Menuju konten utama

Pakar ITS Sebut Kelebihan Muatan Penyebab Jembatan Babat Ambruk

Dosen Teknik Infrastruktur Sipil ITS Ir Chomaedhi menyatakan kelebihan muatan menjadi penyebab robohnya jembatan Babat-Widang pada Selasa (17/4/2018).

Pakar ITS Sebut Kelebihan Muatan Penyebab Jembatan Babat Ambruk
Petugas mengevakuasi truk di lokasi jembatan Widang yang runtuh, Tuban, Jawa Timur, Selasa (17/4/2018). ANTARA FOTO/Aguk Sudarmojo

tirto.id - Peristiwa ambruknya jembatan Babat yang menghubungkan Kecamatan Babat-Widang, atau Kabupaten Lamongan dengan Kabupaten Tuban, Jawa Timur ambrol pada Selasa (17/4/2018) pukul 11.05 WIB, membuat salah satu pakar konstruksi di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Ir Chomaedhi CES GEO ikut angkat bicara.

Chomaedhi menduga, kelebihan muatan menjadi penyebab robohnya jembatan cincin lama yang dibangun tahun 1983 tersebut.

Pasalnya, menurut dosen Teknik Infrastruktur Sipil ITS tersebut, saat kejadian terdapat satu dump truck dan dua truk tronton yang melewati bentang jembatan.

Ia menjelaskan, saat melalui tahap perencanaan, sudah ada peraturan yang mengatur besar beban yang diperbolehkan melewati jembatan. Namun, pada masa sekarang peraturan tersebut mulai berubah mengikuti pembaruan dari pemerintah.

Jika dulu jembatan kelas satu memiliki batas muatan 45 ton, saat ini bisa mencapai 50 ton. Pada kasus jembatan Widang yang memakan dua korban tersebut, beban total yang mampu ditahan jembatan hanya 45 ton dengan rasio toleransi keamanan 1,5, atau beban maksimumnya 70 ton.

“Satu dump truck dan dua tronton bisa jadi peningkatan bebannya mencapai dua persen, dugaan utamanya kelebihan muatan,” kata Chomaedhi dalam rilis yang diterima Tirto, Rabu (18/4/2018).

Argumen tersebut juga dikuatkan dengan posisi robohnya jembatan. Patahan hanya terjadi pada satu bentang jembatan, sedangkan pondasi masih berfungsi dengan baik.

“Kalau truk itu lewat secara bergantian, mungkin jembatan masih aman. Tapi kalau lewat secara bersamaan, otomatis jembatan akan collaps,” tambahnya.

Di sisi lain, lanjut Chomaedhi, tidak adanya kontrol terhadap beban yang boleh melewati jembatan diduga menjadi salah satu faktor robohnya jembatan serta tidak ada jembatan timbang yang berguna sebagai kontrol jumlah muatan yang diizinkan.

“Jembatan itu sudah lama, jika mengikuti peraturan baru dari pemerintah yang bisa mark up hingga 20 persen tentunya tidak akan kuat,” jelasnya.

Dosen asal Pulau Bawean tersebut berpesan agar perbaikan Jembatan Widang nantinya juga memperhatikan berat beban yang diizinkan. Apalagi saat ini sudah ada teknologi berupa sensor yang bisa dipasang pada titik-titik tertentu sepanjang bentang dan mampu mendeteksi kondisi jembatan.

“Peraturan itu harus dipatuhi, jembantan harus benar-benar mengakomodasi peraturan beban kendaraan dan peraturan gempa tentunya,” pungkasnya.

Baca juga artikel terkait JEMBATAN AMBRUK atau tulisan lainnya dari Yandri Daniel Damaledo

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Yandri Daniel Damaledo
Penulis: Yandri Daniel Damaledo
Editor: Yandri Daniel Damaledo