangan aturan pemilu tak membuat Jusuf Kalla menanggalkan pengaruh pada Pilpres 2019. Ia memiliki orang-orang dekat di tengah jaringan pengaruh pada parpol dan akses kekuasaan. Dua nama yang bisa disebut adalah Sofjan Wanandi dan Aksa Mahmud.

Sofjan Wanandi, kawan lama Kalla sejak menjadi mahasiswa, melepas jabatan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia demi menjadi penasihat Kalla ke Istana Wapres.

Peran Sofjan juga penting bagi dunia internasional. Menurut Kalla, hampir semua duta besar untuk sejumlah negara yang baru bertugas di Indonesia selalu berkonsultasi kepada Sofjan Wanandi dalam rangka berdiskusi mengenai kondisi Indonesia.

Laporan Globe Asia 2017 menyebut kekayaan Sofjan berkisar 590 juta dolar AS, salah satu dari daftar 150 orang terkaya di Indonesia.

Sementara Aksa Mahmud, adik ipar Kalla, adalah bos Bosowa Corporation, perusahaan semen, infrastruktur, perdagangan hingga energi, di antara hal lain. Ia memiliki kekayaan 1,8 juta dolar AS, menurut Globe Asia 2017.

Konglomerat Lain: Chairul Tanjung, Riza Chalid, dan Bakrie

Jaringan pengaruh konglomerat dalam Pilpres 2019 juga perlu mencatat Chairul Tanjung, Mohammad Riza Chalid, dan Aburizal Bakrie, di antara nama lain.

Chairul Tanjung, baron media lewat konglomerasi CT Corp yang memiliki Trans TV, Trans7, Detik, CNN Indonesia dan CNBC Indonesia, memiliki kekayaan 4,7 miliar dolar AS, menurut laporan Globe Asia 2017.

Sementara Riza Chalid, bos Petral, menurut Globe Asia 2017 memiliki kekayaan 610 juta dolar AS. Peran Petral sebagai makelar minyak untuk Pertamina dibubarkan oleh Jokowi pada 2015. Riza disebut-sebut mendanai kampanye dua kandidat pada Pilpres 2014 usai terungkap skandal rekaman suara “Papa Minta Saham”.

Lama menghilang, Riza muncul dalam acara Akademi Bela Negara Partai NasDem pada 16 Juli 2018, yang dihadiri oleh Jokowi. Kehadiran Riza pada acara itu dianggap sebagai sinyalemen dukungannya terhadap Jokowi.

Adapun Aburizal Bakrie, usai suara Golkar diarahkan untuk Jokowi, agaknya masih setia mendukung kubu Prabowo. Di bawah Visi Media Asia, yang berkongsi dengan Erick Thohir, Bakrie memiliki tvOne, ANTV, dan portal berita Viva.co.id. Globe Asia 2017 menyebut kekayaan Bakrie mencapai 2,6 miliar dolar AS.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Frendy Kurniawan

tirto.id - Politik
Penulis: Frendy Kurniawan
Editor: Fahri Salam