Menuju konten utama

Pandangan Mini Fraksi dalam Perppu Kebiri

Komisi VIII DPR RI setuju membawa perppu kebiri pada pembahasan tingkat lanjut, walaupun beberapa fraksi menyatakan perppu ini masih lemah di bidang hukum.

Pandangan Mini Fraksi dalam Perppu Kebiri
Ilustrasi. Antara foto/Hafidz Mubarak A.

tirto.id - Sebelum pengambilan keputusan dalam rapat paripurna, Selasa (26/7) esok, 10 fraksi Komisi VIII DPR RI setuju membawa perppu kebiri pada pembahasan tingkat lanjut. Beberapa fraksi pun memberikan catatan penting, terlebih di bidang penegakan hukum lantaran perppu ini masih dinilai lemah.

Seperti diketahui, pada 25 Mei lalu, Presiden Jokowi telah mengeluarkan perppu untuk menangkal tren kekerasan seksual yang semakin naik. Namun, ternyata draft perppu yang dikeluarkan masih banyak kelemahan.

Dwi Astuti Wulandari Anggota Komisi VIII DPR RI Fraksi Demokrat menyatakan dalam interupsi bahwa perppu kebiri ini perlu dikaji ulang keefektifannya. Sebab ternyata hukuman pada tersangka kasus kekerasan seksual pada anak sudah tertuang dalam UU Perlindungan Anak dan UU KUHP.

"Ini jangan hanya karena dorongan masyarakat saja uu ini dikeluarkan, sebab saya melihat tidak ada kekosongan hukum di sini," katanya di Ruang Rapat Komisi VIII DPR RI, Kamis (21/7).

Ia menyatakan lebih baik ada kajian mendalam terhadap dasar penerbitan Perppu Kebiri. Sebab dikhawatirkan jika dasar penetapannya tidak tepat, malah akan diajukan Judicial Review saat telah diundangkan nanti.

"Mengapa tak dikonsentrasikan pada pemberatan hukuman saja, hukuman mati. Kenapa malah menambah jenis hukuman tanam chip, kebiri kimia, sehingga tak fokus," katanya.

Fraksinya dalam pandangan mini juga mempertanyakan pertentangan medis yang terjadi dan belum ada jalan keluarnya. Bagaimana mekanisme kebiri kimia ini dilaksanakan, padahal Ikatan Dokter Indonesia (IDI) telah menolak melakukan praktek ini.

Sedang Fraksi PKB Mamen Imanulhaq juga menyatakan poin yang sama, ditambahkan catatan perppu kebiri harus segera dibuatkan turunan aturannya guna menguatkan. Ditambah harus adanya sosialisasi pada para penggiat HAM bahwa peraturan ini tidaklah melanggar HAM.

"Kita tahu Indonesia telah menandatangani konvensi anti penyiksaan, yang melarang kita memberi hukuman yang menyakiti dan merendahkan manusia. Tapi pemerkosa ini juga pelanggar HAM, jadi harus ada penjelasan," katanya di tempat yang sama.

Catatan lain juga datang dari Anggota Komisi VIII Fraksi PAN, Kuswiyanto, ia mempertanyakan persoalan korban yang kurang dibahas dalam perppu. Perppu kebiri, dinilainya hanya fokus pada pelucutan para tersangka saja dan tidak mengindahkan kondisi psikis korban.

Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa yang datang pada rapat tersebut akhirnya angkat bicara setelah diberondong berbagai pertanyaan dan interupsi dari para anggota. Ia mulai menjelaskan dari masalah penindakan korban. Menurutnya saat ini pemerintah telah melakukan rehabilitasi sosial tidak hanya pada korban tapi juga keluarga, dan pelaku.

"Ini sudah kita lakukan di 30 titik di rumah perlindungan sosial anak," katanya.

Para keluarga pun dapat menerima konseling yang dihadirkan di lingkungan tersebut. Bahkan yang saat ini sedang didiskusikan di dengan dirjen lapas yakni hukuman bagi anak yang di bawah 7 tahun. Dimana mereka akan dapat diversi dari pengadilan lalu dikirim ke LPKS LBH.

Namun, jika pelaku berumur lebih dari 7 tahun maka akan menggunakan sistem peradilan pidana anak (SPPA). "Kita juga banyak kesulitan di lapangan karena biasanya jika kasus terjadi di sekolah akan ditutupi pihak sekolah begitu pula jika di lingkungan akan ditutupi kepala desa," ujar Khofifah.

Walaupun rapat selama lebih dari tiga jam itu dipenuhi berbagai catatan, namun kesepuluh fraksi sepakat membawa perppu kebiri pada pembahasan lebih lanjut. "Senin kita akan bertemu IDI dan meminta pendapat mereka sebelum selasa pengambilan keputusan di paripurna," tutup Pimpinan Rapat, Ali Taher Parasong

Baca juga artikel terkait POLITIK atau tulisan lainnya dari Rima Suliastini

tirto.id - Politik
Reporter: Aditya Widya Putri
Penulis: Rima Suliastini
Editor: Rima Suliastini