Menuju konten utama

PAN Minta Ambang Batas Pencalonan Presiden Dihapuskan

Anggota Komisi II DPR RI Fraksi PAN, Guspardi Gaus, mengatakan bahwa partainya menginginkan penghapusan ambang batas pencalonan presiden (presidential treshold) dalam revisi UU Pemilu.

PAN Minta Ambang Batas Pencalonan Presiden Dihapuskan
Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (16/8/2019). ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari.

tirto.id - Anggota Komisi II DPR RI Fraksi PAN, Guspardi Gaus, mengatakan bahwa partainya menginginkan penghapusan ambang batas pencalonan presiden (presidential treshold) dalam revisi UU Pemilu yang sedang direncanakan dan akan digodok DPR RI mendatang.

Pasalnya, kata Guspardi, sistem ambang batas tersebut tak sesuai cita-cita reformasi dan justru mencerminkan kemunduran demokrasi di Indonesia.

"Sebaiknya dihapuskan saja presidential threshold ini dan paling tidak partai yang lolos ke Senayan seharusnya diberikan hak mengajukan calon presiden dan wakil presiden," katanya, Senin (8/6/2020) kemarin.

Menurut Guspardi, jika dalam pemilihan presiden semakin banyak calon yang bertanding, akan semakin memperbanyak pilihan bagi rakyat untuk menentukan pilihannya. Katanya, rakyat memiliki hak untuk memilih mana calon yang terbaik tanpa perlu diatur dan diseleksi terlebih dahulu oleh mekanisme ambang batas.

"Kalau parpol yang baru pertama kali itu tidak punya hak [mengusung calon Presiden] saya kira itu cara pandang dalam demokrasi yang tidak pas," katanya.

Ia mengkritik penerapan sistem presidential threshold karena terkesan sebagai upaya membatasi agar pertarungan di Pilpres semakin kecil peluang mengusung calon. Apalagi, katanya, dirasa tidak logis karena acuannya menggunakan patokan threshold hasil pemilu sebelumnya.

Untuk saat ini, UU Pemilu No 7 tahun 2017, memiliki pasal 222 yang mengatur mengenai ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold). Pasal itu berbunyi: "Pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya."

Kata Guspardi, jika aturan mengenai presidential threshold tidak berubah, maka pada Pilpres 2024 dimungkinkan jumlah pasangan calon yang akan diusung juga hanya dua pasang.

"Hal tersebut didasari oleh hasil rekapitulasi Pileg 2019, di mana dari sembilan partai yang berhasil melampaui parliamentary threshold tidak ada satu pun yang mencapai perolehan 20%, sehingga sangat dimungkinkan setiap partai politik untuk membentuk sebuah koalisi guna mencapai presidential threshold 20% dan koalisi tersebut dimungkinkan hanya melahirkan dua pasang calon," katanya.

Ia menilai kontestasi Pilpres 2019 lalu seharusnya bisa menjadi pelajaran penting bahwa penetapan presidential threshold telah mengakibatkan rakyat terpolarisasi menjadi dua kubu yang saling berhadapan.

"Akibatnya terjadi berbagai persekusi, timbulnya fitnah, merajalelanya hoaks, dan lain-lain. Lalu dilanjutkan dengan narasi-narasi yang menjatuhkan pasangan lawan atau kubu sebelah. Sikap semacam ini dapat menciptakan konflik horizontal maupun vertikal yang berujung pada tindak kekerasan di tengah-tengah masyarakat," katanya.

"Maka, sebetulnya, makin banyak calon, makin baik. Dihapuskannya aturan mengenai presidential threshold dapat menjadi salah satu jalan keluar guna mencegah polarisasi masyarakat," lanjutnya.

Komisi II DPR RI tengah menggodok revisi Undang-Undang Pemilu saat ini, salah satunya terkait keserentakan pemungutan suara pada 2024 seperti terjadi pada 2019. Ketua Komisi II DPR RI, Saan Mustapa mengatakan hampir seluruh fraksi ingin pemungutan suara DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota tidak dipisah.

Pembahasan revisi UU Pemilu juga menyangkut ambang batas suara di parlemen.

"Ini masih secara verbal, ada dinamika di komisi II yang perlu saya sampaikan juga, biar tahu dinamikanya," imbuh Saan.

Menurut ada sejumlah wacana mengenai ambang batas suara. Di antaranya mempertahankan ambang batas parlemen sebesar 7 persen sebagaimana Pemilu 2019 lalu.

Ambang batas ini pun akan diterapkan untuk pemilihan di daerah. Artinya partai harus mengantongi suara 7 persen untuk bisa melenggang ke DPR atau DPRD.

"Kalau yang 7 persen itu Nasdem dan Golkar," kata dia.

Baca juga artikel terkait atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Politik
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Maya Saputri