Menuju konten utama

Panja RUU PKS Berdalih Terhambat Belum Rampungnya Pembahasan RKUHP

Panja beralasan harus menunggu pembahasan RKUHP selesai dilakukan sebelum merampungkan perumusan Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS).

Panja RUU PKS Berdalih Terhambat Belum Rampungnya Pembahasan RKUHP
Gerakan Masyarakat untuk Pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (GEMAS SAHKAN RUU PKS) mengadakan aksi damai di depan Istana Negara, Jakarta (8/12/2018). tirto.id/Bhagavad Sambadha.

tirto.id - Panitia Kerja Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (Panja RUU PKS) masih menunggu RKUHP selesai dibahas untuk melanjutkan kerja mereka.

Ketua Panja RUU PKS, Marwan Dasopang mengatakan pihaknya masih menanti hasil pembahasan soal pasal terkait dengan pencabulan, pemerkosaan, dan perzinaan dalam RKUHP.

Menurut Marwan, pasal-pasal mengenai tiga tindak pidana tersebut merupakan induk dari aturan pemidanaan terhadap pelaku kekerasan seksual yang diatur dalam RUU PKS. Definisi kekerasan seksual, kata dia, juga bergantung pada penjelasan dalam RKUHP.

"Induknya tiga ini. Kami enggak mungkin membuat ini kalau induknya belum selesai. Nanti semua yang kita putuskan akan bubar, sekalipun ini UU lex specialis tapi tidak boleh bertentangan dengan UU pidananya," ujar Marwan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta pada Senin (26/8/2019).

Marwan memastikan Panja perlu menyesuaikan RUU PKS dengan RKUHP yang sampai saat ini juga belum selesai pembahasannya.

Sementara enam pasal pemidanaan lainnya dalam RUU PKS, kata Marwan, tak terkait RKUHP dan sifatnya hanya pelengkap dari tiga pasal induk.

Enam pasal itu berkaitan dengan pelecehan seksual, eksploitasi seksual, pemaksaan kontrasepsi, aborsi, pemaksaan perkawinan serta pemaksaan pelacuran, perbudakan dan penyiksaan seksual.

Dia menambahkan pembahasan RUU PKS harus menunggu RKUHP selesai disusun agar tidak ada kesalahan.

"Harus menunggu, enggak bisa enggak ditunggu. Itu enggak bisa, kalau kita sahkan nanti ya salah semua. Yang tidak salah itu hanya pencegahan dan rehabilitasi," ujar Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI tersebut.

Wakil Ketua Komisi VIII Iskan Qolba Lubis mengakui ada beberapa hal krusial yang memicu pro dan kontra dalam pembahasan RUU PKS.

Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu mengatakan ada usulan agar kata 'kekerasan' menjadi 'kejahatan' dalam RUU tersebut. Usulan penggantian redaksi ini sejak awal disuarakan fraksinya.

Selain itu, menurut dia, ada keinginan agar RUU PKS tidak bertentangan dengan RKUHP dalam hal pemidanaan.

"Padahal, memang UU itu adalah UU administratif, tetapi kalau pun ada pidananya itu hanya untuk memperkuat saja, bukan hal yang utama. Karena yang utama itu kan ada di KUHP itu," kata dia.

"Jadi sebagian menginginkan supaya didalami lagi dengan Komisi III. Jangan sampai kita membuat norma yang bertentangan dengan induknya. Induknya itu kan KUHP," tambah Iskan.

Untuk mendalami tafsir terhadap sembilan jenis kekerasan seksual, kata Iskan, Komisi VIII akan mengundang pakar-pakar pidana dalam membahas hal tersebut.

"Kami berharap besok akan mengundang pakar pidana yang pro dan kontra. Biarkan mereka besok berdebat," ucap dia.

Iskan mengklaim Komisi VIII akan mengebut pembahasan RUU PKS agar bisa selesai sebelum DPR periode 2014-2019 berakhir masa tugasnya pada 30 September.

"Ya kalau namanya jadwal dijadwalkan selesai [periode ini]," ujar Iskan.

Baca juga artikel terkait RUU PKS atau tulisan lainnya dari Bayu Septianto

tirto.id - Hukum
Reporter: Bayu Septianto
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Addi M Idhom