Menuju konten utama

Pada Umur Berapa Anak-Anak Sebaiknya Belajar Puasa?

Untuk meminimalkan rasa lemas, pastikan asupan makan, minum, dan tidur tercukupi saat anak berpuasa.

Pada Umur Berapa Anak-Anak Sebaiknya Belajar Puasa?
ilustrasi anak muslim. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Tahun ini adalah tahun pertama Aluna berpuasa. Di umur hampir lima tahun ini, ia mengajukan diri ikut menjalani kewajiban tahunan bagi umat Islam akil balig itu. Motivasinya berpuasa didapat dari cerita, dongeng, dan lagu-lagu yang sering disetel oleh ibunya, ditambah teman-teman sepermainan yang juga sudah menjalani puasa Ramadan.

“Tahun-tahun sebelumnya dia sudah mengenal apa itu puasa. Nah, tahun ini waktunya dia memahami,” ujar sang ibu, Atikah Zata Amani, membagikan pengalaman mengajar puasa untuk anaknya.

Tahun pertama putrinya berpuasa, Atikah masih menerapkan puasa setengah hari. Usai sahur dan salat subuh, biasanya Aluna akan melanjutkan jam tidur malamnya. Setelah bangun pada pukul 9 pagi, ia mengisi waktu luang dengan beragam kegiatan, melukis, renang, main, atau sekadar tidur siang. Kebetulan, Aluna tidak masuk TK. Atikah menerapkan sistem belajar di rumah (home schooling) kepada Aluna, sehingga ia bisa melakukan beragam kegiatan untuk mengisi waktu berbuka.

Baca juga: Amankah Anak-Anak Berpuasa?

Meski kewajiban berpuasa baru diterapkan ketika anak masuk usia akil balig, Atikah memilih mengenalkan puasa sejak dini kepada anak. Atikah ingin Aluna terbiasa berpuasa saat nanti memasuki umur wajib puasa. Ia juga ingin memasukkan nilai-nilai ajaran lain, seperti menghargai makanan dan makan tepat waktu. Rencananya, tahun depan, Atikah akan menerapkan sistem puasa bertahap untuk Aluna.

“Nanti, di awal, aku mulai dari pukul 12, besoknya nambah satu jam, dan seterusnya.”

Untuk memotivasi anaknya berpuasa, Atikah tak pernah menjanjikan hadiah khusus. Namun, sebagai bentuk penghargaan atas usaha putrinya, ia terkadang memasak makanan kesukaan Aluna atau mengajaknya makan di tempat favorit. Aluna juga diberi waktu tambahan untuk mengakses Youtube lebih dari setengah jam.

Lain Atikah, lain juga metode yang diterapkan Edi kepada anaknya. Lutfi masih berumur lima tahun, tetapi puasanya sudah penuh waktu. Edi sengaja mengiming-imingi putranya hadiah supaya semangat dalam berpuasa. Selepas pulang sekolah, jika udara mulai panas dan rasa haus tak tertahan, Lutfi memilih mandi dan berendam di bak mandi untuk menyegarkan tubuhnya.

“Dia minta robot kalau nanti bisa puasa penuh selama satu bulan,” kata Edi membocorkan hadiah sang putra.

Selama setengah bulan rutinitas puasa berjalan, Lutfi belum pernah batal. Artinya, metode yang dilakukan Edi cukup ampuh memotivasi anaknya. Ia juga rajin mengajak Lutfi salat dan berbuka di masjid atau musala terdekat, agar anaknya merasakan suasana berpuasa.

Edi tak memungkiri bahwa terkadang Lutfi terlihat lemas dan selalu menanyakan waktu berbuka. Apalagi teman-teman sepantarannya lebih banyak yang berpuasa setengah hari.

“Biasanya jam-jam 11 ke atas [Lutfi] mengeluh lemas. Nanti jam 4 sore dia mulai ngitungin waktu berbuka, jam 5 sudah siap duduk di depan takjil,” ungkap Edi diselingi tawa.

Menyiasati Anak Berpuasa

Atikah dan Edi memutuskan mengajar anaknya berpuasa sejak umur lima tahun. Namun, ada juga orangtua yang mengenalkan puasa lebih dini. Sementara itu, sebagian orangtua lain memilih membiasakan puasa ketika anaknya duduk di sekolah dasar. Sebaiknya, umur berapa anak mulai diajar berpuasa?

Puasa Ramadan diwajibkan bagi anak perempuan yang sudah mulai menstruasi dan pada anak laki-laki saat ia sudah mengeluarkan sperma. Lazimnya, tanda-tanda ini mulai muncul ketika anak masuk usia 10-12 tahun. Pada perempuan, umumnya fase akil balig datang lebih cepat dari pada anak laki-laki.

“Patokannya tidak ada yang pasti, tapi belajar berpuasa bisa dimulai sebelum itu. Pastikan metodenya disesuaikan dengan kemampuan anak,” saran Arifianto, dokter spesialis anak kepada Tirto.

Infografik puasa anak

Infografik puasa anak. tirto.id/Nadia

Dari sisi medis, dokter yang karib disapa dokter Apin ini mengatakan tak ada risiko kesehatan berarti pada anak akibat berpuasa. Bahkan, tubuh anak yang berumur kurang dari lima tahun pun sudah siap berpuasa penuh, asal mendapat asupan sahur dan berbuka yang optimal. Ia menganjurkan menu berbuka dengan indeks glikemik tinggi guna menaikkan gula darah.

Saat sahur, menu yang dipilih sebaiknya memiliki indeks glikemik rendah, tapi bisa mempertahankan kadar gula darah dalam tubuh. Contohnya adalah beras merah, ubi-ubian, kacang, oat, roti gandum, pisang, apel, dll. Makanan-makanan tersebut berfungsi memperpanjang waktu pengolahan energi dalam tubuh.

Selama puasa empat jam pertama, tubuh akan mengolah kalori dari makanan. Pada empat jam setelahnya, energi diambil dengan memecah glikogen dari otot dan hati. Di atas waktu tersebut, tubuh baru memecah protein atau lemak untuk dijadikan sumber energi.

“Jangan lupa cukup serat, karena puasa membikin risiko sembelit. Anak juga harus cukup minum dan cukup tidur agar aktivitasnya selama puasa tetap terjaga,” sambung Apin.

Pola tidur anak yang berkurang karena terpotong solat tarawih dan sahur dapat disiasati dengan menambah jam tidur setelah sahur dan sepulang sekolah. Anak sebaiknya dibangunkan sahur berdekatan waktu subuh. Setelah salat, mereka bisa melanjutkan tidur sebelum berangkat sekolah. Intinya, jangan mengurangi total tidur anak selama delapan jam, karena hal itu akan membikin kondisi tubuh bertambah lesu.

Baca juga artikel terkait RAMADAN 2019 atau tulisan lainnya dari Aditya Widya Putri

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Maulida Sri Handayani