Menuju konten utama

OTT Pejabat Kemenpora dan Bagaimana Alur Dana Hibah untuk KONI

Alur pemberian dana hibah dari Kemenpora sudah diatur secara jelas dalam dua peraturan. Kenapa KONI masih harus menyuap?

OTT Pejabat Kemenpora dan Bagaimana Alur Dana Hibah untuk KONI
Menpora Imam Nahrawi (kiri) didampingi Sesmenpora Gatot S Dewa Broto mengikuti rapat kerja dengan Komisi X DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (29/5). ANTARA FOTO/Wahyu Putro A.

tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan operasi tangkap tangan terhadap sejumlah pejabat di Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), Selasa (18/12) malam. Salah satu yang terciduk adalah Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora Mulyana.

“Sekitar pukul 20.00 WIB, saya dapat info ada petugas KPK yang melakukan penggeledahan di sini [Kemenpora] dan membawa beberapa pejabat,” kata Sekretaris Kemenpora, Gatot S Dewa Broto di Jakarta, Selasa malam.

Gatot menyebut ada 5 orang yang dibawa KPK, yaitu Deputi IV Kemenpora Mulyana, seorang pejabat pembuat komitmen (PPK), seorang bendahara yang merupakan eselon IV, dan 2 pejabat Kemenpora lainnya.

Namun, Gatot mengaku belum mengetahui bagaimana keterlibatan jajaran di Kemenpora itu. “Saya juga baru akan laporan ke pak menteri, 'casenya' apa belum tahu,” kata Gatot.

“Nanti [biar] KPK yang jelaskan,” kata Gatot menambahkan.

Ketua KPK Agus Rahardjo, pada Selasa (18/12) malam mengatakan ada transaksi yang dilakukan antara KONI dengan pejabat Kemenpora soal pencairan dana hibah.

Dana suap itu diberikan KONI ke pejabat kementerian untuk memuluskan pencairan dana hibah dari Kemenpora ke KONI.

“Diduga terjadi transaksi (kickback) terkait dengan pencairan dana hibah dari Kemenpora ke KONI,” kata Agus.

Selain itu, kata Agus, KPK juga menemukan bukti uang tunai sebesar Rp300 juta dan sebuah kartu ATM yang berisi uang sekitar seratus juta lebih.

Bagaimana sebenarnya alur dana hibah dari Kemenpora ke KONI ini?

Pada 2018 ini, Deputi Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora telah mengeluarkan dua peraturan terkait bantuan hibah. Pertama adalah tentang petunjuk teknis [PDF] penyaluran bantuan pemerintah dalam akun belanja barang non-operasional kepada KONI, KOI, dan induk organisasi lainnya.

Bantuan berupa uang ini dapat disalurkan melalui transfer ataupun diberikan secara langsung. Tujuan pemberian bantuan ini salah satunya adalah membantu pengelolaan dan penyelenggaraan organisasi, seperti KONI.

Dalam poin lainnya, disebutkan pula bahwa pemberian dana ini merupakan “upaya meningkatkan kinerja dan profesionalitas organisasi dalam pengembangan prestasi olahraga, baik nasional maupun internasional.”

Total bantuan yang dikucurkan untuk tahun 2018 adalah sebesar Rp14,24 miliar untuk target 20 organisasi olahraga.

Sementara aturan kedua adalah soal peraturan Deputi Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga tentang petunjuk tenis penyaluran bantuan pemerintah dalam akun belanja barang lainnya untuk diserahkan pada masyarakat atau pemerintah daerah (KONI, KOI, dan lainnya).

Bantuan ini mempunyai tujuan yang lebih spesifik lagi daripada belanja barang non-operasional.

Dengan dana ini, KONI, KOI, dan organisasi cabang olahraga lainnya diharapkan dapat membantu kelancaran pembinaan, penambahan kuantitas, dan peningkatan kompetensi, serta profesionalitas tenaga keolahragaan.

Dana yang diberikan sebesar Rp102,605 miliar ini merupakan bentuk tanggung jawab pemerintah agar KONI, KOI dan perangkat olahraga daerah ataupun nasional bisa mengembangkan prestasi olahraganya.

Meski belum jelas bantuan dana mana yang dipermasalahkan dalam kasus ini, keduanya menyangkut masalah prestasi olahraga.

Namun, mengapa KONI harus mengeluarkan dana Rp300 juta untuk pejabat Kemenpora demi memuluskan bantuan dana hibah ini?

Atlet Sportif, Pejabatnya Koruptif

Dosen Ilmu Keolahragaan di Institut Teknologi Bandung (ITB) Tommy Apriantono menilai pemerintah sebenarnya sudah sangat serius terhadap pembinaan prestasi atlet di Indonesia. Hanya saja tingkah laku individu ini sangat mengganggu karena menyalahi prosedur yang ada.

“Seharusnya institusi itu presentasi, butuh dana berapa, disetujui, ya diberikan semua. Kenapa pula ada kickback itu? Itu, kan, sudah haknya dia, enggak perlu dikembalikan lagi [dengan kickback itu]” kata Tommy pada reporter Tirto, Rabu (19/12/2018).

Tommy menilai masalah ini cukup fatal karena divisi prestasi atlet adalah fondasi utama untuk kesuksesan atlet.

Setelah korupsi Wisma Atlet di Hambalang yang menghambat pengembangan atlet, kata Tommy, kasus kali ini bisa menjadi sesuatu yang merugikan bagi perkembangan prestasi atlet Indonesia lainnya.

“Memang pemerintah ini enggak belajar dari Hambalang. Ini nanti, kan, akan terhenti pekerjaan Deputi IV ini. Yang dirugikan atlet,” kata Tommy.

Anggota Komisi X DPR RI yang membidangi olahraga, Ledia Hanifa mengaku kecewa dengan kasus suap yang melibatkan pejabat Kemenpora. Apalagi melibatkan Deputi IV yang membidangi peningkatan prestasi olahraga.

Selama ini, kata Ledia, olahraga Indonesia mengajarkan atlet untuk bertindak sportif, tetapi pejabatnya sendiri yang malah menunjukkan hal yang tidak patut ditiru.

“Pengelolanya harus juga punya sportivitas dan kejujuran. Ketika tidak memberikan teladan, implikasinya lebih buruk lagi. Kita menuntut atlet untuk sportif, tapi pejabat sendiri tak memberi contoh,” kata Ledia pada reporter Tirto.

Ledia mengatakan, penangkapan ini harusnya bisa menjadi bahan evaluasi bagi pemerintah untuk pembangunan olahraga. Apalagi selama ini alokasi anggaran saja sudah cukup menjadi masalah.

“Makanya mestinya pemerintah all out tentang masalah prestasi atlet ini,” kata Ledia.

Baca juga artikel terkait OTT KPK KEMENPORA atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Hukum
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Abdul Aziz