Menuju konten utama

Pandemi COVID-19 Bisa Berakhir Tahun Ini, Indonesia Sudah Siap?

Kesiapan ini perlu dilihat dari berbagai aspek seperti sistem kesehatan, regulasi, tenaga kesehatan, dan infrastruktur.

Pandemi COVID-19 Bisa Berakhir Tahun Ini, Indonesia Sudah Siap?
Presiden Joko Widodo (kiri) didampingi Ketua DPR Puan Maharani (kedua kiri) dan Gubernur Banten Wahidin Halim (ketiga kiri) meninjau pelaksanaan Vaksinasi COVID-19 untuk pelajar di SMA Negeri 4 Serang, di Kasemen, Serang, Banten, Selasa (21/9/2021). ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman/wsj.

tirto.id - Presiden Joko Widodo menyatakan kemungkinan pemerintah akan mengumumkan akhir pandemi COVID-19 dalam waktu dekat. Dia beralasan penyebaran virus Corona di Indonesia sudah mulai melandai.

“Pandemi memang sudah mulai mereda. Mungkin sebentar lagi juga akan kami nyatakan pandemi sudah berakhir,” kata Jokowi di acara Gerakan Kemitraan Inklusif untuk UMKM Naik Kelas di Jakarta, Senin (3/10/2022).

Pernyataan Jokowi itu dipertegas Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin. Ia mengklaim telah berkomunikasi dengan Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) soal status pandemi COVID-19. Hal itu dilakukan berdasarkan arahan Presiden Jokowi.

“Pak Presiden meminta saya untuk berkonsultasi dengan Dirjen WHO [soal pandemi COVID-19],” ujar Budi di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (3/10/2022).

Budi mengklaim WHO membolehkan kebijakan pelonggaran pengetatan kegiatan masyarakat berbasis kebijakan negara masing-masing. Akan tetapi, dia mengatakan bahwa penentuan status pandemi COVID berakhir atau tidak berada di tangan WHO.

“Karena ini sifatnya dunia, nanti WHO yang akan memberikan timing-nya kapan. Itu nanti biasanya kapan dicabutnya dia [WHO] akan resmikan, di-publish [diumumkan] resmi,” tutur Budi.

Juru Bicara Kementerian Kesehatan, Mohammad Syahril menerangkan tujuan Jokowi menginstruksikan Menkes Budi berkonsultasi dengan WHO yaitu secara teknis terkait bagaimana Indonesia harus menyiapkan enam kebijakan yang disampaikan oleh WHO agar pandemi COVID-19 segera berakhir.

Enam kebijakan itu, antara lain: melakukan vaksinasi, upaya atau tindakan melakukan tes COVID-19 (testing) dan pemeriksaan genom sekuensing, memastikan sistem kesehatan untuk pelayanan COVID-19 misal dengan menyiapkan seluruh fasilitas pelayanan kesehatan, menyiapkan lonjakan kasus COVID-19, melakukan tindakan pencegahan dan pengendalian COVID-19, serta menyampaikan informasi kepada masyarakat terkait COVID-19 dengan baik.

“Ya keenam yang disampaikan dari Dirjen WHO dr. Tedros itulah yang disampaikan ke Menteri Kesehatan. Jadi tidak ada yang baru dan tidak menyebutkan waktu [pandemi COVID-19] akan dicabut kapan? Tapi, ya mudah-mudahan dalam waktu dekat mana kala keenam ini tetap dijaga,” kata Syahril ketika dihubungi reporter Tirto pada Kamis (6/10/2022).

Dia juga tidak memiliki prediksi kapan pandemi COVID-19 akan berakhir. Meski begitu, dia mengklaim Kemenkes selalu berusaha menjalankan enam kebijakan yang disampaikan WHO itu agar kasus COVID-19 makin turun, stabil, dan tidak ada dampak kesehatan serta di luar kesehatan yang merugikan Indonesia.

“WHO saja enggak bisa memprediksikan, apalagi kita ya,” kata Syahril.

Kemenkes Klaim Lakukan Pencegahan dan Pengendalian COVID-19

Syahril menyebut secara umum pencegahan dan pengendalian COVID-19 sudah Kemenkes lakukan dengan terstruktur, baik dari pemerintah pusat maupun ke pemerintah daerah. Data Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 menunjukkan bahwa terdapat penambahan kasus sebanyak 1.831 pada Kamis (6/10/2022), jumlah ini lebih banyak dari hari sebelumnya, yaitu 1.722 kasus dan total angka COVID-19 sejak 2 Maret 2020 secara kumulatif sebanyak 6.441.123.

Data tersebut juga menunjukkan bahwa kasus aktif mengalami kenaikan sebanyak 104, jumlah kenaikan ini lebih sedikit dari hari sebelumnya, yaitu 349 dan secara kumulatif kasus aktif sampai 6 Oktober 2022 sebanyak 17.047.

Lalu, kasus kematian akibat COVID-19 bertambah 12 orang. Jumlah penambahan ini lebih banyak dari hari sebelumnya, yaitu 9 dan secara kumulatif total kematian akibat COVID-19 sebanyak 158.177 orang.

Sementara angka kesembuhan per Kamis (6/10/2022) bertambah 1.715 pasien. Jumlah penambahan ini lebih banyak dari hari sebelumnya yaitu, 1.364 dan total kumulatif kesembuhan sebanyak 6.265.899.

Data Kemenkes juga memperlihatkan bahwa kasus aktif dan perbandingan antara jumlah kasus positif COVID-19 dengan jumlah tes yang dilakukan (positivity rate) per Rabu, 5 Oktober 2022 yaitu 5,67 persen. Data ini juga memperlihatkan angka keterisian tempat tidur rumah sakit COVID-19 (bed occupancy rate/BOR) 4,71 persen.

Lalu, vaksinasi COVID-19 dosis pertama per Rabu, 5 Oktober 2022 adalah sebanyak 204.640.930 atau 87,21 persen dan vaksinasi COVID-19 dosis kedua sebanyak 171.256.285 atau 72,98 persen. Kemenkes mencatat, vaksinasi COVID-19 dosis ketiga per 5 Oktober sebanyak 63.823.506 atau 27,20 persen dan vaksinasi COVID-19 dosis keempat 628.688 atau 42,80 persen.

Menurut Syahril, jika status pandemi COVID-19 sudah dicabut oleh WHO, maka nanti akan ada perubahan-perubahan yang berkaitan dengan pembatasan. Misalnya, Indonesia sudah tidak lagi dalam keadaan darurat COVID-19, tetapi tetap waspada. Karena protokol kesehatan bukan hanya untuk COVID-19 saja, namun untuk seluruh penyakit yang menular.

“Mungkin nanti persyaratan perjalanan akan dikurangi dan seterusnya. Jadi kita kembali ke dalam kehidupan normal, walaupun kasus COVID-19 tuh masih ada,” kata Syahril.

Syahril menambahkan, kasus COVID-19 tidak bisa lenyap, habis, atau musnah secara keseluruhan dengan waktu tertentu. Hal ini sama seperti penyakit lain yang masih ada di Indonesia. Contoh tuberkulosis dan demam berdarah, tetapi penyakit-penyakit tersebut tidak menyebabkan dampak kesehatan serta ekonomi yang sangat luas.

Indonesia Dinilai Belum Siap, Masih Punya PR Besar

Epidemiolog Griffith University, Dicky Budiman mengungkapkan, tidak ada negara yang betul-betul siap menuju akhir pandemi COVID-19. Kesiapan ini perlu dilihat dari berbagai aspek seperti sistem kesehatan, regulasi, tenaga kesehatan (nakes), dan infrastruktur.

“Karena bicara pandemi yang apalagi ditularkan melalui udara berarti bicara bagaimana kualitas udara kita perbaiki, bagaimana misalnya memastikan kualitas udara yang baik di dalam gedung, di transportasi publik, kan itu PR (pekerjaan rumah) yang masih besar. Jadi itu jelas, kalau disebut siap, sebetulnya belum siap kita ini dan belum ada negara yang benar-benar siap sebetulnya,” kata dia ketika dihubungi Tirto pada Kamis (6/10/2022).

Menurut Dicky, masalah kesiapan ini adalah proses yang sifatnya dinamis dan berkelanjutan. Selain itu, Indonesia perlu melakukan upaya membangun imunitas dengan dosis penguat (booster), harus ada pergerakan perbaikan kepemimpinan (leadership), manajemen risiko, dan lain sebagainya di segala sektor, aspek, dan tingkatan.

“Tapi hal yang paling penting, strategi yang harus dilakukan khususnya di sektor kesehatan untuk menuju akhir pandemi adalah kita pertama memastikan sudah membangun modal imunitas di masyarakat. Dengan sekarang enggak bisa hanya dua dosis, bahkan tiga dosis sekalipun enggak cukup ya,” kata dia.

Dicky menyebut pemerintah perlu mengejar tercapainya 90 persen untuk dosis ketiga vaksinasi COVID-19 dan dosis keempat untuk melindungi kelompok paling rawan di masyarakat, baik dari sisi pekerjaan maupun kondisi tubuh. Dan nantinya, kata dia, dosis keempat ini harus diberikan juga ke kelompok masyarakat secara umum.

“Karena kebutuhan apalagi menghadapi tantangan subvarian baru ya seperti BQ1.1 atau BA.2.75.2 dan sebagainya membutuhkan dosis kedua booster (dosis keempat),” terang dia.

Dicky mengatakan, pemerintah juga perlu memperbaiki sistem kesehatan, misalnya memiliki sistem yang responsif dan bisa mendeteksi awal potensi-potensi adanya wabah. Lalu, kapasitas surveilans deteksi dini, sumber daya manusia (SDM), dan laboratorium juga harus tingkatkan.

“Itu masih jadi PR yang harus dilakukan, selain banyak lagi PR-PR lain. Dan ini juga menyangkut masalah pendanaan,” ujar dia.

Dicky pun mengimbau kepada masyarakat untuk menerapkan 5M: memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan, menghindari kerumunan, dan mengurangi mobilitas, serta perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di segala aspek. Hal ini penting karena upaya-upaya tersebut bukan hanya untuk COVID-19 saja, tetapi bisa mencegah penyakit lainnya.

“Artinya perubahan dalam hal seperti ini harus mulai dilakukan, karena kalau tidak, ya kita akan kembali berulang untuk menjadi masyarakat yang rawan, rentan terhadap wabah,” kata dia.

Baca juga artikel terkait PANDEMI COVID-19 atau tulisan lainnya dari Farid Nurhakim

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Farid Nurhakim
Penulis: Farid Nurhakim
Editor: Abdul Aziz