Menuju konten utama

Panglima TNI Wacanakan TNI Punya Hak Politik

Gatot Nurmantyo berharap suatu saat TNI dapat memiliki hak politik yang sama dengan yang lainnya, yakni berhak untuk memilih dan dipilih dalam pemilihan umum.

Panglima TNI Wacanakan TNI Punya Hak Politik
Sejumlah prajurit TNI AD berlari ke garis tembak dengan membawa senjata SS2 V4 dalam final 'match 13 plate' senapan dalam kejuaraan tembak piala Panglima TNI 2016 di Lapangan Tembak Internasional FX Soepramono Bhumi Marinir Karangpilang Surabaya, Jawa Timur, Selasa (27/9). Dalam kejuaraan itu, prajurit TNI AD kembali berhasil menjadi juara umum disusul prajurit TNI AL dan TNI AU. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/foc/16.

tirto.id - Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI), Gatot Nurmantyo berharap suatu saat TNI dapat memiliki hak politik yang sama dengan sipil, yakni berhak untuk memilih dan dipilih dalam pemilihan umum.

"Saat ini TNI seperti warga negara asing saja kan begitu, tidak boleh memilih kemudian kalau ikut Pilkada (pemilihan kepala daerah) harus mengundurkan diri sedangkan PNS tidak," kata Gatot, Jakarta, Selasa (4/10/2016).

Meski demikian, Gatot tetap memahami alasan mengapa TNI tidak memiliki hak politik yang sama, karena TNI adalah organisasi yang dipersenjatai sehingga dikhawatirkan ada oknum yang berkampanye dengan melibatkan senjata.

Selain itu, Gatot juga mengaku, saat ini pihaknya belum siap jika seandainya diberikan hak politik itu.

"Jadi belum siap sekarang, mungkin 10 tahun yang akan datang siap tergantung kondisi politik. Ya tergantung kondisi politik saat itu karena yang menentukan TNI bisa ikut siapa? undang-undang kan, undang-undang siapa yang buat? DPR kan, TNI hanya ikutin saja itu," ujarnya.

Dia mengatakan TNI bisa memiliki hak politik tergantung dari kondisi politik yang mana ada peraturan yang mendukung hal itu.

"Dikatakan harapan boleh, tapi yang jelas sekarang saya sebagai panglima TNI belum siap, entah lima sepuluh tahun yang akan datang ya tergantung kondisi politik," tutur Gatot.

TNI Terkotak-kotak

Sementara itu dalam analisanya di bappenas.go.id, pengamat sosial politik Arie F Batubara menyampaikan bahwa kekhawatiran pemberian hak memilih dan dipilih kepada anggota TNI/Polri terutama terjadi pada partai politik. Mereka beranggapan bahwa pemberian hak politik itu akan mengancam persatuan bangsa sebab bisa menyeret TNI/Polri terkotak-kotak. Kendati demikian, sebenarnya kekhawatiran itu akan kembali terpulang kepada kalangan partai politik sendiri.

"Jika memang tidak ingin TNI/ Polri terkotak-kotak oleh sekat-sekat kepartaian akibat mereka diberi hak untuk dipilih, maka jalan untuk mencegahnya sangat sederhana: Kalangan partai politik jangan mencalonkan anggota TNI/Polri dalam pemilu," demikian sebut Arie.

Lebih lanjut Arie menjelaskan meskipun kalangan partai politik khawatir bahwa pemberian hak pilih tersebut akan berpotensi menyeret TNI/Polri masuk dalam kotak-kotak ideologis kepartaian. Sebaliknya, justru partai politik sendiri yang biasanya menumbuhkan kekhawatiran itu dengan "menarik" anggota TNI/Polri ke dalam partai.

Dengan kenyataan seperti itu, kata Arie, sebenarnya tak cukup alasan untuk tidak memberikan hak pilih kepada anggota TNI/Polri; sebab kalau tidak memberikan hak tersebut adalah bertentangan dengan prinsip demokrasi dan HAM yang hendak kita tegakkan.

"Apabila di satu pihak kita tidak menginginkan anggota TNI/ Polri terkotak-kotak karena kepada mereka diberi hak pilih dan di pihak lain hak pilih itu tetap harus diberikan karena anggota TNI/Polri juga, toh, warga negara, maka sebenarnya jalan keluarnya sederhana: Ubah sistem pemilu secara total dengan tidak lagi menggunakan sistem proporsional," terang Arie.

Baca juga artikel terkait HAK POLITIK atau tulisan lainnya dari Alexander Haryanto

tirto.id - Politik
Reporter: Alexander Haryanto
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto